Pura Pura Cinta

Senin, 25 April 2011

"_Tentang Sebuah Kisah : Aku, dia dan mereka_" Ending

MiNia Story






Bagian 5


»» Waktu yang dinanti. Semoga saat waktu itu tiba aku tidak akan menelan kekecewaan. Dan kini saatnya aku mempersiapkan diri untuk semuanya ««

Aku mengetuk-ngetukkan pulpenku ke atas meja. Lembar buku tulis dihadapanku masih kosong. Tugas yang diberikan Bu Ira sebelum beliau meninggalkan kelas belum satu pun ku kerjakan. Aku sedang memikirkan waktu yang tepat untuk mengutarakan isi hatiku kepada dia. Jangan sampai semua usahaku menjadi sia-sia. Setidaknya..secepatnya aku harus menyampaikan isi hatiku kepada dia. Kalau tidak, Debo akan mendahuluiku. Apalagi beberapa hari belakangan ini ku lihat Debo semakin sering mendekati dia. Saat ini pun Debo sedang meminta bantuan dia untuk mengerjakan tugas pemberian Bu Ira. Huhhhh...ayolah Rio, semangat...kalau jodoh tidak akan kemana

"Eh bro, kenapa lo"

Aku mendengus kesal kepada Alvin yang duduk dibelakangku. Tepukannya barusan terasa keras bagi orang yang sedang melamun sepertiku, yah meskipun pada kenyataannya tepukan itu sangat lemah

"BT...gak semangat"jawabku malas

"Gara-gara Debo..??"aku memutar pandanganku ke depan setelah mendengar pertanyaan Gabriel "dia.."Gabriel menunjuk Debo dengan pulpennya "..kalau dibandingin sama lo dia tuh gak ada apa-apanya tau, semangat dong"

Hemm...Gabriel benar-benar the best, bukan cuma sebagai saudara kembarku saja tapi juga sebagai teman, sahabat...ahhh pokoknya, dia selalu bisa mengatasi kegelisahanku

"Thanks bro"ucapku sambil tersenyum

"Jadi, kapan lo mau nembak Ify..??"Alvin yang entah sejak kapan berdiri disampingku melontarkan pertanyaan yang memang sedang menjadi pemikiran besar ku belakangan ini

Aku mengangkat bahu, karna aku sendiri juga belum tahu "ntahlah, gue bingung"

Dan sebuah jitakan mendarat mulus dikepalaku. Aduhhh..sakitt

"Elo beneran cinta gak sih sama dia..??"

Pertanyaan Gabriel barusan membuat mataku melotot. Hal itu mestinya tidak perlu dipertanyakan lagi, karna sudah jelas kalau jawabannya iya

"Ya ialah"

"Tembak dong Yo"

Aku melengos mendengar sahutan Alvin. Kalau ngomong doang mah gampang, tapi...ngelakuinnya itu lho, susah...

"Lo pikir nembak cewe gampang..??"

"Alahhh..Yo, masa' lo kalah sih sama Alvin"ucapan Gabriel itu mengundang tatapan kesal dari Alvin, membuatku tertawa kecil karna melihat mata sipit Alvin yang tidak bisa membesar "nih yah, Alvin yang dinginnya ngalah-ngalahin kutub utara aja bisa nembak Sivia, kenapa lo nggak"

Siippp...ini seperti sebuah cambuk penyemangat untukku. Gabriel benar, masa' Alvin bisa aku nggak..?? Apa kata dunia..??

Aku mengangguk sambil tersenyum pasti "lo bener Yel, Alvin aja bisa, kenapa gue ngga..??"sahutku sambil melirik Alvin, Alvin melengos dan mencibir pelan

"Jadi kapan..??"

"Apanya..??"tanyaku polos, Gabriel dan Alvin kompak menepuk jidat mereka

"Jadi kapan lo nemb..."

Aku langsung membekap mulut Gabriel dan Alvin dengan kedua tanganku. Gilaa..bisa runyam kalau sampai anak-anak satu kelas tahu

"Ngga pake teriak"ujarku ketus, Gabriel dan Alvin menyeringai lebar sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya bersamaan

"Jadi kapan Rio..??"tanya Gabriel setelah aku melepaskan bekapanku dari mulutnya, Alvin mengangguk-angguk mendengarkan pertanyaan Gabriel

Aku mengetuk-ngetuk kepalaku dengan ujung pulpen 'sok mikir' "Ngga tau.."jawabku akhirnya sambil menggeleng

"Riooooooo...."

Aku tertawa kecil mendengar paduan suara Gabriel dan Alvin ‎yang mengundang tatapan bertanya dari seluruh penghuni kelasku termasuk dia dan Debo

"Kenapa Yo..??"

Dia bertanya saat mataku tepat jatuh dikedua matanya, aku menggeleng kikuk

"Ngga Fy, ngga papa"

"Ahhh..biasa, cari perhatian"

Meskipun dari jarak yang agak jauh, aku bisa mendengar cibiran pelan dari Debo yang disahuti dengan teguran halus oleh dia. Ahahahaaa...Ify memang baik, dia selalu membelaku

"Kamu udah selesai Yo..??"

Aku melirik lembaran buku yang masih kosong dihadapanku, kemudian menggeleng sambil tersenyum malu "belum.."

"Ngga ngerti yah..??"aku menggaruk-garuk kepalaku, sedangkan Gabriel dan Alvin cekikikan ditempat mereka "aku bantuian yah"tawarnya sebelum mendengar jawabanku dari pertanyaan dia sebelumnya. Dan lagi, tanpa mendapatkan persetujuan dariku, dia langsung membereskan peralatan tulis miliknya dan berpindah ke tempatku. Aku menghadiahi Debo dengan senyuman manis tapi meremehkan...ahahaa

Dia menempati kursi Gabriel yang memang dengan sengaja ditinggalkan Gabriel untuknya. Kemudian mempersiapkan semua peralatan tulisnya diatas meja. Aku memperhatikan tiap lekuk wajahnya dari samping. Ya Tuhan...makhluk ciptaan-Mu ini benar-benar indah...
Hahhh..aku rasa, akan sulit untukku berkonsentrasi jika dia yang menjadi guruku. Buktinya, saat ini aku mulai gelisah. Degup jantungku yang dengan nakalnya mulai berlompatan kesana kemari. Belum lagi kucuran keringat ‎yang mulai mengalir di pelipis dan membasahi telapak tanganku saat ini. Ckckkk...aku benar-benar grogi saat ini

"Kamu sakit Yo..??"

Aku terkesiap, dengan refleks aku menggeleng kecil "ngga kok"

"Tapi kok keringetan gitu..?? Kan AC nya jalan"dia merogoh sakunya dan mengeluarkan tissue miliknya.
Ini nih, ‎yang membuat aliran darahku mengalir dengan semakin cepat. Dia menghapus bulir-bulir keringatku dengan tissue miliknya, aku langsung melirik ke arah Debo. Benar saja, mukanya memerah penuh amarah

"Emm....maa...makasih Fy"

Ya Tuhan...kenapa aku selalu gugup saat berdua dengan dia..??

"Sama-sama"dia tersenyum manisssss sekali "kita lanjutin belajarnya yah.."ajaknya. Dan kali ini aku berusaha untuk benar-benar menyimak apa yang dia ajarkan padaku.

Baiklah Rio, mestinya sudah tidak ada lagi kebingungan itu. Aku harus segera menentukan waktu yang tepat untuk menyampaikan isi hatiku kepada dia

»» Sekarang atau tidak sama sekali ««

Aku mematut diriku didepan cermin lebar dikamarku. Ku telusuri tiap detail wajah dan pakaianku, aku tidak ingin cacat sedikit pun malam ini. Aku mengenakan pakaian yang cukup santai, dengan kaos putih polos ‎yang kemudian dilapisi dengan kemeja hitam polos yang lengannya ku lipat sampai batas siku. Dua kancing atas kemeja hitamku, ku biarkan terbuka. Dan sebagai bawahannya, aku memakai skiny jeans hitam. Huhh..lumayan, tidak mengecewakan. Setidaknya itulah penilaianku terhadap penampilanku sendiri.
Aku mengambil sepatu kets hitam putihku untuk semakin menyempurnakan penampilanku malam ini.

Lagu fireflies mengalun cukup lama. Menyadarkan ku dari ke-terpesona-an-ku terhadap penampilanku sendiri malam ini. Aku meraih handphoneku yang tergelatak disamping bantal. Dan menemukan sebuah pesan singkat dari Alvin

=====
From : Alvin

Yo, gue bareng Via duluan ya.
G'luck...semoga sukses :)
=====

Aku menghela nafas setelah membaca pesan singkat yang dikirimkan Alvin kepadaku. Hadehhh..itu artinya, aku akan datang sendiri malam ini ke acara dia. Yahh..malam ini, tepat tanggal 06 desember, dia mengadakan acara perayaan ulang tahunnya ‎‎yang ke 17. Acara ini juga akan menjadi acara perpisahan karna mulai besok dia akan meninggalkan Jakarta dan kembali ke Bandung. Dia sudah menyelesaikan tugasnya sebagai siswa percontohan dari sekolahnya di sekolahku. Hummm...malam terakhir, dan aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada malam ini. Aku sudah mantap, aku akan menyatakan cintaku kepada dia. Diterima atau tidaknya itu urusan belakangan, seperti kata Gabriel...kalau jodoh takkan kemana. Tapi kalau aku boleh PD, sepertinya dia juga memiliki rasa yang sama denganku.

Aku segera menyambar kunci mobil ‎yang tergantung di meja belajarku, setelah memastikan penampilanku sudah keren malam ini

"Come on Rio...lo pasti bisa"gumamku menyemangati diriku sendiri

-----

Suasana rumah dia malam ini sangat berbeda dengan pada saat malam pertama aku mengunjunginya. Berpuluh-puluh orang telah berkumpul dihalaman depan rumahnya yang sepertinya memang dijadikan sebagai tempat acara berlangsung

"Hai Yo"

Aku menoleh, sebuah senyuman manis menyapaku yang baru saja membalikkan badan. Oh Tuhan...dia semakin mempesona saja, aku benar-benar takjub melihatnya

"Eh hai Fy"

"Selalu begitu. Kamu kok akhir-akhir ini ngomongnya suka gelagapan gitu sih Yo..??"

"Gak papa, elo cantik banget malam ini"pujiku jujur

"Apaan sih Yo, kamu tuh ya seneng banget bikin aku terbang"

"Tapi, gue kan jujur"

"Hehee...iya deh. Makasih yahhh"dia tersenyum manis, aku pun balas tersenyum "tapi kamu juga ganteng kok, beda dari biasanya"

Aku tersipu mendengar ucapannya "hehee...makasih Fy"

"Sama-sama Yo"

"Elo kok disini Fy..??"

"Ya trus mau dimana..??"

"Eumm dimana yah..?? Dipanggung mungkin, kan biasanya kalau orang ultah deketan ama MC"

"Kamu telat, tadi tuh aku udah standby diatas panggung sekalian acara potong kue"jawabnya

Sepertinya dia kesal karna keterlambatanku, buktinya dia cemberut. Huhhh..aku baru sadar kalau aku terlambat, padahal aku mempersiapkan diri sejam sebelum acara, kok aku bisa terlambat yah

"Hahh..sorry Fy, gue tadi ke jebak macet dijalan"ucapku beralasan

"Ngga bawa kado..??"dia bertanya dengan kepala yang clingukan seperti sedang mencari-cari sesuatu.

Aku terkekeh, rupanya dia mengharapkan hadiah dariku. Aku meyeringai lebar sambil menggaruk-garuk kepalaku "menurut kamu..??"

Dia mendesah "ya udah gak papa, kamu udah dateng juga aku seneng kok"

"trus kue potongan pertamanya buat siapa tuh...??"tanyaku dengan nada menggoda. Dalam hati aku berdo'a, semoga bukan untuk Debo

"Buat mamah sama papah dong"

"Kedua..??"

"Buat seseorang"

Dia menjawab sambil menunduk, sepertinya malu. Tapi...siapa seseorang yang dia maksud..?? Aku..?? Jelas bukan, karna aku baru datang. Atau Debo..??

"Si..siapa..??"

Dia mengangkat wajahnya kemudian tersenyum "tunggu bentar yah"

Dia membalikkan badannya, namun dengan cepat aku menahan tangannya sehingga ia berbalik menatapku dengan alis terangkat

Aku tersenyum "selamat ulang tahun Alyssa"ucapku sambil menaruh sebuah mini box ke dalam genggamannya

Dia menutup mulutnya dengan tangan kirinya yang memang kosong "Rio..ya ampun"

Ekspresinya lucu, membuat tanganku reflesk mengacak-acak rambutnya yang tertata rapi itu "gue gak mungkin dateng dengan tangan kosong"

"Makasih ya Yo..makasih bangettt..aku seneng banget, sumpah"

Aku bisa mendengar dengan jelas, kalau ia mengucapkannya dengan sungguh-sungguh

"Ya udah, tunggu disini bentar yah"

Aku hanya mengangguk, meng-iya-kan permintaannya. Kurang lebih 5 menit aku menunggu, dia kembali dengan kedua tangan tersimpan dibalik punggungnya

"Elo bawa apa..??"

Dia tersenyum "potongan kedua aku buat kamu"

Dia menyodorkan sepiring kecil yang berisi sepotong kue ulang tahunnya ke hadapanku. Aku masih bingung, tidak menyangka potongan kedua kue ulang tahunnya, dia berikan kepadaku

"Malah bengong, buka mulut kamu"suruhnya, tangan kanannya menyendok potongan kue ulang tahun itu dan menyuapinya ke dalam mulutku

"Makasih"

"Buat..??"

"Buat potongan keduanya..ehehee"

"Sama-sama"dia kembali tersenyum, kemudian mengembalikan piring -bekas kue ulang tahun- di tangannya kepada pelayan yang melintas disekitar kami "tau alasen aku gak, kenapa aku ngasih potongan keduanya ke kamu..??"

Aku menggeleng, jelas saja aku tidak tahu "ngga"

"Karna kamu...."

Ucapan ‎yang akan keluar dari mulutnya terpotong oleh dering handphonenku. Dengan cepat aku merogoh saku jeansku, kemudian menekan tombol penerima panggil setelah membaca nama penelponnya

"Hallo"

"...."

"Sorry tante, tapi saya..."

"...."

"Aduhhh..."

Aku bingung, penelpon ‎yang tak lain adalah Ibu nya Agni memintaku untuk ke rumah sakit malam ini juga. Agni adalah mantanku, kami putus karna Agni memilih untuk bertunangan dengan Riko. Ahhhh...mengingat itu aku menjadi sakit hati lagi, rasanya seperti mengusik luka lama yang sudah susah payah ku sembuhkan

"...."

Aku semakin bingung, beliau -Ibu Agni- memaksaku untuk pergi ke rumah sakit. Pasalnya setengah jam lagi Agni akan melakukan oprasi dan dia memintaku untuk menemuinya sebelum memasuki ruang oprasi

Aku menghela nafas sebentar sebelum memberikan jawaban atas dua pilihan yang sangat berat. Tetap disini dan segera menyampaikan isi hatiku kepada dia...atau...meninggalkan rumah ini dan menemui Agni yang sebentar lagi akan berjuang untuk hidup dan matinya. Ya Tuhan...semoga apa yang aku pilih adalah hal yang benar

"Baiklah tante, 15 menit lagi saya ada disana"

Aku memutuskan sambungan telpon dan menatap dia dengan pandangan tak enak. Dia tersenyum, sepertinya kali ini senyum yang dipaksakan

"Kalau emang ada hal penting yang mesti diselesein, kamu boleh pulang kok"ucapnya sambil menyentuh pundakku "thanks udah dateng yah..."sambungnya, kali ini terdengar lebih pelan

"Maaf..."

"Gak perlu minta maaf"

Aku semakin merasa bersalah. Perasaan hatiku bergejolak saat ini, kenapa ada saja halangan saat aku mulai meyakini semuanya dan bersiap menyampaikan ‎apa yang telah ku yakini itu..
Entah keberanian dari mana, aku melangkah maju dan segera memeluk dia. Ini sepertinya akan menjadi pelukan terakhir, karna besok dia akan kembali ke Bandung.
Hening. Aku dan dia sama-sama diam dalam posisi berpelukan. Sesaat kemudian aku teringat dengan janjiku yang akan datang 15 menit setelah memutuskan sambungan telpon tadi.

Aku melepaskan pelukanku "so..sorry Fy, refleks"ucapku, dia menggeleng dan tersenyum. Aku bersiap memutar badanku, untuk segera pergi meninggalkan pesta ini. Namun aku merasa sesuatu menahan tanganku. Dan....

"Makasih udah mau dateng kesini, makasih udah mau jadi temen aku selama aku disini, makasih...makasih buat semuanya"

Aku kaget. Bukan, bukan karna ucapan terima kasih dia. Tapi...karna saat dia menahan tanganku dan aku berbalik, dia mencium pipiku dengan cepat. Dan harus aku akui, saat itu aku sempat menahan nafas, belum lagi degup jantungku yang kembali berdendang diiringi dengan aliran darah yang kian cepat.

Dan setelah mengucapkan semua itu, dia berlari meninggalkanku. Dia menangis..?? Sepertinya begitu. Karna saat menyampaikan rasa terima kasihnya, aku bisa melihat kedua bahunya yang bergetar. Dan saat dia berlari meninggalkanku, dia sempat menaikkan tangannya, entahlah..sepertinya dia mengusap air matanya

-----

Aku memacu mobilku dengan cepat. Ku harap pengorbananku meninggalkan pesta dan menunda penyampaian isi hatiku itu tidak berakhir sia-sia. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, aku terus memikirkan dia. Dan baru ku sadari, sepertinya ada yang janggal saat ia mengutarakan rasa terima kasihnya...aku merasa masih ada hal lain yang ingin disampaikannya. Tapi apa..?? Arghhhh...aku tidak tahu, karna aku tidak bisa membaca matanya ‎yang sepertinya mengisyaratkan sesuatu.

Ya Tuhan....aku harap, Engkau memberikanku kesempatan untuk besok bisa bertemu dengan dia meski untuk terakhir kalinya. Izinkan aku untuk menyampaikan seluruh isi hatiku yang dengan sungguh mencintai dan menyayanginya. Apa pun isi hatinya, sama atau tidak dengan isi hatiku..aku tidak akan mempermasalahkannya

»» Dan jawabannya bukan 'sekarang' bukan juga 'tidak sama sekali'. Aku harap...kita bisa bertemu kembali suatu saat nanti ««

Aku merasa bersalah sekali. Karna menurut cerita mereka, dia menangis dan meninggalkan pesta setelah kepergianku. Oh Tuhan...sepertinya aku telah mengacaukan pestanya.

Setelah siap dengan seragam sekolahku, aku bergegas keluar dari kamar untuk menghampiri Gabriel. Aku ingin bertanya, apakah kira-kira dia belum berangkat..?? Semoga Gabriel tahu jawabannya

Tok tok tok

Pintu kamar Gabriel terbuka. Gabriel keluar dengan dasi yang belum terikat rapi

"Tumben lo udah siap Yo..?? Nyamperin gue ke kamar lagi. Ada apaan nih..??"

"Eumm..kira-kira Ify udah berangkat belum..??"

"Dia bilang sih, pesawat dia berangkat jam setengah 8 gitu"Gabriel menjawab pertanyaanku sambil membetulkan ikatan dasinya.

Aku melirik arloji ditanganku. Jam menunjukkan pukul 06 lewat 55 menit. Jarak dari rumahku menuju bandara cukup jauh, namun ku harap aku bisa mengejar dia sebelum dia benar-benar pergi meninggalkanku dan perasaanku

"Gue cabut, tapi hari ini gak masuk"

Aku bersiap berlari namun Gabriel menahan lengan kananku

"Lo mau bolos..?? Ngejar Ify..??"tanya nya beruntun, aku menghela nafas kemudian mengangguk. Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, aku segera berlari dan menyambar kunci mobil Gabriel -karna kunci mobil Gabriel berada didekatku- dan kemudian memacu mobil milik Gabriel menuju bandara. Tuhan...kali ini saja, sempatkanlah aku bertemu dengan dia

-----

Aku berlari-lari didalam bandara. Pandanganku menyebar ke seluruh penjuru ruangan ini. Sambil melirik jamku, aku rasa dia masih disini. Karna jam masih menunjukkan pukul 07 lewat 25 menit, yah masih ada waktu 5 menit sebelum pesawat yang ditumpanginya terbang

"Ya Tuhan...Ify dimana..??"batinku gelisah. Kepalaku clingukan mencari-cari sosok dia. Namun hasilnya nihil. Hingga akhirnya suara seorang wanita yang menyampaikan bahwa pesawat penerbangan Bandung akan segera berangkat. Aku semakin gelisah karna tak menemukan dia, dan..hei..itu dia. Meskipun dari belakang, aku dapat mengenali rambut dan postur tubuhnya

"Ify..."teriakku tak karuan. Nafasku mulai tersengal-sengal, tapi aku tetap menyerukan namanya. Sial..dia tidak mendengerku

"Ify..."teriakku. Dan kali ini dia menoleh. Benar dia Ify, namun sayang dia berbalik hanya untuk tersenyum dan melambaikan tangannya setelah itu dia menghilang

"Oh Tuhan..aku belum mengatakannya..aku belum menyampaikannya"

Aku merasakan handphoneku berdering. Dengan cepat aku mengambilnya dan mendapatkan sebuah pesan singkat disana

=====
From : Ify Alyssa

Terima kasih sudah menjadi seseorang yang spesial sejak kedatanganku pertama di Jakarta dan entah sampai kapan...g'bye :)
=====

Oh Tuhan...apalagi ini..?? Apa ini artinya dia memiliki rasa yang sama denganku. Astaga, aku lupa, pesawat sudah lepas landas dan itu berarti dia sudah terbang. Otomatis handphonenya pun dalam keadaan mati. Aku mengurungkan niatku yang ingin menelponnya. Berusaha menenangkan perasaanku. Dia pergi meninggalkanku. Meninggalkan rasa yang ada untuknya. Meninggalkan penyesalan yang ada untuknya. Meninggalkan sejuta pertanyaan tentang kenyataan hatinya untukku.

Aku berharap dia akan menjemput rasa yang tertinggal dihatiku untuknya.
Aku berharap dia akan menghapus penyesalan dihatiku yang ada karenanya.
Dan aku harap, dia akan kembali demi menjawab sejuta pertanyaan yang ada dihatiku untuknya.


Semoga Tuhan mempertemuka kami kembali suatu saat nanti.




_with Love Nia Stevania_

"_Tentang Sebuah Kisah : Aku, dia dan mereka_" bagian 4

MiNia Story




Bagian 4


»» Disaat restu sudah ditangan, aku justru merasa ragu untuk bisa mendapatkanmu ««

Aku sedang terduduk dibangku taman ‎yang terletak didekat musholla sekolahku. Pandanganku menyebar, mencari-cari sesosok wanita, dia.
Aku berencana untuk memberitahukan kepada dia bahwa mereka -Shilla dan Sivia- ingin meminta maaf. Dia pasti senang, apalagi dia pernah mengutarakan keinginannya untuk bisa berteman akrab dengan Sivia dan Shilla. Yahhh..bagaimana pun juga, Shilla dan Sivia adalah teman -satu sekolah- lama dia kan..?? Sudah semestinya kalau mereka saling bercengkrama satu sama lain.
Mataku sudah lelah mencari-cari dia, tapi hasilnya nihil. Padahal sebentar lagi waktunya dia melakukan shalat dzuhur, dan biasanya dia akan datang minimal 5 menit lebih awal dari waktu adzan.
Aku mencoba mengedarkan pandanganku sekali lagi. Senyum sumringah terukir dibibirku saat ku dapati dia sedang melangkah ke arahku, mungkin lebih tepatnya ke arah musholla ini. Tapi...dia tidak sendiri. Disampingnya ada Debo -salah satu teman sekelasku- ‎‎yang terlihat asik membicarakan sesuatu dengan dia. Ahhhh..lagi-lagi perasaan kesal itu hadir, aku cemburu.
Dia semakin mendekat dengan senyuman manis yang sepertinya untukku. Aku menghirup nafas sejenak, sesaat sebelum dia benar-benar berada tepat dihadapanku

"Hai Yo"

"Eumm...hai Fy"aku membalas sapaannya dengan kikuk. Ohhh...Tuhan..kenapa detak jantungku semakin hari semakin sulit dikontrol saat bertemu dia..?? Tenangkanlah Tuhan..kali ini saja

"Kok malah diem sih Yo..??"

"Ehh..sebenarnya gue peng..."

"Eh udah adzan, masuk yuk Fy"

Shitt..!! Aku mengumpat kesal. Debo baru saja memotong ucapan ‎yang dengan susah payah ku usahakan untuk keluar dari mulutku. Hahh..aku bisa menebak, Debo tidak suka denganku yang mungkin menurutnya dekat dengan dia. Meskipun pada kenyataannya aku dan dia memang dekat. Aku bisa melihat jelas sorot mata penuh ketidak sukaan dimata Debo

"Bentar De"aku tersenyum miring mendengar sahutan dia "kamu mau ngomong ‎apa Yo..??"

"Aku mau bilang kalau..."

"Gak baik menomer duakan Tuhan Fy, dan sebaiknya kamu memenuhi panggilan Tuhan dulu setelah itu baru makhluk-Nya"

Ohh..Tuhan...‎Debo benar-benar pengganggu.
Aku bisa melihat raut kebingungan diwajah dia. Well, aku akui perkataan Debo ada benarnya. Tapi, bisakan dia mengucapkannya dengan manis bukan tatapan sinis

"Ya udah, kamu shalat dulu aja Fy"suruhku "ntar gue sms-in lo aja kalau lo lagi sendiri"sambungku sedikit menyindir Debo. Dia mengangguk dan tersenyum kecil

"Makasih Yo buat pengertiannya"

"Sipp, gue ke kelas dulu yah..bye"aku pamit, dia menjawabnya dengan sebuah senyuman.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh dari musholla, aku memandangi punggung dia ‎yang mulai menghilang dibalik pintu musholla.

-----

"Sekedar ngingetin yah, elo gak pantes sama Ify"

Aku menatap Debo dengan alis bertaut. Apa maksud Debo berkata seperti itu..??

"Maksud lo apa..?? Gue gak ngerti"ucapku berusaha biasa

"Gak usah pura-pura bego, elo suka kan sama Ify..??"aku mengangguk mantap "gue peringatin sama lo, elo jangan pernah ngedektin Ify. Karna elo sama dia beda..inget beda"aku bisa merasakan tatapan tidak bersahabat Debo "dan gak perlu gue jelasin, lo pasti ngerti dengan maksud perbedaan itu"

Debo pergi setelah mengucapkan semua itu. Dan aku hanya memandang penuh amarah ke arah pintu gerbang, sebelum Debo menghilang dari sana
Hahhh...kenapa Debo begitu sinis sih tadi..?? Apa Debo juga menyukai dia..?? Tapi..bukan berarti Debo bisa bersikap seenaknya kan..?? Aku tau, aku dan dia berbeda. Dia Islam sedangkan aku..?? Tapi bukan berarti aku tidak boleh jatuh cinta kepada Dia kan..??

»» Sebuah lagu menenangkan hatiku. Lagu kesukaanmu yang mulai menjadi lagu kesukaanku. Dan setidaknya aku semakin mantap untuk bisa memiliki hatimu ««

"Bukankah kita diciptakan untuk dapat saling memahami...mengapa ini yang terjadi"

Aku berdiri dibelakang dia yang sedang bersenandung pelan. Sepertinya dia menyenandungkan lagu ‎yang terputar dari mp3 miliknya. Karna aku sudah hafal betul kebiasaannya ‎yang sering menyendiri sambil mendengarkan lagu di taman dekat musholla ini.
Suara dia yang begitu menghanyutkan membuatku tidak menyadari bahwa lagu yang ia bawakan sudah berakhir. Diluar kesadaranku, aku bertepuk tangan, takjub. Dia menoleh dan tersenyum malu, aku berkata demikian karna melihat dia yang salah tingkah

"Suara lo bagus"

"Masa' sih..?? Lagunya kali yang bagus"

"Lagunya bagus..??"aku memasang tampang 'sok mikir' sambil memposisikan duduk disebelahnya "mungkin sih. Tapi..gue lebih terpesona karna ngedengerin suara lo. Buktinya gue sampe gak sadar kalau lo udahan nyanyinya"sambungku jujur. Karna memang itu yang kurasakan

"Kamu paling bisa deh Yo, bikin cewe terbang"

Dia tertawa kecil, dan aku hanya menyeringai bangga kearahnya

"Woyyalahh..Rio"ucapku "eh emang tadi lo terbang..?? Mana..?? Kaki lo masih napak"aku clingukan kearah kaki dia ‎yang masih menapak dirumput, dengan ekspresi kaget yang dibuat-buat. Lagi-lagi dia tertawa sambil meninju pelan pundakku

"Jayus banget sih kamu"

"Jayus..?? Tapi ketawa. Berarti lucu dong"

"Iya deh, terserah kamu aja. Yang penting kamu seneng"

"Eh iya Fy, elo habis dengerin lagu apa..??"tanyaku ingin tahu. Saat mendengarkan dia bernyanyi tadi, aku jadi penasaran ingin mendengar lagu aslinya

"Tere, mengapa ini yang terjadi"dia tersenyum dan menyodorkan mp3 miliknya "nih kalau kamu mau ngedengerin"tambahnya. Aku meraih mp3 putih itu. Baru saja memasangkan satu earphone ke telinga kananku, bel tanda masuk berbunyi. Aku mendengus sebal karna rencana ku untuk mendengarkan lagu itu terhenti

"Yah..pake bel lagi"

"Bawa pulang aja kalau mau. Ntar lagunya kan bisa sekalian kamu copy ke PC kamu"aku mengangguk mendengarkan saran dari dia

"Oke tapi gak papa nih..??"tanyaku basa basi

"Ngga papa kok, tapi besok dibawa yah, soalnya aku suka dengerin mp3 kalau lagi kesepian..ehehe"

Dan kami pun beranjak setelah perundingan singkat itu. Huhhh..jadi tidak sabar untuk cepat-cepat pulang

-----

Aku membanting tubuhku diatas tempat tidur empuk milikku. Melempar asal seragam sekolah ‎yang baru saja kuganti dengan kaos hijau yang lebih santai. Aku merogoh ransel hitamku dan mengeluarkan sebuah mp3 berwarna baby blue dengan les putih. Ku pasang earphone putih ‎yang masih menempel di mp3 itu. Dan aku pun mulai mencari lagu Tere yang didengarkan dia tadi di list lagu. Sekali..dua kali, aku mendengarkan lagu itu. Dan untuk ketiga kalinya aku memutar lagu itu sambil mendengarkannya dengan seksama. Mencoba menghayati makna dari lirik lagu itu

~~~
Tiada ‎yang salah dalam perbedaan
Dan segala yang kita punya
Yang salah hanyalah sudut pandang kita
Yang membuat kita terpisah
~~~

Yah...harus ku akui kalau dipikir-pikir, perbedaan yang ada diantara aku dan dia bukanlah hal yang salah. Karna pada dasarnya semua yang ada di dunia ini diciptakan dengan memiliki perbedaan. Tergantung bagaimana cara kita menanggapinya.

~~~
Karna tak seharusnya perbedaan menjadi jurang
~~~

Kalau dari awal aku sudah menganggap perbedaan itu penghalang, selamanya dia benar-benar akan menjadi penghalang.

~~~
Bukankah kita diciptakan
Untuk dapat saling melengkapi
Mengapa ini ‎yang terjadi
~~~

Semua manusia diciptakan dengan perbedaan. Ada yang mempunyai kelebihan dan ada juga yang memiliki kekurangan. Dan Tuhan punya alasan tersendiri mengapa Ia menciptakan makhluk-Nya dengan berbeda. Logikanya, ‎yang 'berkelebihan' diciptakan untuk melengkapi ‎yang 'berkekurangan', seperti misalnya yang bisa melihat, bisa menjadi mata bagi yang buta. Ahhh...kenapa aku tak pernah berpikir sampai sini sebelumnya..??

~~~
Mestinya perbedaan bukan alasan
Untuk tak saling memahami
Harusnya cinta bisa memberi jalan
Tuk satu kan semua harapan
~~~

Dan kalau aku benar-benar mencintai dia, mestinya aku berusaha keras agar perbedaan itu bukan lagi penghalang untukku dan dia.

~~~
Karna tak seharusnya perbedaan menjadi jurang

Bukankah kita diciptakan
Untuk dapat saling melengkapi
Mengapa ini ‎yang terjadi
~~~

Aku tersenyum puas, kemudian melepaskan earphone putih ‎yang menempel dikupingku. Sepertinya semangatku kembali muncul. Omongan Debo yang sempat terngiang-ngiang ditelingaku dari beberapa hari yang lalu, mulai menghilang.
Ahhh...lagu ini benar-benar ajaib, pantas saja dia menyukai lagu ini. Karna dari lagu ini kita bisa membuka pikiran kita agar tak selalu menjadikan segala macam perbedaan -apapun itu bentuknya-, sebagai penghalang dalam mewujudkan suatu harapan

»» Aku bahagia karna dia bisa berada disini bersamaku dan mereka ««

"Ify.."

Aku mendongak, mengalihkan perhatianku dari semangkuk bakso dihadapanku. Dengan kening berkerut aku menatap Shilla yang baru saja menyerukan nama Ify

"Mereka udah baikan Yo"ujar Alvin seolah membaca pikiranku

"Hai.."

Dia menyapa sambil tersenyum ramah dan tentu saja aku dan mereka juga membalas dengan senyuman yang tak kalah ramah

"Gabung disini aja Fy, Rio kangen tuh"

Well, mungkin Sivia hanya bermaksud untuk menggodaku. Tapi tidak tahukah bahwa aku merasa seperti menjadi orang bodoh saat ini. Karna celetukan Sivia tadi tentu saja membuatku salah tingkah

"Hahh...ap..apaan sih lo Vi"aku agak gelagapan menyahuti celetukan Sivia tadi. Sontak saja, mereka tertawa melihat tingkahku sedangkan dia, dia hanya menahan tawanya

"Eh duduk Fy, gak cape ‎apa lo bediri mulu"ujarku berusaha mengalihkan perhatian mereka

"Emm..aku duduk dimana nih..??"

Dia clingukan mencari tempat kosong. Mereka saling pandang, dan atas inisiatif ku sendiri aku menggeser duduk ku sedikit lebih ke kanan

"Duduk sini aja Fy"suruhku sambil menepuk tempat kosong disebelahku. Dia mengangguk dan mengambil posisi duduk disebelahku

"Ehm..ehm..aduhh, Yel gue keselek nih"

"Hahh..keselek yah Shill, ini nih minum dulu"

Gabriel memberikan segelas es jeruk miliknya kepada Shilla dengan gaya 'sok mesra'. Lalu keduanya tertawa bersama, yahh..aku tahu, mereka sedang menggodaku lagi saat ini

"Kok kamu gak makan Yo..??"

"Hahh..‎engga itu, ini mau makan"aku meringis sambil menghentak-hentakkan kakiku dengan pelan.
Hiuhh..tak tahukah dia..?? Selera makanku menghilang karna dia. Bukan berarti dia perusak moodku, tapi...aku seperti merasa lebih kenyang menatap wajahnya daripada menyantap makanan dihadapanku saat ini

"Ya udah, dimakan dong Yo. Kok malah di diemin"ucapan dia membuyarkan lamunanku "ntar kalau dingin nggak enak lagi lho"

Aku tertawa kecil, tidak menyangka gadis yang awalnya ku kenal sebagai gadis -cukup- pendiam ternyata bisa cerewet juga

"Malah ketawa"dia mencibir pelan

"Ehehe...habis, sekarang elo cerewet banget deh perasaan. Padahal sebelum-sebelumnya rada pendiem"

"Apaan sih Yo"dia mendorong pelan pundakku, membuat tubuhku terdorong ke belakang dan tepat menubruk bahu Gabriel. Sehingga, bulatan bakso yang hampir mendarat didalam mulut Gabriel terlempar jauh ke mangkuk Alvin

"Huahahahaaa"aku tak dapat menahan tawaku, begitu pun dengan dia dan mereka. Kecuali Gabriel, yang nampak memajukan bibirnya beberapa centi

"Rese' banget sih lo Yo, bakso terakhir gue tuh"ucap Gabreil agak kesal. Garpunya mengarah ke dalam mangkuk Alvin

"Eitsss...ini mangkok gue dan segala yang ada didalam mangkok ini adalah milik gue"ujar Alvin sambil menepis tangan Gabriel ‎yang siap menusukkan garpunya ke salah satu bakso di mangkuk Alvin

Hahhh...dan aku merasa, keadaan semakin menyenangkan saat ini. Semoga ini akan berlangsung selamanya



_With Love Nia Stevania_

"_Tentang Sebuah Kisah : Aku, dia dan mereka_" Bagian 3

MiNia Story




Bagian 3


»» Telah ku putuskan untuk menceritakan semua ini pada kembaranku. Kembaranku pasti bisa mengerti aku, karna kami satu ««

Aku mencelupkan kedua kaki ku ke dalam kolam renang yang terletak di halaman belakang rumahku, setelah sebelumnya aku menaikkan celana panjangku hingga batas lutut. Aku merenung, memikirkan perasaanku untuk dia dan tentang reaksi mereka jika mengetahui aku mencintai dia. Jujur, sampai detik ini aku belum mengetahui alasan mereka -lebih tepatnya Shilla dan Sivia- tidak menyukai gadis sebaik dia.
Aku mendesah, kedua bola mataku memandangi ribuan bintang ‎yang terhampar dilangit luas. Melihat lengkungan bulan malam ini, aku jadi teringat senyumannya, senyuman ‎yang ku rasa selalu menghiasi bibirnya

"Ngelamun aja lo Yo"

Aku menatap Gabriel ‎yang baru saja menegurku. Gabriel langsung menghempaskan tubuhnya disebelah kiriku, kedua kakinya ikut tenggelam seperti kedua kakiku

"Belum tidur Yel..??"tanyaku. Biasanya Gabriel akan tidur paling lambat jam 11 malam dan ketika aku melirik arloji di tangan kananku, jam telah menunjukkan pukul 11 lewat 35 menit

"Ngga tau nih, gue gak bisa tidur. Kaya ada pikiran gitu"

Jawaban Gabriel membuatku tertawa geli. Apa karna aku dan Gabriel kembar, sehingga dia merasakan ‎apa yang aku rasakan..??

"Apaan..??"

Ku lihat Gabreil mengangkat bahu "ngga tau. Eumm mungkin, yang ada pikiran elo kali Yo"

Aku mendesah, menimbang-nimbang apakah sebaiknya aku menceritakan semuanya pada Gabriel..?? Atau tetap menyimpannya ntah sampai kapan..

"Kenapa lo..??"

Aku menggeleng kecil "gue mau ngobrol dikit sama lo, boleh gak Yel..??"

"Apaan sih, kaya sama siapa aja. Cepetan cerita"

Sepertinya Gabriel benar-benar penasaran dengan apa yang ingin aku bicarakan saat ini. Sudahlah, cepat atau lambat Gabriel memang harus tahu, bahwa aku, Mario Stevano saudara kembar Gabriel Stevent jatuh cinta kepada seorang Alyssa Saufika

"Kalau gue jatuh cinta, lo percaya gak..??"

Gabriel terlihat heran, mungkin karna mendengar pertanyaan anehku "eum...ya percayalah, elo...cowo tulen kan..??"

Aku menjitak kecil kepalanya "ya ialah"

"Terus lo jatuh cinta sama siapa..??"aku menatap Gabriel dengan perasaan campur aduk "eumm...Ify yah Yo..??"

Tepat. Tebakan ‎yang tidak meleset, dengan lemah aku menggerakkan kepalaku kebawah, mengangguk

"Lo serius..??"dan lagi-lagi aku mengangguk "tapi anak-anak kan..??"

"Gak suka sama Ify..??"tanyaku memotong ucapan Gabriel, Gabriel menjawabnya dengan sebuah anggukan

"Sebenernya yang ngebuat kalian gak suka sama Ify apasih..?? Ify kan cewe baik, dia gak pernah ngejahatin lo semua"tanyaku menggebu-gebu "dan kalau pun dia dijahatin Shilla sama Sivia, dia gak pernah ngelawan atau malah ngaduin ke guru-guru"

"Gue sih gak benci sama dia. Malah jujur, dari awal gue udah simpatik ama dia"

Mataku terbelalak, ‎apa itu artinya Gabriel juga jatuh cinta kepada Ify..??

"Maksud lo..??"

"Ngga usah takut, gue cuman simpatik gak sampe naksir kok"

Gabriel malah terkekeh pelan, dan dengan senyuman aku menghembuskan nafas lega

"Syukur deh, eh jadi kenapa anak-anak gak suka sama Ify..??"

"Yang gak suka mah cuman Shilla sama Sivia aja kali, gue sama Alvin sih netral"

"Ya alasan Shilla sama Sivia ‎apa..??"

"Dulu Ify SMPnya di Jakarta, trus dia satu sekolah sama Shilla ama Sivia. Ya mereka suka saingan gitu deh buat jadi murid teladan dan pemenangnya selalu Ify"aku mendengarkan cerita Gabriel dengan serius "trus dari situlah awal permusuhan mereka, lebih tepatnya permusuhan ‎yang sengaja diciptaiin Shilla sama Sivia"sambung Gabriel

"So, kalau gue jatuh cinta sama Ify gak papa dong..??"tanyaku dengan wajah berseri-seri. Sengganya kalau Gabriel merestui, aku bisa lebih mudah untuk mendapatkan restu dari Shilla juga

"Itu hak lo Yo"Gabriel menepuk-nepuk pundakku "gue salut sama Ify, dia satu-satunya cewe ‎yang bisa ngeluluhin hati lo setelah lo disakitin Acha"

"Gak usah bawa-bawa Acha deh"sahutku kesal. Sampai detik ini aku masih belum terima dengan sikap Acha yang berselingkuh dibelakangku

"Sorry brother"aku tersenyum "eh tapi lo jangan langsung ngomong ke Shilla sama Sivia deh kalau lo gak mau terjadi perang"aku mengangguk mendengarkan pesan Gabriel

"Thanks yah Yel"

"Buat..??"

"Buat semuanya, restu lo, semangat lo. Pokoknya semua ‎yang udah lo lakuin buat gue. You're the best brother for me"

Aku dan Gabriel berpelukan hangat. Ahhhh..rasanya sudah lama sekali kami tidak melakukan ini

"Karna kita satu hati, satu jiwa, satu rasa"ucapku dan Gabriel bersamaan

»» Aku hampir melupakan rencana kita malam itu. Dan aku baru tersadar setelah membuat dia menunggu lebih dari dua jam. Tapi sepertinya itu juga cara Tuhan untuk semakin mendekatkan hubunganku dengannya ««

Aku bingung. Tangan ku bergerak naik turun menuju ke arah bel rumah miliknya. Antara ingin memencet atau tidak. Aku baru ingat kalau malam ini aku dan dia berencana untuk mengerjakan tugas matematika yang diberikan oleh Ibu Irma beberapa hari ‎yang lalu. Rencana awal memang hari minggu, namun akhirnya kami sepakat untuk mengerjakannya di malam minggu saja. Mestinya aku sudah ada dirumah ini sejak 2 jam yang lalu, tepatnya pukul 7 tadi. Tapi karna keasyikan nongkrong dengan teman-temanku, aku jadi hampir melupakannya.
Cukup, bukankah ini sama saja membuatnya menunggu terlalu lama..??
Setelah berkali-kali menghirup nafas, aku segera menekan bel rumahnya

Cklekk...pintu terbuka. Dan aku menemukan sosok seorang gadis manis dengan rambut tergerai bebas. Hanya ada satu penjepit rambut ‎yang terselip dikepala atas, bagian sebelah kiri. Itu dia..?? Sungguh berbeda. Kalau biasanya dia mengikat satu rambutnya, kali ini tidak. Kalau biasanya dia menggunakan kacamata minusnya, kali ini tidak

"Hei...kok ngelamun..??"

Aku tersadar, dan melihat dia sedang tersenyum padaku. Sepertinya dia tidak marah, meskipun aku sudah membuatnya lama menunggu.
Aku tersenyum kikuk, tangan kananku bergerak naik menggaruk-garuk bagian belakang kepalaku. Hal yang sudah menjadi kebiasaanku saat sedang bingung, malu atau canggung

"Eh...eumm sorry"

"Buat..??"

"Gue.."

"Bicara didalem aja yah, kita udah telat dua jam dari waktu yang dijanjikan"ajaknya sambil tersenyum. Dia melangkah masuk terlebih dahulu, dan aku mengikutinya dari belakang.
Setelah mempersilahkan ku duduk disebuah ruangan belajar miliknya, dia pamit untuk mengambilkan minuman untukku

"Nih, di minum dulu"ujarnya sambil menyuguhkan segelas minuman kepadaku. Aku mengangguk dan langsung meneguk habis minuman itu, maklum...karna sadar terlambat aku langsung memacu kendaraanku dengan kecepatan yang tidak biasa. Saking terburu-burunya, aku bahkan melupakan minuman ‎yang baru berkurang 5 centi dari gelasku saat itu

"Eumm..Fy, sorry yah, gue telat"dia tersenyum dan menyerahkan lembaran soal kepadaku "tadi gue, lagi nongkrong sama anak-anak terus keasyikan dan lupa"sambungku setengah meringis

Dia membuka sebuah kotak persegi panjang dan mengeluarkan kacamata minus miliknya. Hummm..mungkin jika di rumah, dia hanya akan menggunakannya saat sedang belajar

"Ngga papa kok, untung masih jam sembilan"dia melirik ke arah jam dinding didepannya "kita kerjain sekarang aja yah, ntar kamu pulangnya kemaleman"

Aku mengangguk. Dalam hati aku berdecak takjub, ternyata dizaman seperti ini masih ada gadis seperti dia. Sabar dan tidak gampang emosi. Bahkan disaat aku berbuat salah seperti ini pun dia masih menyuguhkan senyum termanisnya untukku. Kami mengerjakan 50 soal itu dengan serius. Sesekali aku bertanya padanya untuk soal yang tidak begitu ku mengerti. Dan dengan sabar dia mengajarkanku, meskipun aku selalu salah tapi dia tetap mau mengajariku sampai jawabanku benar.
45 menit kemudian, kami telah menyelesaikan ke 50 soal tersebut. Kami sama-sama merentangkan tangan kami ‎yang mulai kram, sedangkan kedua kaki kami terjulur ke depan

"Thanks ya Fy, berkat lo..gue jadi ngerti"ucapku tulus, dia tersenyum sambil mengangguk "thanks juga karna lo udah mau sabar tadi pas ngajarin gue"sambungku

"Iya Yo, sama-sama. Kamu punya stok kata makasih banyak yah..?? Daritadi say thanks mulu"

Baru saja aku ingin menyahuti ucapannya, aku mendengar suara pintu ‎yang terbuka. Aku dan dia kompak menoleh. Alisku bertaut melihat sesosok pria asing ‎yang tengah tersenyum lebar saat ini kepada Ify

"Lho, Cakka"

Aku mengalihkan tatapanku kepadanya saat mendengar dia mengucapkan sebuah nama, Cakka. Siapa Cakka..?? Kakaknya..?? Setahuku Ify anak tunggal atau pacarnya..??

"Hei Fy"pria itu berjalan ke arah dia dan memeluknya. Aku tercengang menatap adegan didepanku saat ini, sepertinya dia memang pacarnya

"Kka, kenalin..ini Rio, dia temen aku di sekolah"

Aku menerima uluran tangan Cakka dan berkenalan dengannya. Entah mengapa, bibirku terasa sulit menciptakan senyuman saat itu. Sehingga hanya sebuah senyum 'terpaksa' ‎yang aku sertakan saat berkenalan dengan Cakka

"Gue bawain nasi goreng nih buat lo"pria itu menyodorkan bungkusan hitam kepada dia "masih suka nasi gorengkan..??"aku melihat dia mengangguk dengan semangat dan langsung menerima bungkusan pemberian Cakka

"Makasih ya Kka"

Sepertinya mereka lupa, kalau disini ada aku

"Eumm Fy, sorry nih bukannya gak kangen sama lo.."aku kembali tersentak mendengar kata-kata Cakka "..tapi gue ada janji sama nyokap, jadi mesti balik sekarang"aku melihat raut kecewa di wajah dia

"Ahhh...kamu gitu deh"

"Sorry, cantik. Besok gue janji, gue bakalan jadi milik lo sehari penuh. Dari lo bangun tidur sampai lo tidur lagi, gue bakalan ada disamping lo, gimana..??"

Dia mengangguk antusias. Lagi-lagi hatiku mencelos. Besok mereka akan menghabiskan waktu berdua, seharian. Ya Tuhan...sepertinya aku benar-benar jatuh cinta kepadanya, dan sekarang aku cemburu

"Janji yah"

"Sipp"Cakka mengacak-acak kecil rambut dia. Kemudian berpamitan untuk pulang.

"gue duluan yah Yo"aku tersenyum tipis dan mengangguk malas. Aku tetap diam ditempatku, sedangkan dia mengantarkan kepulangan Cakka ke pintu depan

"Hei...sorry yah, tadi aku tinggal sebentar"

Aku mengangguk dan tersenyum tipis. Dia kembali duduk didepanku sambil meletakkan bungkusan hitam pemberian Cakka dan sebuah piring lengkap dengan sendok dan garpunya

"Upss..lupa, nasi gorengnya cuman satu...heehee"dia menyeringai lebar, aku jadi ikut tersenyum "kamu mau..??"

"Ngga, ngga usah..elo makan aja, gue gak papa kok"tolakku halus, meskipun dalam hati aku sangat ingin mengatakan iya

"Aduhh aku jadi gak enak nih. Masa' aku makan sendiri, kita makan berdua aja yah..??"

Penawaran ‎yang menarik, sepiring berdua. Romantis kan..?? Tapi aku masih merasa gengsi untuk berkata 'iya' maka dari itu aku kembali menggeleng

"Ayolah Yo, sekali aja deh, sekali"dia memaksa, kali ini sambil menyodorkan sesendok nasi goreng ke mulutku. Wahh..sepertinya dia ingin menyuapiku. Dengan ragu aku membuka mulut. Dan happp...satu sendok nasi goreng masuk ke dalam mulutku

"Enak gak..??"

Aku mengangguk "iya enak.."jawabku sambil mengangguk 'apalagi disuapin sama lo'tambahku dalam hati.
Entah mendapat pikiran darimana, aku mengambil alih sendok ‎yang berada di tangan dia

"Sekarang elo yang makan.."aku pun menyodorkan sesendok nasi goreng ke hadapan mulutnya. Dia tersenyum sesaat, lalu membuka mulutnya

"Elo anak tunggalkan Fy..??"

"Iya.."

"By the way, nyokap bokap lo kemana..??"

Dia mengunyah nasi goreng dimulutnya terlebih dahulu dan disambung dengan meminum air dihadapannya

"Ya di Bandung lah. Semenjak aku sekeluarga pindah, rumah ini cuman dijaga sama pembantu dan satpam aku aja. Mamah sama papah baru nginep disini kalau lagi ada urusan disini, atau kalau lagi liburan aja"

Aku mengangguk mendengarkan ceritanya. Dan sampai sebungkus nasi goreng itu habis, kami saling menyuapi satu sama lain. Sambil berbagi cerita dan malam semakin larut. Aku pun memutuskan untuk segera pulang karna jam menunjukkan pukul ‎‎10 lewat 15 menit

"Gue pamit yah, malam"

»» Sudah ku putuskan, aku akan membicarakan tentang perasaanku kepada mereka. Dan berharap kebencian dua sahabatku kepada dia bisa menghilang...semoga ««

"Tumben banget Yo, lo ngumpulin kita-kita disini..??"

Aku memandang Sivia yang baru saja melontarkan pertanyaan ‎yang disertai dengan anggukan Alvin dan Shilla. Gabriel..?? Gabriel sudah tau apa rencanaku mengumpulkan mereka

"Gue jatuh cinta..."ucapku menggantung, lalu menatap Sivia, Shilla dan Alvin secara bergantian "sama Ify"sambungku lirih

Aku sudah menduga kalau mereka akan sangat terkejut dengan pengakuanku. Tapi, sudahlah..ku pikir lebih cepat mereka tau itu akan lebih baik.
Dan seperti kata Gabriel beberapa hari yang lalu, Alvin memang tidak terlalu mempermasalahkan soal perasaanku. Hanya Shilla dan Sivia saja ‎yang dengan jelas menentang perasaanku. Hingga perdebatan pun terjadi diantara kami, aku, Shilla dan Sivia. Sedangkan Gabriel dan Alvin memilih diam.
Aku sudah mengenal Shilla dan Sivia cukup lama, jadi aku tau, sekeras-kerasnya mereka pasti akan lunak juga. Dan pemikiranku tidak meleset, setelah perdebatan yang cukup panjang itu, Shilla dan Sivia akhirnya merestui perasaanku. Terima kasih Tuhan...

"Thanks yah Vi, Shill. Lo berdua udah mau ngertiin gue"ucapku sungguh. Sivia dan Shilla sama-sama tersenyum

"Sama-sama Yo. Sorry kalau awalnya gue sama Sivia gak nyetujuin soal perasaan lo"

"Iya, mestinya kita sadar..jatuh cinta itu hak lo, dan sama siapa pun lo jatuh cinta selagi orang itu baik..mestinya kita ngedukung"

Ucapan Sivia itu benar-benar melegakan hatiku. Dan berdasarkan pernyataan nya tadi, aku dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan diantara Shilla, Sivia dan Ify hanyalah masalah kecil yang dilandasi rasa iri. Buktinya, Sivia seperti mengakui kalau Ify adalah gadis yang baik

"Berarti lo ngakuin dong kalau Ify cewe yang baik..??"tanyaku memancing. Shilla dan Sivia saling pandang

"Lo bener, mungkin cuman karna kita iri aja sama dia makanya kita suka..ya marah-marah gitulah kalau ketemu dia"

Penjelasan singkat dari Sivia masih terasa kurang untukku. Makanya aku memutuskan untuk bertanya lagi

"Gak ada masalah lain..?? Yang lebih pribadi mungkin..??"

Lagi-lagi Shilla dan Sivia melempar pandang. Membuat aku, Gabriel dan Alvin ikut melempar pandang, heran. Shilla menghela nafas kemudian mulai berbicara

"Dulu gue sempet berpikir Ify ngerebut Cakka dari gue, karna disaat gue lagi deket-deketnya sama Cakka, Ify malah hadir ditengah-tengah kita.."Shilla menatapku sebentar "dan makin lama mereka makin deket, gue ngerasa jauh dari Cakka"sambungnya. Disebelah Shilla, Gabriel melingkarkan tangannya dipundak Shilla

Tiba-tiba aku teringat, hari ini Ify akan menghabiskan harinya dengan Cakka. Seperti kata Cakka, Ify boleh memilikinya seharian ini. Aku menghela nafas, ‎apa Ify benar-benar memiliki hubungan khusus dengan Cakka..??

"Yo..Yo, kok lo diem"

Aku menoleh ke arah Alvin ‎yang sempat memanggilku

"Ngga, eumm..emang Ify sama Cakka beneran pacaran..??"

"Awalnya gue ngira gitu, tapi ternyata gue salah. Denger-denger Cakka udah punya pacar, namanya Agni. Cewe itu punya hobby ‎yang sama kaya Cakka, main basket sama main gitar"

"Tapi kok semalen gue liat kayanya Ify sama Cakka deket banget yah..??"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku. Membuat ke 4 pasang mata mereka menatap bertanya ke arahku

"Eumm..semalem kan gue ngerjain tugas bareng Ify ya terus si Cakka dateng, ya mereka akrab banget gitu"jelasku sebelum mereka bertanya

"Lo tau darimana kalau itu Cakka..??"

"Kan Ify ngenalin ke gue Yel"

"Wihhh...gak panas lo Yo..??"

"Ya panas lah Vin, apalagi mereka akrab banget, mana pake acara janjian segala lagi hari ini"ucapku kesal. Ahh..cemburu itu hadir lagi

"Tenang Yo, Cakka sama Ify itu cuman sahabat. Mereka sahabatan dari kecil, bertiga sama si Agni juga. Masa' iya Ify ngerebut pacar sahabatnya sendiri"

Sivia benar. Kalau memang Agni juga sahabat Ify, Ify tidak mungkin merebut Cakka dari Agni. Aku bisa sedikit bernafas lega

"Tapi, emang Agni gak marah gitu kalau Ify jalan berdua ama pacarnya..??"

"Cakka sama Agni itu lebih tua 2 tahun dari Ify dan mereka udah nganggep Ify kaya ade mereka sendiri"

Aku manggut-manggut mendengarkan penjelasan lanjutan dari Shilla. Sebentar, kok sepertinya Shilla dan Sivia tau banyak tentang Ify..?? Bukannya dulu mereka tidak menyukai Ify..??

"Kok lo berdua tau banyak tentang Ify..??"

"Karna Cakka itu temennya kak Riko, dan dari kak Riko gue tau semuanya. Apalagi dulu kak Riko sempet suka sama Ify"

"Ohhhh..gitu Shill"aku mengangguk-angguk "sekali lagi makasih banyak ya guys, lo semua udah mau ngertiin gue"ucapku benar-benar tulus. Mereka tersenyum




_With Love Nia Stevania_

"_Tentang Sebuah Kisah : Aku, dia dan mereka_" Bagian 2

MiNia Story




Bagian 2


»» Seperti diberi kesempatan oleh Tuhan, kita dipersatukan dalam suatu tugas kelompok ««

Aku mendengarkan celotehan Bu Irma, guru matematika di kelas ku dengan malas. Aku paling tidak suka dengan pelajaran matematika, ditambah lagi dengan guru ‎yang mengajarnya..killer

"Baiklah, Ibu sudah menentukan bahwa 50 soal ditangan Ibu ini akan kalian kerjakan secara berkelompok"ujar Bu Irma sambil mengacungkan kertas yang mungkin berisi soal-soal ‎yang beliau maksud tadi

"Satu kelompok berapa orang Bu..??"Patton bertanya dengan suara lantang, bersemangat sekali sepertinya. Hahhh...aku mengerti, dia salah satu murid ‎yang pintar terutama dalam pelajaran matematika, jelas saja bersemangat

"Satu kelompok dua orang, dan Ibu akan menentukan secara acak"jawab Bu Irma ‎yang disambut dengan desahan kecewa -sebagian besar- dari murid-murid dikelasku. Aku mengumpat kesal, kenapa secara acak..?? Kenapa tidak berdasarkan absen saja..?? Karna kalau berdasarkan absen, aku pasti akan sekelompok dengan Ray yang juga jago matematika.
Huhhh..kalau begini, aku hanya bisa berharap semoga aku mendapatkan teman sekelompok ‎yang berotak encer.
Bu Irma membacakan satu persatu pasangan kelompok yang memang benar, beliau acak. Beruntung Shilla dan Sivia, karna mereka berpasangan dengan pacar mereka masing-masing. Aku..??

"Mario...dan Alyssa"

Aku ternganga, ‎apa aku salah dengar..?? Aku sekelompok dengan dia..?? Entahlah, aku harus merasa ‎apa sekarang. Senangkah..?? Karna dengan disatukan nya aku dengan dia dikelompok ini, itu berarti Tuhan menjamah doa ku. Atau justru khawatir..?? Karna dapat ku pastikan setelah ini teman-temanku akan menyerbuku dengan berbagai macam celotehan mereka. Hahhh..aku bingung...

-----

"Eumm...Ii..Ify"sapaku ragu-ragu. Dia ‎yang sedang menghapus papan tulis menoleh dan tersenyum

"Ada apa Mario..??"

"Panggil Rio aja"

"Oh sorry, ada apa Rio..??"dia mengulangi pertanyaannya. Aku menggaruk-garuk tengkuk ku. Kenapa aku mendadak salah tingkah seperti ini...??

"Itu, anu..emm kita ngerjain tugas itu kapan yah..?? Terus dimana..??"

Dan dengan susah payah akhirnya aku bisa mengutarakan maksud ku. Dia tertawa geli

"Kalau kamu mau, kita bisa mengerjakannya hari minggu dirumahku"

Aku mengangguk setuju "gue boleh minta nomer lo gak..??"tanya ku "ya biar ntar jam sama alamat rumah lo, lo kasih tau lewat sms aja gitu"sambungku

Dia mengangguk, dan aku pun segera menyodorkan ponsel ku ke tangannya.

Mungkinkah Tuhan ingin memberikan kesempatan kepadaku agar aku bisa lebih dekat dengannya..??

»» Dia bertengkar dengan sahabatku, entah ‎‎apa penyebabnya. Yang jelas aku merasa miris mendengarnya dibentak-bentak seperti itu ««

Aku menghentikan langkah ku saat berada di depan pintu perpustakaan. Sesuatu telah menarik perhatianku, kerumunan ‎yang terjadi didalam perpustakaan itu membuat ku tertarik untuk melihatnya.

Aku menyentuh bahu seseorang ‎yang berada dibarisan paling belakang untuk menanyakan hal ‎yang terjadi

"Itu, Shilla sama Sivia berantem sama murid percontohan dikelas kalian"jawab Dayat, orang ‎yang ku sentuh pundaknya tadi

Aku sedikit terkejut, dan dengan susah payah menerobos kerumunan itu untuk memastikan tebakanku benar adanya. Bahwa orang yang sedang bertengkar dengan dua sahabatku itu adalah dia

"Eh lo tuh bukan murid asli disini yah, jadi gak usah belagu deh"bentak Sivia tepat didepan mukanya. Dia hanya menunduk

"Kalau lo mau sok pinter jangan disini, disekolah lo aja sana"tambah Shilla

Aku tidak tahan melihat dia dibentak-bentak seperti itu. Aku bingung, membelanya kah..?? Atau membela sahabatku..??
Aku menghela nafas sebentar

"Shill, Vi.."panggilku, Shilla dan Sivia kompak menoleh

"Eh Rio.."

"Mending kalian ke kantin aja deh, Alvin sama Gabriel nungguin kalian disana"suruhku, semoga saja aku tidak salah berucap

"Ntar dulu deh Yo, urusan gue sama dia belum selesai"tolak Shilla dengan telunjuk mengarah ke dia. Aku mendengus sebal. Tidak ada cari lain, aku segera menyeret Shilla dan Sivia menjauh dari perpustakaan. Mereka meronta-ronta, namun aku mengabaikannya. Yang aku inginkan mereka berhenti membentak dia, Ify

»» Dan untuk pertama kali, aku dan dia duduk berdua. Banyak hal ‎yang kita bicarakan, hingga aku tersadar kami memiliki perbedaan ««

Aku mempercepat langkahku setelah tadi mengantarkan Shilla dan Sivia ke kantin untuk menemui Alvin dan Gabriel.
Dengan sedikit tergesa-gesa aku mengelilingi sekolah, mencari dia yang sepertinya tadi ingin menangis, entah ‎apa penyebabnya.
Aku menebak-nebak dimana dia berada saat ini, karna saat aku mencoba mencarinya di perpustakaan dan di kelas aku tidak menemukannya. Beruntung jam pelajaran setelah ini sedang kosong.
Aku menghentikan langkahku ditaman kecil yang berada tepat disebelah musholla sekolahku. Disana ada dia yang sedang terduduk dipelataran musholla. Dengan ragu aku berjalan menghampirinya. Dia tidak menyadari kehadiranku karna posisinya saat ini membelakangiku.
Hemm...dari belakang pun dia terlihat cantik, pembawaannya tenang buktinya dia tetap diam meskipun dibentak-bentak oleh Shilla dan Sivia.
Aduh, aku mendadak bingung..ingin menegurnya tapi bagaimana caranya..?? Bilang hai..?? Ah kesannya kok kaku yah. Dengan keberanian ‎yang ku kumpulkan secara perlahan, aku menepuk pelan pundaknya dan berjalan ke sampingnya. Dia menoleh dan tersenyum, rupanya aku salah sangka. Matanya tidak merah atau pun sembab, itu artinya dia tidak menangis kan..??
Aku membalas senyumnya. Hening. Mendadak aku lupa ‎apa tujuan ku kemari. Dia menggeser duduknya ke samping

"Hei..kamu gak cape berdiri terus..??"tanya nya membuatku tersadar

Aku benar-benar seperti orang bodoh sekarang. Linglung dan salah tingkah. Setelah menghirup nafas sejenak aku langsung memposisikan diri dengan duduk di sebelahnya

"Eummm..gue mau minta maaf sama lo"ucapku akhirnya. Dia ‎yang tadinya menatap lurus ke depan berbalik menatapku

"Maaf..?? Buat..??"

"Karna sikap kasar temen-temen gue"

Dia menggeleng dan tersenyum kecil "never mind, aku gak papa kok"ucapnya tulus

"Lo gak sakit hati gitu, sama sikap temen-temen gue..??"

"Hemm...kecewa dan sakit hati pasti ada, tapi..ya sudahlah, mungkin mereka gak cocok berteman sama aku"

Jawabannya sangat tulus dan aku bisa menebak dia sedang tidak berbohong saat ini. Aku semakin yakin, bahwa perasaanku untuknya bukanlah hal yang salah

"Lo lagi ngapain disini..?? Habis shalat yah..??"tanyaku, ah bodoh..ini kan masih jam 10 emang ada shalat jam segini..?? Setauku shalat subuh pun dilakukannya tidak sesiang ini

"Iya, barusan selesai shalat"

Ah, tebakanku yang salah atau aku ‎yang sok tahu tadi. Ya maklumlah, aku bukan muslim

"Eh emm..emang ada yah shalat jam segini..?? Bukannya shalat itu cuman 5 waktu..??"tanyaku penasaran "subuh, dzuhur, ashar, maghrib sama isya'. Iya kan..??"sambungku sambil merincikan jenis shalat 5 waktu yang aku tahu. Dia tersenyum dan mengangguk

"Kamu ngira aku habis shalat subuh yah..??"aku mengangguk polos, memang itu lah yang ada dibenakku saat ini "aku tadi habis shalat dhuha, biasanya dilakukan setelah matahari terbit, dan aku sering ngelaksanainnya jam segini"jelasnya singkat. Aku mengangguk, pantas dia sering izin pada jam-jam segini

"Lo rajin beribadah yah"pujiku tulus

"Kamu juga rajin beribadah kan..??"aku mengernyitkan dahi. Bukannya sombong, tapi itu memang benar. Aku tidak hanya ke gereja saat hari minggu saja, pada hari-hari biasa pun selagi ada waktu aku pasti pergi

"Lo tau darimana..??"

"Gereja ‎yang sering kamu datengin itu bersebrangan dengan rumahku"

Aku membulatkan mulut. Ternyata dia sering memperhatikanku rupanya.
Eh, kok aku baru sadar kalau aku dan dia berbeda..?? Dia berdoa dengan tangan menengadah, sedangkan aku berdoa dengan menyatukan kedua tanganku dan mengaitkan kelima jari kanan dan kiriku. Dia beribadah di Musholla atau Masjid sedangkan aku, aku beribadah di Gereja.
Ya Tuhan....‎apa aku telah jatuh cinta pada orang ‎yang salah..??




_With Love Nia Stevania_

"_Tentang Sebuah Kisah : Aku, dia dan mereka_"

MiNia Story


Ini sebuah kisah. Tentang aku, dia dan mereka. Tentang perasaan, penyesalan dan pegharapan. Tentang dia ‎yang terlalu mudah untuk ku cinta dan terlalu sulit untuk ku lupakan.
Dan inilah sebuah kisah, tentang cinta ‎yang terlalu sulit untuk ku akui kehadirannya. Hingga membawa ku pada penyesalan dan hanya bisa berharap semoga kita akan dipertemukan kembali.....


Bagian 1


»» Pertemuan ‎yang biasa secara perlahan membawaku pada rasa ‎yang tak biasa ««

Aku menyusuri koridor sambil mendengarkan musik melalui mp3 player ‎yang tersimpan didalam saku celanaku. Disampingku ada Shilla, pacar dari Gabriel yang masih saudara kembar ku. Sedari tadi Shilla sibuk berceloteh tentang berbagai hal ‎yang menurutku sangat membosankan. Dan itulah alasanku, mengapa aku memilih untuk membenamkan diri dalam lantunan lagu-lagu favoriteku. Aku berjalan dengan mata yang sesekali terpejam, salah satu kebiasaanku ketika aku terlalu menikmati lagu ‎yang aku dengar. Sehingga....brukkk, aku merasakan tubuhku menabrak seseorang. Dengan kesal aku menarik earphone ‎yang menempel dikupingku, kemudian berusaha berdiri dengan bantuan Shilla

"Maaf, aku gak sengaja"ucap gadis ‎yang menabrak ku tadi, ia menunduk. Aku yang tadinya berniat untuk memarahinya mengurungkan niat

"Gampang banget lo bilang maaf, gak liat ‎apa ada orang segede gini"tegur Shilla ketus, gadis itu mendongak. Aku sempat memperhatikan wajahnya, manis..satu kata ‎yang sangat pantas untuknya

"Maaf"ucapnya lagi

"Udahlah Shill, kita ke kantin aja deh. Anak-anak udah nungguin tuh"aku membuka suara sebelum Shilla kembali berkoar. Shilla mendengus kesal

"Sekali lagi aku minta maaf"ucap gadis itu untuk ketiga kalinya. Aku tersenyum dan mengangguk kecil, sedangkan Shilla menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan aneh mengarah kepada gadis itu

"Maaf..maaf, maaf lo gak laku"sahut Shilla makin ketus "yuk Yo"Shilla menarik paksa tanganku. Dan aku sempat mendengarkan desahan kecewa -mungkin- saat melewati gadis itu. Mungkin dia kecewa dengan sikapku, atau mungkin sikap Shilla, atau malah sikap kita berdua, entahlah...semoga saja perkiraan ku salah

»» Gadis manis itu bernama Alyssa Saufika Umari. Dan mulai detik ini, aku akan selalu bertemu dengan wajah manisnya. Yah...setidaknya hingga 3 bulan kedepan ««

Pandanganku terus mengarah pada Bu Sri dan gadis manis ‎yang berdiri disamping beliau. Ini untuk pertama kalinya aku memperhatikan sesi perkenalan dari murid baru, biasanya aku bersikap acuh. Dari perkenalan itu ku ketahui dia bernama Alyssa Saufika Umari, dia merupakan siswa percontohan dari SMAN 1 Bandung

"Alyssa akan berada disekolah ini selama 3 bulan. Jadi, Ibu harap kalian bisa memberikan kesan ‎yang baik pada Alysaa"ucap Bu Sri serius, aku melirik ke arah Shilla ‎yang terus saja mencibir "nah Alyssa, silahkan kamu duduk disana"sambung Bu Sri sambil menunjuk sebuah bangku kosong disamping Irva. Dia sempat tersenyum kecil, mungkin ke arahku. Dengan kikuk aku membalas senyumannya

»» Saat aku mulai mengagguminya, aku justru mengatakan bahwa aku tidak tertarik kepadanya ««

Sudah lebih dari seminggu Alyssa menjadi bagian dari sekolah ini. Dan selama itu pula aku sering memperhatikannya. Senyum nya manis, rambutnya selalu diikat satu menyerupai ekor kuda, ia menggunakan kaca mata minus dan menurutku...dia cantik...
Berbeda denganku, Sivia dan Shilla yang juga merupakan temanku saat menghabiskan waktu dikantin bersama Alvin dan Gabriel justru berpendapat lain. Mereka tidak menyukai Ify yang menurut mereka culun, sok manis, sok pintar dan suka cari muka didepan guru-guru

"Ihhh..gue gak suka deh ama Ify, anaknya seneng cari muka gitu"ucap Shilla saat kami -aku, Gabriel, Alvin, Sivia- berada dikantin

"Iya tuh, udah gitu sok pinter banget lagi. Untung dia disini cuman 3 bulan"tambah Sivia

"Lo kayanya seneng merhatiin Ify yah Yo"ucap Alvin, aku hanya tersenyum sambil menggeleng kecil

"Lo gak lagi jatuh cinta ama dia kan Yo..??"pertanyaan Gabriel yang tiba-tiba itu membuatku menoleh. Gabriel saudara kembarku, hal ‎yang wajar jika dia bisa merasakan ‎apa yang aku rasakan

"Eng..engga kok"aku menjawabnya dengan ragu.
Aku sendiri belum terlalu yakin dengan perasaanku yah meskipun aku sering, teramat sering malah memperhatikannya tapi aku rasa perasaan ini belum tentu cinta kan..??

"Kali aja lo suka gitu sama dia"

Aku hanya mengetuk-ngetukkan jariku sambil tersenyum paksa mendengar celetukan Gabriel tadi

"jangan sampe lo jatuh cinta sama dia Yo"ucap Shilla terdengar mengancam, aku mendelik kesal kearah Shilla. Shilla memang sahabatku, selain itu Shilla juga kekasih dari saudara kembarku Gabriel tapi bukan berarti dia berhak melarangku untuk memiliki perasaan special kepada seseorangkan

"kalau elo sampai naksir sama Ify, elo sama aja ngerusak persahabatan kita"tambah Sivia sinis

Aku melengos "iya..iya, gue gak akan naksir dia. Puasss..!!"sahutku penuh penekanan. Kemudian aku memilih untuk menyibukkan diriku dengan buku bacaanku, daripada harus mendengarkan celotehan bawel mereka






_With Love Nia Stevania_

Jumat, 22 April 2011

Kutukan Jomblo 5 Tahun (Bag.3) By Minah ElRhasieydiy

---Kutukan Jomblo 5 Tahun---

Hingga akhirnya pelan-pelan tapi pasti gue lihat Chia menganggukkan kepalanya dan berlalu meninggalkan gue berserta Morgan.
Okeylah kalau begitu! Malam ini juga gue bertekad untuk mengunjungi Chia di kost-annya. Cihuyyyyyyy...!
“Lo serius mau deketin Chia?”
Gue mengalihkan pandangan sekilas kearah Morgan, kemudian kembali fokus pada jalanan yang berkelok-kelok didepan gue. Kalau bahasa dangdutnya tuh lika-liku (?) Yah, karena gue udah bawa anak orang jalan, itu artinya gue harus bertanggung jawab terhadapnya, dan salah satu bentuk rasa tanggung jawab gue itu adalah dengan mengantarkannya pulang sampai selamat ke rumah orang tuanya.
Huh....! Gue merutuk dalam hati, nih curut satu maunya apaan sih?! Dari tadi yang ditanyain itu-itu mulu.... Nggak perlu dijawab si Morgan pasti taulah jawaban gue apaan? Lagian gue males juga kalau jawabannya cuma ya,ya,dan ya. So, gue hanya mengangguk kecil, “Malam ini gue mau main ke kost-annya Chia” gue menghela napas sejenak, sementara Morgan terlihat diam tak bersuara. “Lo temenin gue yah?” Pinta gue yang masih fokus mengendalikan stir mobil.
Morgan terperanjat, pandangannya yang semula kesamping jendela dialihkannya ke wajah gue yang terkenal manis, manis kalau ngaca diempang maksutnya.
“Sorry Bray, I'm busy tonight!” Jawabnya sok Inggris. Gue melengos, jawaban Morgan terdengar asing dikuping gue, yah seperti sebuah alibi gitu deh Nyo'. Kenapa gue ngerasa kayak gitu? Karena setau gue setiap malam kerjaannya Morgan nggak pernah jauh dari kata santai, kalau pun sibuk juga doi nggak bakal sesibuk Pak Pres kok.
Tanpa ada niatan memaksa gue pun kembali mengendalikan mobil sport gue menuju ke kediaman Morgan.

***

Alunan musik rock dari tape mobil gue mengalun indah malam ini, menemani gue yang tengah mengemudi yang juga ditemani oleh Rangga dijok samping.
Sebenernya kalau disuruh milih gue lebih milih ditemenin Dicky ketimbang Rangga. You know why guys? Karena kalau bareng Dicky, doi nggak bakal sebawel Rangga. Paling-paling doi duduk anteng aja sambil baca buku. Tapi kalau Rangga???
“Bismaaaaaa.... Jangan ngebut dong! Lo mau bikin gue mati hah?!” Jeritnya mencak-mencak.
Noh! Itu tuh salah satu kebawelannya. Belum juga gue sebutin udah main dipraktekin aja ama si doi.
Kalau udah kayak gini paling-paling gue cuma nyengir habis itu baru deh menurunkan kecepatan gasnya. Yah bukannya apa sih Nyo', gue cuma takut Rangga ngambek trus ngundurin diri buat jadi bodyguard gue aja nih malem. Kan repot Nyo'! Huh, apa gue bilang coba? Enakan juga bareng Dicky, tapi sayangnya disaat gue bertandang kerumahnya, Dicky keburu ngacir ke toko buku. Hadeh, nasip...nasip....!

Setibanya dilokasi, gue langsung memarkirkan mobil sport gue disamping gang kost-annya Chia. Berhubung gue takut mobil kesayangan gue dicuri sama orang yang tidak ber-prikemobilan, maka gue pun meminta Rangga untuk menjaganya selama gue masuk kedalam gang.
“Kenapa harus gue sih Ma?” Tanyanya nggak terima.
“Yah kalau bukan lo terus siapa lagi dong? Gue kan kesini cuma bareng lo doang Ngga..” Jawab gue sekenanya.
“Tapi kan-----”
“Lo sobat gue bukan?” Sela gue cepat, Rangga melengos kesal. Baginya kalimat gue barusan bagaikan senjata ampuh yang mampu membungkam suaranya untuk tidak mengeluarkan aksi protes lagi.
Dengan tangan dipinggang, ia menjawab “Ya,ya,yah... Seperti sila persahabatan yang lo buat seenak lutut, yang isinya, 'Gue sobat lo dan udah sewajarnya sebagai sobat yang baik hati dan berbudi luhur gue wajib kudu dan harus ngebantuin lo!' Right?” Cerocos Rangga dengan nada kesal. Sepertinya ia sudah sangat begitu hafal dengan sila pertama didalam persahabatan kami yang baru saja dilafalkannya itu.
Ekspresi wajahnya yang minta dibuang membuat gue sengaja untuk menepuk pundaknya dengan gemes.
“A good answer my Bro. Udah seharusnya begitukan?” Ucap gue menggodanya dengan alis yang naik-turun layaknya odong-odong. Beginilah mahkluk spesies aneh, alis sendiri dikatain odong-odong! Ckckck. Gue mengerling nakal, setelah meraih sekotak cokelat hasil colongan diminimarket, eh enggak deng! Maksut gue, sekotak cokelat yang gue beli disebuah minimarket yang letaknya tidak jauh dari rumah. Gue mengamatinya penuh arti, “Kira-kira Chia suka cokelat nggak yah?” Tanya gue pada seonggok manusia yang berdiri disebelah gue, siapa lagi kalau bukan Rangga?
“Gue rasa Chia bukan tipe cewek yang takut gemuk deh. Nggak kayak ceweknya Morgan yang model itu! Ya kan Ngga?” Tambah gue mengalihkan pandangan dari kotak ditangan kanan yang berwarna merah hati.
Doi menggidikkan bahunya, “Iya aja deh, yang penting lo seneng, gembira, dan bahagia dunia akherat!” Jawabnya maksa. Kemudian ia pun mendorong pelan bahu gue, “Masuk gih! Biar kita cepet pulang...” Suruhnya ½ memaksa gue untuk segera memasuki gang kecil nan gelap tersebut.
Gue hanya menurut, berbekal senter handphone 200 ribuan gue susuri jalan sempit itu dengan semangat 2011.

Didepan gue kini telah berdiri sebuah bangunan sederhana bertingkat dua yang disekat menjadi beberapa bagian.
Yups, gue yakin banget kalau apa yang ada didepan mata gue sekarang memanglah kost-annya Chia! Kebetulan tempat kost nya Chia tidak dilapisi dengan pagar bergembok ataupun pagar berkawat Nyo'. So, dengan mudah gue pun dapat merangsek masuk kedalam.
Gue mengamati setiap pintu kamar kost-an yang didepannya tertempel papan kayu dengan tulisan yang berbeda-beda. Ada yang tulisannya mawar, melati, kamboja, anggrek, ester, sedap malam, lili, eh bentarbentarbentar.... Ini kost-an apa toko bunga? Gubrak!
“Cari siapa yah Mas?” Tanya seorang ibu-ibu yang berperawakan gemuk dengan rambut konde-an. Ia menghampiri gue dengan tampang sangar. Gue yakin banget pasti nih orang yang namanya Ibu Kost!
“Emmm.. Di kost-an ini ada yang namanya Chia nggak Bu?”
“Owh Mas cakep temennya Neng Chia toh?”
Seketika wajah sangarnya mendadak kalem disaat melihat senyuman manis yang gue lemparkan.
“Kalau begitu mari saya antarkan ke kamarnya Neng Chia..” Ajak tuh Ibu Kost yang langsung menarik paksa tangan gue. Esumpahya, gue berasa kayak ditarik ama buldozer tau nggak Nyo'? Udahnya kenceng, main maksa lagi!
Belum nyampe sejam *yaialah* gue sudah berdiri didepan pintu salah satu kamar dilantai dua yang plangnya bertuliskan.....?
“Bunga bangke?!”
“Iyah Mas cakep ini kamarnya Neng Chia.. Julukannya bunga bangke, karena Neng Chia itu adalah anak kost yang jarang banget mandi Mas!” Tutur Ibu Kost membeberkan aib Chia. Jangan kalian pikir setelah denger tuh kabar, gue langsung ilfeel ama Chia, justru gue semakin lope-lope ama dia! Gimana enggak? Hobby nya sama ama gue Nyo'! Yaitu, daripada mandi mendingan nonton tipi (?) Hehehee....
“Bentar yah Mas cakep, saya panggilkan Chia nya dulu..”
'Tok... Tok... Tok... Tok... Tok...'
Pintu kamar Chia diketuk dengan keras oleh si Ibu Kost. Kalau menurut gue sih itu namanya bukan diketok melainkan dijitak (!)
CKLEK...
Chia pun membukanya dengan kasar.
“Kenapa lagi sih Ver?! Kan gue udah bilang, disfenser dikamar gue rusak! Jangan minta air panas dikamar gue ngapa?! Pan di dapur kost-an juga ad......” Sedetik kemudian Chia langsung membungkam mulutnya rapat-rapat, Ibu Kost melotot dengan geram, sementara gue? Gue tertawa terbahak-bahak sambil termuntah-muntah (?) Sangking gelinya melihat wajah Chia yang memerah ditabok rasa malu. Tapi sayangnya itu hanyalah imajinasi gue doang, kalau seandainya gue beneran ngelakuin hal itu, bisa-bisa gue digampar bolak-balik ama Chia! Yah, gue cuma memasang tampang innocent dan pura-pura nggak ngerti dengan apa yang sebenarnya terjadi *lebey!*
“Hehehe.. Maaf Bu Kost-an, saya pikir yang ngetuk pintu tadi si Vera.. Soalnya dari tadi dia udah 3 kali bolak-balik kamar saya dan hanya untuk satu tujuan yang sama Bu..” Ujar Chia cengengesan. Tapi sepertinya pembelaan Chia itu nggak ada artinya dimata si Bu Kost-an. Beliau membulatkan matanya dan menyahut dengan ketus, “Setelah ini temui saya didapur umum!” Perintahnya seraya berlalu meninggalkan gue dan juga Chia.
Ck! Chia mendecakkan lidahnya dengan kesal, dan gue hanya menatapnya miris. Ada perasaan nggak enak juga sih, tapi itu kan bukan salah gue!
“Pasti gue dijadiin pembantu dadakan nih! Gara-gara-----”
“Eits, lo nggak bisa nyalahin gue seenak dengkul! Yang keceplosan pan lo sendiri!” Sela gue membela diri sendiri.
Chia memutar kedua bola matanya, kemudian ia menggaruk-garuk ujung dahinya yang gue yakin banget tuh dahi pasti nggak lagi kutuan atawa panuan! Cuma emang si Chia nya aja yang kurang kerjaan.
“Siapa yang nyuruh lo main ke kost-an gue?!” Tanya Chia agak ketus. Tubuhnya masih disenderkannya didaun pintu. Gue melongo, bukannya tadi sore dia udah ngasih izin yak? Gue yang budek apa Chia yang pikun?
“Lha? Gimana sih lo?! Bukannya tadi sore lo bilang gue boleh main ke kost-an lo yah?”
Chia tertegun, berpikir sejenak kemudian menepuk jidatnya tanpa perasaan.
“Wo ya ampun! Gue pikir kapan-kapan nya tuh bulan depan atau tau depan gitu. Nggak taunya malem ini lo udah main cabut aja kerumah gue..”
Gue cuma nyengir senyengir-nyengirnya. Padahal dalam hati gue membatin, “Nggak ikhlas banget sih lo ngundangnya?”
Chia kembali menatap gue penuh tanda tanya, “Mau ngapain sih lo malam-malam namu dikost-an gue?”
“Ngamen!” Jawab gue dengan nada kesal.
“Serius!”
“Ya mau ngobrol lah..”
“Yaudah deh kita keruang tamu aja yah?”
Gue mengangguk pasrah. Mengekor dibelakang Chia yang lebih dulu menuju ke ruang tamu kost-annya yang terletak dilantai bawah.
Setibanya disana nampak segerombolan temen-temennya Chia yang tengah berkumpul alias ngerumpi.
Dengan sopan Chia pun meminta temen-temennya untuk beranjak dari ruang tamu.
“Ah lo mau pacaran yah lo?” Celetuk temen-temennya menggoda Chia.
“Ish sotoy!” Sewot Chia dengan mata melotot.
“Kalau lo nggak mau pacaran kenapa lo ngusir kita? Bilang aja lo mau mojok ya kan?!” Cibir salah satu temennya Chia yang berambut ikal. Ikal banget! Sampai-sampai gue nggak bisa ngebedain, itu rambut apa gulali (?)
Chia menatap gue, ia nampak kehabisan akal. Kemudian matanya melirik kearah.....? Weyyyyy, kenapa malah cokelat gue yang dijadiin pelampiasan?! Dengan “agak” kasar Chia mengambil kotak ditangan gue yang berisi beberapa potong cokelat berbentuk hati.
“Chia itu----”
“Buat gue kan?” Sela Chia memotong ucapan tidak rela yang niatnya ingin gue lontarkan itu. Dengan PeDe-nya Chia bilang kalau cokelat itu buat dia? Idih, padahalkan itu sogokan buat Pak hansip kost-an. Yah jaga-jaga kalau seandainya gue pulang lewat dari jam berkunjung yang telah ditentukan. *dikata penjara kali...* Okey. Kalimat ini adalah kalimat terperez yang pernah gue bilang! Emang sih cokelatnya itu buat Chia, tapi kenapa malah dikasih ke segerombolan manusia-manusia langka itu sih?!
Setelah menerima cokelat itu, mereka pun segera meninggalkan ruang tamu. Tapi sebelum bener-bener pergi, sehelai gadis berambut ikal tadi dengan genitnya menjambak rambut gue! Kata doi sih rambut gue keren bin indah. But, nggak usah sebegitunya juga kaliiiiiiiii.....
“Chia itu kan cokelat buat lo! Kenapa lo kasih ke mereka sih?!” Sungut gue, masih nggak terima.
“Gue lagi nggak butuh cokelat!”
“Lo diet yah? Buat apa? Begini aja udah bagus! Body lo 11-12 dengan gitarnya Bang Haji Rhoma tau nggak?!”

PLETAK..!
Gue mengelus kepala gue yang dijitak oleh Chia. What's wrong? Apa salah gue? Niat gue kan ngina bukan muji (?) Ups! Kebalik. Maksut gue kan muji bukan ngina.
“Apa maksut lo? Gue lagi sakit gigi makanya pantang makan yang manis-manis. Kan gue udah manis”
Gue cengok sedikit, nih anak nge-narsisnya niat amat yak?! “Sekarang to the point aja deh! Apa yang pengen lo omongin dengan gue?” Sambungnya jutek.
'Glekkkk...' Gue menelan ludah. Bisa jadi pacar tiri nih gue, kalau tiap hari kerjaannya Chia marah-marah mulu!
Setelah mempersilahkan diri sendiri untuk duduk dihadapannya Chia, gue pun memulai aksi interview yang sudah gue persiapkan mentah-mentah sejak dari rumah tadi.
“Lo mau wawancara gue yah? Gue bukan artis woy!” Seloroh Chia ketika melihat gue yang mengeluarkan secarik kertas -semacam note- dari saku jaket.
Gue melengos, “Keep silent! Diem dulu okey? Biarkan gue membombardir lo dengan beberapa pertanyaan. Mau cepet nggak nih?!” Ancam gue.
“Yayayah..”
Chia mengangguk dan menuruti aturan main gue. Yah, niat gue main kekost-annya Chia malam-malam gini tuh cuma untuk mempertanyakan beberapa hal dalam misi PeDeKaTe..
“Pertanyaan pertama! Lo Chia anak fakultas Sastra kan?”
“Yups!”
“Umur lo berapa?”
“19 jalan 20..”
“Widiiiiih.. Hebat juga yah umur lo bisa jalan!”

PLETAK..!
Jitakan yang kedua dilayangkan oleh Chia tepat dibagian terindah ditubuh gue, yaitu kepala.
“Serius deh! Mau cepet nggak? Jangan salahkan gue yah kalau pagarnya sampai digembok ama Pak Karman..”
“Okey okey.. Lo pacaran udah berapa kali? Trus alasan lo putus itu rata-rata karena apa?”
“Kurang lebih 5 kali. Alasannya putus simple, karena bosan atau kurang cocok gitu deh!“
”Kalau nggak cocok kenapa nggak dicocok-cocokkin? Cari ukuran yang pas gitu!”
“Bisma, lo kira baju apa?!” Sahut Chia dengan nada gemes.
“Hehe.. Gue pikir sendal (!) Sekarang lo jomblo atau sudah punya pacar?”
“Apa enaknya aja deh!”
“Jomblo aja yah?”
“Boleh juga!”

Pasti kalian pada mikir. Sebenernya gue yang bego? Atau Chia yang kelewat dungu? Bodo ametlah. Kata Chia kan “apa aja terserah!”! So, yah gue pengennya jomblo lah! Dengan begini kan gue ada kesempatan buat merebut hati Chia Nyo'.
“Kriteria cowok idaman lo tuh yang kayak gimana sih?”
“Baik, setia, apa adanya aja lah!”
“Ehya apa alasan terakhir kalinya lo putus dengan pacar lo?”
“Lo mau buka biro jodoh yah Ma? Abis dari tadi pertanyaan lo aneh banget!”
Dari raut wajahnya, Chia sepertinya enggan untuk menjawab pertanyaan gue yang satu itu. Well, daripada dia marah atau malah ngamuk, mending gue ganti deh tuh pertanyaannya.
“Okey okey.. Pertanyaan yang terakhir nih, apa bener lo pernah tetanggan dengan Morgan dan Rafael?”

JLEBB..!
Setelah gue melontarkan pertanyaan itu raut wajah Chia pun berubah seketika.
Yang tadinya sudah dongkol, berubah jadi jengkol (!) Ups! Salah. Maksut gue berubah menjadi lebih dongkol lagi.
“Yah. Jadi lo temennya Morgan ama Rafael?”
“Bukan temen lagi, melainkan Bos. Gue leader nya mereka berdua!” Jawab gue angkuh.
Chia mengangguk sambil ber-oh pelan, kemudian tanpa diduga tanpa diundang acara interview kali ini harus terganggu akibat bunyi ringtone handphone yang bersumber dari kantong -bagian depan- celana jeans gue. Setelah merogoh dan mendapatkan benda yang gue cari, gue pun izin untuk mengangkat teleponnya sebentar.
“Hallo? Kenapa Ngga? Ah ya ya ya ini juga gue udah mau pulang kok! Iya iya bawel deh lo!” Itulah sepenggal dialog via telepon antara gue dengan Rangga. Tuh anak pengen cepet-cepet pulang, alasannya sih sudah dicalling Nyokap (disuruh pulang.red) tapi paling-paling juga doi nggak betah karena kenyamukan diluar sana. Biasa lah! Doi takut kalau kulitnya yang putih mulus harus bentol-bentol karena digigit nyamuk malam Nyo'. Akhirnya setelah mengantongi kembali tuh benda, gue pun berjalan mendekati Chia.
“Udah jam 9 nih! Gue pulang dulu yah? Thanks loh buat waktunya” Pamit gue basa-basi.
Chia tersenyum lega mendengar kepamitan gue, akhirnya si centong nasi get out juga dari nih tempat! Pikirnya -mungkin- dalam hati. Secara dari awal tadi kan doi kayak nggak terima gitu Ces dengan kehadiran gue!
Setelah mengantarkan gue sampai pintu keluar, Chia pun melambaikan tangannya seraya masuk kedalam kost-an.

---Kutukan Jomblo 5 Tahun---

Huaaaaaah... Setelah sekian lama gak pernah ngerasain yang namanya stuck ide, akhirnya kali ini aku ngalamin lagi!
Maaf buat pengunjung blog aku, mungkin ini part terakhir yang aku post.
Aku nggak yakin bakal ngelanjutin nih mini cerbung lagi! Karena terus terang aku sudah mulai ilfeel dengan idolaku sendiri.. Idolaku yah tokoh utama di mini cerbung ini.. Ternyata dia udah punya cewek -,- dan itu ngebuat aku kehilangan semangat! Aku nggak mau munafik, jauh dilubuk hatiku yang paling curam aku lebih senang kalau dia nggak punya cewek! Aku ngerasa lebih bebas berinspirasi *fansegois*
Biasanya sih aku cuma stuck ide biasa, tapi kali ini bener-bener ngeblank >,< udah gak dapat bayangan apa-apa lagi.
Maafkan ke-tidak-profesionalan-ku yah teman :) bagaimanapun aku hanyalah penulis cerita yang amatiran :P
Sebagai gantinya aku akan sering-sering ngepost cerpen deh..
Sekali lagi maaf :) sampai jumpa diceritaku yang selanjutnya :D

_Salam Sayang Pekarmination_