Pura Pura Cinta

Sabtu, 28 Mei 2011

We are Different (Not Including Own) Bab.1 [Part.4]

BAB.1

<3 Merely a Dream <3

(Part.4)

Seuntai janji yang diberi tetapi tidak dipenuhi, hanya akan menyakitkan hati..
Begitu juga dengan memberi sebuah harapan yang tidak pasti, hanya akan menyiksa diri..

***

Semenjak Carrol pulang dari acara meet & greet tempo hari, pandangannya tidak pernah lepas dari layar ponselnya.
Berharap akan ada 1 `received call` ataupun 1 `new message` dari “dia”.
Yah, dia si Tuan Bieber.
Tapi tragisnya hingga sore menjemput hari ini, tidak ada tanda-tanda bahwa telepon seluler Carrol itu akan membawa rona bahagia diwajahnya.
Carrol tersenyum miring. Dasar bodoh! Mana mungkin seorang penyanyi terkenal macam Justin Bieber mau menghubunginya atau bahkan menjalin hubungan dekat dengannya! Janjinya tempo hari itu hanyalah sebagai ucapan pemanis yang diberikan oleh idola kepada fans-nya saja.
Hhh, Carrol menghembuskan napasnya dengan pelan. Berharap dengan begitu kekecewaan yang ia alami akan berkurang walau sedikit.
Disituasi yang seperti ini Carrol butuh tempat untuk menenangkan pikiran.
AHHA..! Carrol pikir berjalan-jalan disekitar area Riverside Park adalah pilihan yang pas. Mengingat letaknya yang tidak jauh dari apartemen Lenka dan keindahan taman itu sendiri.
Yah, Riverside Park adalah taman kebanggaan Kota New York. Letaknya yang berada ditengah-tengah Kota membuat masyarakat ataupun turis dengan mudah dapat menemukannya. Selain itu, Riverside Park memiliki keistimewaan tersendiri dari taman-taman Kota yang lain.
Kalau biasanya sebuah taman identik dengan air mancur dan danau buatan, tapi tidak berlaku untuk Riverside Park. Yang ada disana hanyalah sebuah sungai kecil.
Walaupun namanya sungai tetapi airnya sangatlah jernih dan bersih. Sepertinya masyarakat New York sangat mencintai lingkungan dan menjaga kebersihan Riverside Park tersebut.
Yah, keputusan Carrol semakin bulat. Sebelum ia benar-benar meninggalkan New York City, ia harus mengunjungi taman itu.
Perlahan-lahan namun pasti Carrol beranjak menuju kearah cermin besar yang terpajang disamping tempat tidurnya.
“Lumayan, and not bad..” gumam Carrol memandangi bayangan dirinya yang tengah mengenakan baju atasan sebatas lutut. Semacam mini dress dengan motif bunga-bunga kecil berwarna pink cerah. Yeah, bright. Tapi tidak secerah hatinya!
Carrol biarkan rambutnya terurai asal, lalu ia raih mantel tebalnya yang tergantung manis dibelakang pintu.
Untuk mempercantik penampilannya, leher jenjang miliknya pun Carrol lilit dengan syal berwarna krem pemberian dari mendiang Ayahnya 10 tahun silam.
Cukup! Carrol rasa penampilannya sudah terlihat perfect. Kostum yang ia kenakan nampak menggemaskan jika dipakai dimusim dingin seperti ini.
Disaat Carrol menutup pintu kamar, diruang tengah ia melihat Lenka yang tengah menyaksikan acara televisi favorite-nya ditemani dengan sekaleng softdrink dan setoples cemilan.
Masih menatap serius ke layar kaca, Lenka pun menyapa Carrol penuh perhatian.
“Where are you going?”
“I just want to walk briefly in Riverside Park..” jawabnya tersenyum simpul. Senyuman yang tidak terlihat oleh Lenka, karena pandangannya masih tertumpu dilayar tv.
Namun setelah mendengar jawabannya, serta-merta Lenka pun menyahut, “Shouldn't be! Kecuali kalau kau juga mengajakku..”
Carrol mengerucutkan bibirnya. Mengajak Lenka? Yang benar saja! Niatnya pergi ke taman itu kan untuk menenangkan pikiran. Kalau Carrol pergi dengan Lenka yang ada malah semakin menambah beban dipikirannya. Bagaimana tidak? Dia kan selalu menanyakan kabar Ibunya Carrol! Carrol tentu tidak tahu apakah Ibunya sudah pulang dari Holasky atau belum? Bagaimana keadaannya sekarang pun Carrol masih menerka-nerka. Sudahlah, tidak perlu dipikirkan sekarang. Yang harus Carrol pikirkan adalah bagaimana caranya agar Lenka mengizinkannya berjalan-jalan santai tanpa perlu mengajaknya untuk ikut serta.
“What?! Lenka come on! Izinkan aku pergi seorang diri kali ini. Setiap aku ingin keluar dari apartemen ini kau pasti mengekori aku dibelakang! Beri aku sedikit kebebasan kek.. Kamu kan tahu, aku akan pulang beberapa hari lagi! Please?” pinta Carrol dengan nada memohon dan tampang memelas. Berusaha untuk meluluhkan hati Lenka.
Wanita yang sudah ia anggap sebagai Kakaknya itu nampak berpikir sejenak. Setelah menimbang-nimbang akhirnya Lenka pun mengangguk, mengabulkan hasrat Carrol itu.
“Pergilah, tapi kau harus ingat satu hal..”
Carrol tidak menyahut, hanya meresponnya dengan alis yang terangkat sebelah.
“Kau tengah berada di Negara orang Carr, jadi jangan berbuat ulah selama kau berada diluar. Jangan sampai membuatku cemas. Deal?”
“Okay Nyonya Beadles!” seru Carrol sedikit menggodanya.
Sebelum raga Carrol benar-benar menghilang dari balik pintu, ia pun kembali kebelakang.
Memeluk Lenka dan mencium pipinya dengan cepat. Hitung-hitung sebagai bentuk ungkapan dari rasa terima kasih dan juga tanda berpamitan.

***

Suasana disepanjang Maple Street terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya ada segelintir orang yang berjalan dipinggir trotoar, dan salah satunya adalah Carrol.
Ia melenggang santai. Menikmati setiap langkah pendek yang diayunkannya.
Sesekali rambut panjang Carrol melambai tertiup angin.
Jalanan menuju Riverside Park ini memang begitu indah, dengan pohon ek disana-sini.
Tidak heran kalau Carrol menghentikan langkahnya untuk berpose sejenak dengan kamera saku yang selalu ia selipkan didalam tas selempangnya, yah sebagai kenang-kenangan.
Sejenak Carrol pun melupakan kekesalannya terhadap Justin, dan membiarkan angin sore mengiringi langkah kakinya diarea Maple Street.

Singkat kata, Carrol pun sampai ditaman itu. Carrol berdecak kagum, karena faktanya Riverside Park jauh lebih indah dari apa yang ia pikirkan.
Keasrian tamannya membuat Carrol betah untuk berlama-lama disana.
Tapi baru selangkah Carrol menginjakkan kakinya untuk masuk kedalam, tiba-tiba seseorang menyenggol pelan bahunya dari belakang.
Sontak Carrol menoleh untuk melihat siapakah orang yang telah merusak mood nya hari ini.
“Eh maaf, I don't accidentally..”
Carrol tersenyum miring dengan sebelah tangan yang masih memegangi bahunya. Ia pandangi pria yang ada dihadapannya sekarang.
Dengan teliti Carrol memperhatikan atribut yang dipakai pria itu. Jaket kulit yang membaluti tubuhnya, topi ungu yang menutupi rambutnya, dan kaca mata hitam yang membingkai indah kedua matanya. Menurut Carrol gaya yang sombong, sengak, dan belagu!
Minta maaf pada Carrol saja terkesan santai. Serta-merta darahnya pun naik ke ubun-ubun.
“Hei Tuan! Jangan mentang-mentang kacamata anda warnanya hitam terus anda berpura-pura tidak melihat saya yah?! Mudah sekali anda menabrak bahu saya.. Saya tau anda pasti sengaja kan?!” hardik Carrol tepat didepan wajahnya.
“Hei Nona! Aku kan sudah mengatakannya padamu bahwa aku tidak sengaja.. Toh aku sudah meminta maaf kan? Dasar wanita keras kepala!” sungutnya seraya melepaskan kacamata hitamnya.
Carrol terbelalak ketika melihat pria itu. Dia kan....???
“Justin?!”
Pria yang dipanggilnya Justin itu tidak kalah terkejutnya dengan Carrol.
Ia tidak menyangka kalau akan bertemu dengan Carrol lagi hari ini. Begitu juga dengan wanita itu.
Carrol senang dan ingin memeluknya lagi seperti tempo hari, tapi ketika mengingat janji yang diingkari oleh Justin maka Carrol pun mengurungkan niatnya itu.
“Carry..”
Justin memanggil namanya sekali. Carrol hanya diam tanpa mau menoleh kearahnya.
“Are you unhappy to see me again? Why?”
Justin bertanya sambil mencengkram kedua bahu Carrol dengan sangat kuat. Seolah memaksa wanita itu untuk mau menatap wajahnya.
Tapi Carrol keras kepala, masih mengalihkan pandangannya kearah lain. Menurutnya menatap wajah Justin sama saja mengingatkannya pada Zelena dan itu membuatnya muak!
“Justin let me go!” teriak Carrol sedikit meronta. Berusaha melepaskan cengkraman Justin dengan cara menggoyang-goyangkan badannya kedepan dan kebelakang.
Tapi toh tenaganya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tangan kokoh Justin.
“Jawab dulu pertanyaanku Carry! Kenapa kau marah padaku?!” ucap Justin sedikit membentaknya.
Carrol tersenyum sinis, sekali hentakkan tangan Justin pun terlepas dari bahunya.
“Kau telah ingkar janji Justin.. Idola macam apa kau?! Aku menyesal telah mengidolakan seorang pembohong sepertimu!” ucap Carrol ketus.
Berbohong? Yah sedikit. Carrol hanya ingin Justin mengetahui kekecewaannya. Just it!
Awalnya Justin sedikit bingung dengan tuduhan yang Carrol berikan, namun sedetik kemudian ia kembali teringat dengan janjinya tempo hari.
“Oh soal itu? Maafkan aku Carr, akhir-akhir ini aku terlalu disibukkan dengan tugas kuliahku yang di Kanada dan juga jumpa fans ku disini. Oleh sebab itu aku belum bisa menghubungimu. Tapi bodohnya aku malah tidak mengirimimu pesan singkat, seharusnya aku memberimu sedikit kabar..” ucap Justin menyesal.
“Never mind. Lagipula untuk apa kau memberiku kabar? Aku kan hanya seorang fans! Beliber biasa yang tidak penting...” desis Carrol dengan maksud menyindir. Dan itu membuat Justin semakin merasa bersalah.
“No way! It's not true! Kau adalah beliber istimewa.. Kau sudah menjadi temanku”
Justin hendak menggenggam tangan Carrol, namun dengan cepat ditepisnya.
“Sudahlah, jangan memberiku harapan kalau kau belum bisa mewujudkannya. I don't like empty hope Justin!” kecamnya tegas.
Justin menghela napas panjang. Ia sudah lelah untuk meminta maaf pada Carrol. Berbagai kata-kata telah diucapkannya, namun Carrol masih belum bisa memberinya maaf. Padahal menurut Justin kesalahan yang ia buat hanyalah kecil, tetapi mengapa Carrol susah sekali memaafkannya? Carrol masih membuang muka dari Justin, cranky.
Finally, Justin pun menggunakan caranya yang terakhir.
Didekapnya Carrol dengan erat, lalu dalam hitungan detik bibirnya pun telah menempel dipipi kanan Carrol.
Carrol terperanjat, ingin menghindar namun sayangnya ia kalah cepat dari Justin.
Tidak lama, hanya 1 detik kecupan hangat yang mendarat dipipinya itu pun terlepas.
“Kau mau memaafkanku kan? Aku janji tidak akan mengulanginya lagi..”
Justin tersenyum puas ketika melihat raut wajah Carrol yang mendadak berubah menjadi lebih kalem dari yang sebelumnya. Ia pikir Carrol telah memaafkannya.
Dengan sedikit tersenyum Carrol pun menjawab, “Of course. Anyway, what I said earlier is just kidding boy.. Sampai kapanpun dan mau bagaimanapun kau mengingkari janjimu, kau akan tetap menjadi idolaku. I will be true belieber!” Carrol mengatakannya dengan penuh keyakinan. Sementara Justin terkekeh kecil sambil mengacak lembut puncak kepala Carrol.
“Tetap saja aku merasa bersalah padamu. Dan sebagai permintaan maafku, aku akan memberikanmu nomer teleponku. Dengan begini aku harap kau bisa menghubungiku suatu saat nanti” papar Justin seraya menyebutkan sederet angka yang kemudian Carrol salin dikertas kosong, karena kebetulan ia sedang tidak membawa ponselnya sore ini.
“Thank you Justin.. Maafkan kata-kata kasarku tadi yah? Sungguh aku tidak bermaksud.. Ohya, kau dengan siapa kesini?” tanya Carrol mengganti topik pembicaraan. Agak sedikit aneh ketika melihat Justin yang tidak didampingi siapa-siapa disampingnya. Kemana si Celana? Ups, maksutmu Zelena! Biasanya gadis itu selalu menguntit dibelakang Justin.
“Aku bersama dengan Zelena, dan sekarang dia masih membeli es krim dikedai depan.. Kau mau?”
Carrol menggeleng cepat. Selain tidak mood dengan es krim, Carrol juga agak kesal ketika mengetahui Justin bersama dengan gadis itu. Padahal rencananya Carrol akan mengutarakan `hasrat terpendam` yang ia miliki hari ini juga. Ah tapi ya sudahlah, peduli apa dengan Zelena? Toh ia belum menjadi istri Justin ini.
Carrol berdehem pelan, lalu mengembangkan senyuman termanisnya. “Ah tidak, thank you Justin! Errr.... Do you have a free time? Aku ingin mengobrol sebentar denganmu..” pinta Carrol tanpa ada niatan untuk memaksa. Carrol lihat Justin membalas senyumannya. Ada kemungkinan besar ia bersedia diajak mengobrol sebentar.
“Silahkan.. Katakanlah apa yang ingin kau katakan”
“Tapi bukan disini Justin. Will you come with me for a minute? Emmm, kita kesana!”
Carrol menunjuk kearah bangku panjang bermaterial besi yang terletak ditepi sungai.
Anggukan kepala Justin seolah-olah mengomando dirinya untuk segera menarik pergelangan tangan kanannya menuju bangku tersebut.
Kini Carrol telah terduduk manis disana. Disampingnya nampak Justin yang sudah tidak sabar menunggu ia berbicara. Sebuah kalimat yang mungkin penting, oleh sebab itu Justin pun antusias bersiap-siap untuk mendengarkannya. Sampai-sampai ia lupa dengan Zelena yang --mungkin-- sudah meninggalkan kedai es krim dan sekarang tengah mencarinya. Semua itu demi CARROL. Justin sudah cukup merasa bersalah dengannya, dan untuk menebus kesalahannya ia pun menurut saja dengan apa yang Carrol inginkan.
“What exactly you want to say? Kelihatannya penting sekali..”
Suara lembut Justin bergema ditelinga Carrol, membuat Carrol sedikit kaget lalu tersenyum dengan kikuk.
Ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan-lahan.
Siap tidak siap Carrol harus mengatakannya sekarang. Ia sudah tidak ada waktu, karena kurang dari seminggu lagi maka Carrol akan meninggalkan New York City. Ini adalah kesempatan untuknya, walau bukan `golden opportunity` tapi setidaknya apa yang Carrol ucapkan nanti bisa mengurangi sedikit beban yang mengganjal dihatinya.
“Aku menyukaimu Justin..” bisik Carrol pelan. Meski diliputi perasaan tidak yakin tapi toh akhirnya Carrol tetap mengucapkan kalimat itu.
Justin terperangah, namun detik selanjutnya ia malah tertawa terbahak-bahak.
Carrol pikir Justin juga menaruh rasa yang sama terhadapnya, tapi ternyata...?
“Kau lucu sekali Carry. Tidak perlu kau katakan aku juga tahu itu. Kau kan belieber! Semua belieber pasti menyukaiku, mengagumiku, dan menyayangiku.. Kalau mereka tidak suka atau malah membenciku, itu namanya bukan beliber melainkan biters alias bieber haters! Right?”
Carrol tertawa cengengesan, menertawakan kebodohan Justin. Tentu yang ia maksud bukanlah mengagumi Justin dalam artian seorang fans terhadap idolanya, melainkan rasa kagum seorang wanita terhadap orang yang dikasihinya. Okay ralat, Carrol bukan mengaguminya, but.....? Ia tengah dilanda virus dari sebuah perasaan yang berjumlah 1 kata dan 4 huruf yaitu “Love”.
Belum ada semenit, tawanya pun terhenti dengan sendirinya.
Carrol berdiri tegak dihadapan Justin dengan memasang tampang straight, kemudian meggantinya lagi menjadi angry face. Sangar, sesangar-sangarnya.
“Justin is not what I meant! Aku menyukaimu karena aku ingin menjadi kekasihmu! AKU MENCINTAIMU JUSTIN!” ucap Carrol sedikit berteriak dan dengan sengaja memberikan penekanan dikata-kata yang berhuruf kapital. Berharap Justin akan mengerti dengan maksud ucapannya itu. Carrol mendesah kesal karena sikap Justin yang seperti orang dungu. Polos bahkan teramat polos.
Yah Justin melongo, dan itu membuatnya semakin sebal berlipat-lipat.
Carrol kembali menghempaskan bokongnya di bangku panjang tepat disamping Justin.
Tangannya bergetar memegangi penyangga bangku yang sudah berkarat itu.
Disebelahnya Justin masih betah dengan tampang innocent nya. Terdiam ditemani kening yang berkerut, entah apa yang dipikirkannya?
Untuk sepersekian menit suasana mendadak senyap.
Yang terdengar hanyalah deru nafas Carrol yang naik-turun tak beraturan. *disangka ekskalator*
Justin melirik sekilas kesamping, namun wajah Carrol tidak dapat terlihat jelas olehnya karena tertutup oleh ½ dari rambut panjangnya yang tergerai sedikit acak-acakkan.
“I don't know..”
Satu kalimat yang dilontarkan oleh Justin sanggup membuat Carrol mengalihkan pandangannya dari sungai kewajah idolanya. Menatap Justin dengan gurat penuh tanya.
“I don't know why you chould love me? Sedangkan aku baru bisa mencintai seseorang setelah mengetahui kepribadiannya. Tapi kenapa kau-----”
“Jangan tanya kenapa karena aku sendiri tidak tahu alasannya. Aku mencintaimu tanpa alasan Justin! Rasa ini tumbuh tanpa bisa aku cegah. Awal mulanya aku hanya mengagumimu dan sekarang malah merambat menjadi perasaan cinta.. Am I wrong? Kalau aku memang salah dimana letak kesalahanku? Katakanlah! Apa aku tidak boleh mencintaimu?” potongnya panjang lebar.
Justin menggeleng lemah, tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
Sikap yang ditunjukkannya membuat Carrol putus asa. Sudahlah, tidak ada yang mesti ditunggu lagi sekarang. Memang Justin tidak pantas untuknya! Hanya Carrol saja yang kelewat percaya diri. Menganggap Justin akan mudah tertarik dengan wanita yang lebih cantik dibandingkan pacarnya. Okay, Carrol cukup tahu bahwa Justin adalah tipikal pria yang setia.
Anyway, Carrol merasa apa yang ia lakukan tadi sudah benar.
Carrol pikir ini adalah suatu kesempatan, dan yang namanya kesempatan itu tidak datang dua kali.
Yah, belum tentu setelah ini ia bertemu dengan Justin lagi!
Dan sekarang selagi Carrol dekat dengan Justin apa salahnya kalau ia mengutarakan perasaannya? Okay, Carrol tahu letak kesalahannya dimana. Salahnya adalah ia mencintai kekasih orang! Justin sudah dimiliki oleh wanita lain. Seorang aktris hollywood yang terkenal kecantikannya.
Tidak seperti Carrol! Carrol juga cantik, tetapi kecantikannya tidak dipublish. Keindahan wajahnya tak dapat dilihat oleh seluruh pasang mata didunia.
Hei, tapi mereka berdua hanya pacaran kan?! Toh Zelena belum resmi menjadi istri Justin, oleh sebab itu Carrol masih berkesempatan untuk merebut hati Justin darinya. Bukan hanya Carrol, tapi juga buat seluruh shawty-shawty ataupun para gadis yang ada didunia ini.
Hati Carrol tengah berargumen, dan anehnya disaat itu raganya malah memaksanya untuk cepat-cepat lenyap dari pandangan Justin.
Dengan perlahan-lahan namun mantap Carrol beranjak dari bangku taman.
Melangkah gontai dengan sejuta perasaan sesak didada.
Carrol ingin menangis, tetapi sialnya air matanya itu malah enggan untuk keluar dari peraduannya. Damn! Semahal itu kah air mata Carrol? Walau sudah tidak dihiraukan oleh Justin, ia tetap saja tidak mau memamerkan wujud aslinya?! Carrol mendengus seraya menendang bebas setiap kerikil yang berpapasan dengan kakinya yang terbungkus sepatu boat berwarna ungu muda. Yah, seperti inilah cara Carrol melampiaskan kekesalannya.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena tanpa Carrol duga, tepat dilangkah kelima Justin malah menarik pergelangan tangan kanannya.
Menguncinya cukup kuat, seolah-olah tidak ingin membiarkannya terlepas bebas lagi.
Sekali...
Dua kali...
Tiga kali hentakan tetap tidak bisa terlepas.
Akhirnya mau tidak mau Carrol pun membalikkan badannya dengan kasar.
“Aku telah menjadi milik Zelena. But, I don't forbid you to come near! Aku masih ada waktu seminggu di New York City.. Lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untukku Carry..” ucap Justin sedikit menantang Carrol. Carrol tentu menerima tantangannya tersebut tapi dengan satu penawaran, yaitu.....?
“Justin bagaimana kalau 3 hari saja? Seminggu terlalu lama. Aku akan segera pulang ke Los Angeles” tawarnya sedikit memohon. Justin tersenyum yang itu artinya ia menyetujui penawaran Carrol.
Serta-merta senyuman indah pun terukir dibibirnya yang manis.
Carrol bahagia karena Justin memberikan secercah harapan padanya. Jika dilihat dari raut wajahnya Justin juga sepertinya bahagia.
Lalu disaat ingin memeluk Carrol, tiba-tiba saja handphone Justin berdering.
Carrol tidak tahu panggilan dari siapa? Yang jelas setelah menutup panggilannya itu Justin langsung bergegas meninggalkannya.
“We met 3 more days in this place shawty.. Bye!” pamit Justin memeluk Carrol cepat.
Carrol membalasnya dengan seulas senyuman tipis dan lambaian tangan.
Dalam hati ia bersungut, “Pasti Zelena! Dasar pengacau..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar