BAB.1
<3 Merely a Dream <3
(Last Part)
««
And The Arrival Of Your Time To Give Answers..
I Assume You Were Just Friend..
»»
Ditepi sungai itu Carrol berdiri menunggu Justin.
Ia mondar-mandir gelisah, sambil sesekali ekor matanya melirik kearah jam tangan merah marun yang melingkar indah dipergelangan tangan kirinya.
Hening, yang terdengar hanyalah bunyi dari jarum panjang dijam tangan Carrol yang terus berputar.
Hhh.. Carrol mengumpulkan oksigen banyak-banyak, menyedotnya dari hidung lalu membuangnya dengan kasar melalui mulut.
Kelelahan mondar-mandir membuat kedua kaki jenjangnya agak penat.
Dengan perasaan yang campur aduk Carrol menghempaskan bokongnya dikursi panjang yang kemarin.
Kemarin 3 hari yang lalu dimana ia duduk berdua dengan Justin. Tapi kemana anak itu? Huh... Idolanya itu suka sekali membuatnya kesal!
“Kalau dia ingkar janji lagi, maka aku tidak akan memaafkannya seumur hidup!” sumpah Carrol dalam hati.
Tiba-tiba dari ujung taman nampak seorang pria yang berjalan menghampiri Carrol.
Ia mengenakan jaket ungu dan berkacamata hitam.
Kalian tahu dia siapa? Yah Justin!
Sontak Carrol pun berdiri dari kursi panjang dan menyambutnya dengan senyum keramahan.
“Hei Tuan Bieber, kemana saja kau? Kau lama sekali.. Padahal Sebentar lagi aku harus pergi ke Stasiun!”
“Hei Nona Bowling, maafkan aku.. Aku hanya dari Hotel Swetapple, tadinya aku lagi sibuk packing barang-barangku. Eh tiba-tiba saja aku malah teringat dengan janji kita!”
Carrol mendelik, “Packing? Maksudmu? Kau juga akan kembali ke Negaramu?” tanya Carrol beruntun.
“Tidak, tapi aku akan melanjutkan konserku ke beberapa Negara di Asia. Kau mau ikut?”
Tentu ia hanya bercanda. Serta-merta Carrol pun menonjok pelan bahu Justin.
“No kidding Justin. Aku sedang tidak mood bercanda.”
“Kenapa? Kau pasti sudah tidak sabar menunggu jawaban dariku yah?” tebak Justin dengan nada menggoda.
Carrol memutar kedua bola matanya. Terlampau kesal dengan sifat narsis Justin. Oh my God! Apa dosaku sampai-sampai aku menyukai pria senarsis Justin? batin Carrol prihatin.
“Sudahlah aku tidak suka basa-basi. Sekarang katakan apa keputusanmu?”
Justin terdiam, menatap Carrol tepat dikedua manik matanya yang berwarna kebiru-biruan.
Carrol semakin dibuat deg-degan dengan tatapan tajam Justin.
Hingga suasananya mendadak sunyi, senyap. Yang tertangkap oleh telinga Carrol hanyalah bunyi jangkrik malam dan hembusan nafas Justin yang terdengar berat.
Ya Tuhan! Apa jawaban Justin? Carrol semakin was-was. Sementara dihadapannya Justin masih diam bergeming.
“Maafkan aku...”
DEG....!
Carrol mengangkat wajahnya, pandangannya yang semula kebawah kini ia alihkan kewajah Justin.
Apa maksudnya? Tubuh Carrol perlahan-lahan mulai bergetar. Entah mengapa perasaan sesak menjalar didadanya.
Sepertinya Carrol hendak menangis, tapi kenapa?!
Carrol masih tidak bisa berkata-kata hingga Justin memilih untuk merampungkan kalimatnya.
“Aku tidak bisa menjalin hubungan denganmu, karena aku masih terikat hubungan dengan Zelena. Aku tidak ingin memainkan perasaan perempuan. Tapi terus terang, aku menyukaimu Carry. Kau gadis yang cantik, kecantikanmu melebihi Zelena. Kau juga memiliki kedua pipi yang menggemaskan, sehingga membuatku senang untuk menciumnya. Kau mirip sekali dengan Jazzy adik perempuanku. Ah, aku tidak bisa menyebutkan satu persatu kelebihan yang ada pada fisikmu, terlalu banyak. Tapi aku tetap tidak bisa memutuskan hubunganku dengan Zelena..”
Panjang lebar yang diucapkan oleh Justin, namun hanya satu maksud yang dapat Carrol tangkap.
Yaitu, JUSTIN MENOLAKNYA!
Terlalu sakit, jika mengingat Carrol yang 3 hari belakangan ini selalu menuruti keinginan Justin. Berusaha untuk tidak mengecewakannya dan menjadi yang terbaik baginya. Tapi apa mau dikata? Justin memang tidak bisa memutuskan hubungannya dengan Zelena. Masih cinta mungkin!
Carrol rasa semua pujian yang dilontarkan oleh Justin itu hanyalah sebagai pemanis, karena ia tidak enak hati untuk menolaknya.
Carrol kembali terduduk dibangku taman. Tubuhnya serasa lemas dan tidak berdaya lagi.
Justin pun ikut duduk disamping Carrol dan merengkuh gadis itu kedalam pelukannya.
Entahlah apa maksutnya? Dia suka sekali membuat wanita melayang dengan sikapnya yang romantis.
“Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Tapi aku memang masih terikat hubungan dengan Zelena. Setelah aku putus darinya, aku pasti akan menerimamu. Percayalah?”
Carrol terkekeh dalam hati. Menurutnya seorang Justin Bieber itu terkadang ucapannya suka konyol dan seenaknya. Kalau dia putus dari Zelena, baru dia akan menerima Carrol? Tapi apa mungkin? Bagaimana kalau 10 tahun lagi baru dia putus dari Zelena? Apa selama itu juga Carrol harus menjomblo? Yang ada Carrol akan menjadi perawan tua nantinya!
Dalam hati Carrol tertawa, namun diluar air bening tanda kesedihan nampak membanjiri kedua pipinya.
Carrol menangis? Entahlah.. Perasaan kecewa membuatnya menangis sesenggukan. Sampai-sampai bahu Justin pun sedikit basah karena air matanya.
“Hey, why are you crying? Aku sudah pernah mengatakannya padamu, kalau aku tidak suka melihat perempuan menangis! Kenapa kau malah menangis? Dasar wanita payah..” ledek Justin melepaskan pelukannya.
Carrol memanyunkan bibirnya, lantas memukul pundak Justin dengan lebih keras.
“Kau pria bodoh! Aku menangis gara-gara kau! Kau menyebalkan Justin!” raung Carrol penuh emosi. Tangisnya pun pecah seketika. Carrol menumpahkan emosinya dengan terus memukul-mukul pundak Justin.
Pria idamannya itu sama sekali tidak menghindar ataupun menghentikan pukulannya.
Justin membiarkan Carrol memukulnya sepuas hati, hingga akhirnya Carrol pun merasa lelah sendiri.
Dipeluknya Carrol dengan lembut, lalu setelah itu kedua ibu jarinya bergerak mengusap dibagian bawah sepasang mata milik Carrol. Dengan senyum yang mengembang disekanya air bening itu.
“You smile I smile...” Justin sedikit bersenandung.
Carrol speechless mendengarnya. Ternyata suara Justin sangat lembut dan menggoda jika didengar dari jarak yang sedekat ini. Entah mendapatkan dorongan darimana, kedua ujung bibirnya pun tertarik sendiri hingga akhirnya mengukir sebuah senyuman yang tipis. Walaupun tipis tetap terlihat manis.
“Kau lebih cantik kalau tersenyum..”
Pujian Justin sontak membuat pipi Carrol bersemburat merah.
Carrol sedikit bergeser sambil memalingkan wajahnya dari wajah Justin. Melihat kearah sungai sekiranya lebih baik.
“Gombalanmu basi sekali Justin! Aku sampai mau muntah mendengarnya..” cibir Carrol, berlagak jijik.
Justin hanya membalasnya dengan tawa kecil, tidak ada bedanya dengan Carrol. Okay, Carrol rasa hatinya sekarang lebih bisa tenang sedikit.
Kemudian Carrol dan Justin pun kembali berbicara dengan normal, seolah-olah tidak terjadi apa-apa barusan. Mereka nampak mengoborol dengan begitu santainya.
“Ohya! Aku pernah membaca tentang 101 fakta about Justin Bieber. Disana dikatakan kalau kau merasa Zelena itu mirip dengan barbie. What is true?”
“Yeah, dia mirip dengan barbie yang berkulit hitam manis.. Kenapa? Kau juga mau dibilang mirip dengan barbie?”
“Ah tidak.. Aku tidak mirip dengan barbie” elaknya cepat.
“Yah tentu saja kau tidak mirip dengan barbie.. Tetapi kau mirip dengan boneka susan! Cantik, lucu, dan menggemaskan!” puji Justin ½ meledek pipi chubby milik Carrol. Carrol kembali meronta manja seraya membelakangi Justin, merajuk lagi. Dan kali ini Justin membiarkan Carrol beringsut menjauh darinya, karena ia tahu Carrol hanya berpura-pura saja.
Untuk yang kesekian kalinya mereka pun larut dalam kebisuan.
Tidak ada tawa, canda, ataupun tangisan seperti tadi.
Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing yang entah apa?
Sekian menit kemudian barulah Justin mendekati Carrol, memegang pundaknya dengan sebelah tangannya.
“Maafkan aku shawty..” ucap Justin lirih.
Carrol menoleh, dan tersenyum simpul.
Hanya satu artian yang terkandung dalam senyumanmu kini, yaitu never-mind-aku-baik-baik-saja.
Justin ikut tersenyum. Ia menatap Carrol hangat. Alhasil tatap-tatapan mata diantara mereka sudah tidak bisa dicegah lagi.
Wusssssshhhhhh...!
Desiran angin malam mengibaskan rambut Carrol kebelakang. Seolah-olah memamerkan cahaya kecantikan yang sesungguhnya didepan wajah Justin.
Terbukti dihadapannya nampak Justin yang terpesona, dan Carrol pun hanya tersenyum melihat tatapan takjubnya Justin itu.
Entah setan apa yang merasuki Justin, tiba-tiba saja kedua tangannya sudah melingkar dipinggul Carrol. Ditariknya tubuh gadis itu untuk semakin dekat dengannya, sehingga jarak diantara wajah mereka juga ikut bertambah dekat.
Carrol terkejut namun tubuhnya serasa kaku dan ia tidak dapat melakukan perlawanan apa-apa.
Carrol biarkan Justin menguasai tubuhnya malam ini, tangan Justin yang semula merangkul pinggangnya pun kini telah beralih kebagian wajah.
Justin merangkumnya dengan lembut. Carrol hanya mampu memejamkan matanya dengan nafas yang naik-turun, terengah-engah.
Oh my God! Apa yang akan Justin lakukan padanya?! Apakah malam ini Carrol akan merasakan yang namanya first kiss? Apakah sebentar lagi Carrol akan membuktikan sendiri kehebatan Justin dalam mencium wanita? Oh TIDAK....!
Carrol berteriak dalam hati, matanya pun tertutup semakin rapat. Bersamaan dengan itu dering handphone yang bersumber dari ponsel milik Justin berbunyi.
Refleks Justin pun mendorong tubuh Carrol, lalu kedua tangannya langsung merogoh saku celana untuk mencari alat komunikasinya itu.
Carrol mengelus dada sambil terus mengatur nafas. Hampir saja!
Kalau itu sampai terjadi malam ini, maka Carrol tidak ada bedanya dengan seorang wanita yang munafik.
Tidak jauh darinya Justin terlihat sedang menerima telepon dari seseorang dipinggir sungai.
Ia mengangguk-angguk lalu memasukkan kembali ponselnya disaku celana.
Disaat ia menghampiri Carrol, wanita itu berpura-pura melihat ke arah lain. Berusaha menyembunyikan rona merah yang tahu-tahu terlukis begitu saja dikedua pipinya.
“I'm sorry. Hampir saja aku melakukan kesalahan tadi.”
Carrol tersenyum kikuk, “No problem, kan baru hampir..” jawabnya sedikit cengengesan.
“Emm... Kenny meneleponku dan ia menyuruhku untuk segera menyusulnya ke bandara” Justin menjelaskan isi pembicaraannya ditelepon tadi tanpa Carrol minta.
Sementara Carrol tertegun mendengarkan, “Apakah itu artinya kau akan pulang?” tanyanya dengan tatapan miris.
Justin mengangguk miring, “Of course.. Kau juga begitu kan?”
“Hmm” Carrol hanya menjawabnya dengan deheman pendek.
“Kau tidak ingin aku pergi?”
Kalimat dalam bentuk pertanyaan itu diucapkan Justin dengan nada yang menggoda, sehingga membuat Carrol melengos keki. Apa maksud? Penyakit narsisnya cepat sekali kumat.
“Tidak. Kalau kau mau pergi silahkan. Aku tidak akan melarangmu”
Justin tertawa kecil seraya mengacak-acak poni Carrol yang menutupi sebagian dahinya. Lagi dan lagi Carrol hanya membalasnya dengan bibir yang mengerucut.
“Aku akan pergi..”
“So?” tanya Carrol dengan alis yang terangkat sebelah.
“Kau tidak ingin memberikanku kenang-kenangan?”
Carrol kembali tertegun. Memberinya kenang-kenangan? Untuk apa? Errrr.... Tapi ada benarnya juga sih! Siapa tahu setelah ini mereka tidak pernah bertemu lagi? Dengan kening yang mengerut Carrol pun berpikir keras. Berusaha memikirkan kenang-kenangan apa yang pantas ia berikan untuk Justin.
Sedangkan didepannya, tampak Justin yang menunggunya dengan sabar.
Semenit kemudian Carrol pun tahu kenang-kenangan apa yang pantas ia berikan untuk Justin.
“Come on Carry, aku mau pergi sekarang juga..”
Carrol tersenyum dengan agak berjingkat, lalu....?
CUPPP....!!!
Sebuah kecupan hangat mendarat dipipi kanan Justin.
Idolanya itu terperangah sementara Carrol mengedipkan sebelah matanya kearah Justin.
“Aku tau kau pantas mendapatkannya Biebs, karena selama ini selalu kau yang mencium pipiku. Bagaimana rasanya?”
Justin tertawa sambil memegangi pipinya, dan itu membuat Carrol sedikit kesal. Apanya yang lucu sih?!
“Hangat bercampur basah... Selama ini tidak pernah ada orang yang mencium pipiku sampai basah sepertimu. Haha, baru kau yang melakukannya shawty! Kau ini ada-ada saja”
“Aku cepat-cepat bodoh! Lagian basahnya itu kan karena lipgloss!” sahutnya sedikit sewot.
Untuk yang kedua kalinya ponsel Justin pun berdering. Yang ternyata adalah 1 `incoming calls` dari sang bodyguard si Kenny Hamilton.
Dengan ½ berlari Justin meninggalkan Carrol tanpa pamit. Tiba-tiba, sehingga membuat Carrol terkejut dan refleks berteriak memanggil namanya.
“Justiiiiiiiinnnnnn.....!!!”
BRAKKKKK....!
Bersamaan dengan itu pintu kamar Carrol pun terbuka lebar.
Nampak Khatrien yang menghampirinya dengan tampang cemas.
“Oh my God! Are you okay? Ada apa denganmu? Kau mimpi buruk?” cerca Khat sambil menyeka keringat didahi Carrol yang mengucur dengan deras.
Carrol masih terdiam, belum bisa memberikan jawaban apa-apa pada Khat. Nafasnya terdengar putus-putus, oleh sebab itu Khat memutuskan pergi kedapur sebentar untuk mengambilkannya segelas air putih.
Sepeninggalan Khat, Carrol pun tetap tidak beranjak dari atas kasur, ½ dari tubuhnya saja masih terbalut oleh selimut.
“Merely a dream?” bisiknya hampir tak bersuara.
Pandangan Carrol berputar keseluruh sudut ruangan.
Ternyata ia masih ada dikamar, bukan ditaman. Jadi perjalanannya ke New York itu hanyalah mimpi?
Carrol tersenyum kecut seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
Hhh, ia menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan.
Tidak lama kemudian Khat datang kekamarmnya dengan membawa segelas air putih. Disodorkannya kearah Carrol, lalu sahabatnya itu menerimanya dan langsung meneguk isinya hingga tersisa ½.
“Tidurmu nyenyak sekali.. Sampai-sampai Ibumu tidak tega untuk membangunkanmu. You know this is what time?! Kau telah bolos sekolah dan ekskul ballet dear..” cerocos Khat tanpa titik dan koma. Sontak Carrol pun melirik kearah jam weker yang tertata rapi disamping lampu tidurnya.
Jam weker berbentuk kepala doraemon itu adalah buktinya, disana terlihat jarum pendek ke angka 5 dan jarum panjang ke angka 10. Itu artinya sekarang telah jam 5 lewat 10!
Ah tapi itu bukanlah waktu yang lama, mengingat perjalanan panjangnya di New York yang selama 2 minggu itu. Yah, walaupun banyak adegan yang dicut.
Tapi ini aneh, sangat terasa nyata dan bukanlah sebuah mimpi.
Apakah ini pertanda kalau `kemungkinan` itu pasti ada? Kemungkinannya untuk bertemu dengan Justin sang idola? She don't know! Carrol masih sangat pusing karena baru terbangun dari tidur panjangnya itu.
Khat mencengkram bahu Carrol lalu sedikit memutarnya untuk kembali kehadapannya.
“Katakan kau mimpi apa? Mengapa kau menyebut nama Justin? Kau memimpikan idolamu itu? Bagaimana ceritanya? Ceritakan atau aku akan mati penasaran!” desak Khat ½ memaksa.
Carrol tersenyum kecil lalu menceritakan mimpinya itu sedetail-detailnya. Dari A sampai Z, dari prolog sampai ending, dan dari awal sampai akhir.
Khat hanya memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik dan sesekali ia menyela cerita Carrol. Seperti, “Hei aku tidak pernah menjalin hubungan yang spesial dengan Damon tauk!” atau “Ah aku juga tidak mempunyai sepupu yang bernama Chris!”
Tapi Carrol tidak mempedulikan celetukan Khatrien, ia lebih memilih untuk meneruskan ceritanya hingga tuntas.
“Yah kurang lebih begitulah Khat..” ucap Carrol mengakhiri cerita tentang mimpinya itu.
Khat tertegun, lalu tawanya pun meledak seketika.
“Buahahahaahaha... Mimpimu miris sekali Carry! Bagaimana mungkin Justin menolak cintamu?! Kau kan cantik.. Lebih cantik dari Zelena malah.. Hahahhahaaa, kasihan sekali kau!” komentar Khat meledeknya.
Serta-merta Carrol pun langsung melayangkan sebuah bantal kewajah Khat. Ia tampak kesal melihat tampang Khatrien yang mengejeknya seperti itu.
“Tapi mimpiku tidak semiris yang kau bayangkan! Buktinya aku berkesempatan menonton konsernya, memeluknya, mencium pipinya, dan bahkan mengenalnya lebih dalam. Di mimpiku dia sosok yang menyenangkan Khat..” cetus Carrol dengan senyum yang mengembang.
“Setelah mengalami mimpi ini aku menjadi semakin mengaguminya. Kau tahu? Sekarang aku semakin percaya dengan kalimat yang berbunyi `nothing is impossible in this world`.. Yah, suatu saat nanti aku pasti akan bertemu dengan idolaku itu!” Carrol masih melanjutkan ucapannya dengan nada yang lebih menggebu-gebu lagi.
Didepannya Khat hanya tersenyum miring sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata Carrol tidak berubah, masih mengagumi Justin dengan sebegitunya. Padahal keindahan yang ia rasakan selama menjadi belieber itu hanya didapatkannya dialam mimpinya saja! Yeah, Merely a Dream.
***
Carrol sudah mengatakannya sejak tadi..
Bahwa keinginannya untuk bertemu atau bahkan menjadi `someone special ` bagi idolanya itu mustahil terjadi..
Terbukti sosok itu hanya mampu hadir didalam mimpi..
Tapi itu semua tidak membuat Carrol lantas berputus asa..
Carrol masih mengaguminya seperti biasa..
Karena Carrol percaya, someday her dreams will come true..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar