BAB.2
<3 The Girl is She <3
(Part.2)
***
Digarasi mobil nampak Kenny yang sudah standby diatas range rover milik Justin.
Tanpa basa-basi lagi si pemilik mobil juga langsung ikut masuk kedalamnya.
Justin melambaikan tangannya kearah Mom Pattie, bersamaan dengan itu range rover yang dikemudikan oleh Kenny pun melaju meninggalkan perumahan tempat dimana ia tinggal.
Hening. Justin dan Kenny sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.
Bodyguard Justin itu tengah berkonsentrasi mengemudikan mobil tuannya. Sedangkan si empu-nya mobil sendiri justru tenggelam dalam alam lamunannya. Mengkhayal akan segera menemukan gadis itu di tempat berliburnya kelak. But, apa mungkin?
Lagu Michael Jackson mengalun memecah keheningan, ditambah lagi suara nge-bass milik Kenny yang mengajak Justin untuk mengobrol bersamanya.
“Kau ingin berlibur kemana? Paris? Aussie? India? Atau----”
“Tidak perlu sejauh itu Kenny! Aku hanya ingin berkunjung ke Los Angeles.. Sudah lama aku tidak kesana” potong Justin cepat. Sedikit kesal karena Kenny telah membuyarkan angan-angannya.
Pria bertubuh gelap itu mengangguk, lalu ekor matanya melirik kearah Justin yang tampak tersenyum-senyum memandangi sebuah kertas putih bergambarkan seorang gadis. Yah, bagi Kenny itu hanyalah selembar kertas yang tiada arti, tapi untuk Justin hasil lukisannya itu memiliki seribu arti yang terpendam.
“Siapa gadis yang kau lukis itu? Zelena?”
Justin menoleh sambil menyembunyikan lukisannya tadi dibalik punggungnya, “Bukan!” Singkat, karena memang bukan kekasihnya itu yang dilukisnya.
“Lantas?”
“Kau tidak perlu tahu!”
1 kalimat yang sukses membuat Kenny terdiam dan kembali fokus menyetir. Kalau Justin bilang “Kau tidak perlu tahu!”, pantang bagi Kenny untuk menentangnya. Karena itu artinya memang benar-benar rahasia.
Justin termangu disaat Kenny menyebut nama Zelena. Ah apa kabar kekasihnya itu? Sejenak Justin merasa bersalah karena ada kalanya disela-sela kesempatan ia malah memikirkan gadis lain yang bukan kekasihnya. Hal yang tidak semestinya Justin lakukan mengingat ia yang telah memiliki seorang soulmate.
Ah, aku tidak bermaksud untuk mengkhianatimu Zelena, pikirnya dalam hati. Sejujurnya ia hanya ingin bertatap muka dengan gadis yang hadir dialam mimpinya itu walaupun sekali. Tidak lebih! Kalaupun terjadi sesuatu yang lebih itu berarti diluar rencananya.
Tiba-tiba handphone Justin berdering, 1 panggilan masuk dari orang yang amat dikenalnya.
Ditekannya tombol hijau, lalu ia pun merapatkan ponselnya ditelinga, “Yes, Justin's speaking! What's up dear?”
“Justin, dimana kau sekarang? Aku sudah mencarimu diseluruh penjuru Kota Kanada tetapi aku tidak menemukan batang hidungmu juga. Kemana kau pergi? Kenapa tidak mengajakku? Dan siapa yang ada disampingmu saat ini?!” cerca Zelena diseberang sana. Dari nada bicaranya terlihat perasaan cemas dan kesal yang bercampur menjadi satu.
“Maafkan aku Zelly, aku lupa memberitahumu kalau aku sedang berlibur. Dan disampingku sekarang hanya ada Kenny seorang kok!” jawab Justin sambil melirik kearah bodyguard nya yang tampak asyik sendiri. Mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya distir kemudi, serta mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti alunan musik. Yah sepertinya ia sangat menikmati vokal emas MJ yang diputar dari sebuah tape mobil tersebut.
Justin tersentak, lalu kembali fokus dengan ponselnya ketika Zelena merengek dan meminta untuk ikut serta dengannya.
“Maaf Zelly, saat ini aku benar-benar sedang tidak ingin diganggu. Sekali lagi maafkan aku! Tenang saja, 1 minggu lagi aku akan segera balik ke Kanada. See you and bye!”
KLIKKKK....!
Sambungan itu pun langsung diputus sepihak oleh Justin. Ia merasa tidak tega jika harus mendengar rengekkan sang kekasih yang sangat memilukan. Bukannya tidak ingin mengajak, tetapi Justin hanya takut jika Zelena mengetahui misi utamanya dalam berlibur kali ini.
Ia tidak ingin Zelena menghancurkan semuanya. Oleh sebab itu, Justin pun merahasiakan Kota tujuannya dalam berlibur. Los Angeles!
Yah, walaupun sebenarnya mudah bagi Zelena untuk menebaknya, tetapi Justin yakin kekasihnya itu tidak akan nekat untuk mencarinya. Kecuali kalau sudah seminggu lebih ia belum balik ke Kanada, baru Justin yakin Zelena akan menyusulnya!
Justin mendesah. Diliriknya arloji hitam pekat yang melingkar manis dipergelangan tangan kirinya.
Masih pukul 02:00 am. Itu artinya 4 jam lagi baru ia akan sampai di LA.
Demi membunuh rasa jenuh, Justin pun memilih untuk memejamkan kedua kelopak matanya.
Namun, belum sempat Justin terlelap ponselnya kembali berdering.
Panggilan masuk dari orang yang telah meneleponnya tadi.
Secepat kilat Justin pun meriject dan menon-aktifkan ponselnya. Dilemparnya asal benda itu diatas dashboard, sehingga membuat Kenny sontak menengok dengan ekspresi wajah kaget.
“Kau sudah gila yah?! Kenapa ponselnya dilempar begitu saja? Bagaimana kalau sampai rusak?”
“Gampang, tinggal beli yang baru!” jawab Justin enteng. Memejamkan kedua matanya seiring dengan gelengan kepala yang diperagakan oleh Kenny.
***
`PRAKKKK...!`
Wanita itu membanting ponselnya diatas meja ruang tamu.
Bunyi keras yang diciptakan membuat seluruh pasang mata yang ada diruangan itu menengok kearahnya dengan serempak.
“Ada apa denganmu? Kau sudah membuatku kaget!” keluh salah seorang dari mereka. Yang lain pun mengangguk setuju sambil mengelus dada masing-masing.
“Dia sangat menyebalkan!”
Seolah-olah tidak peduli dengan keluhan temannya, wanita itu malah menghempaskan tubuhnya disofa ruang tamu tepat disebelah pria berkepala botak.
“Dia? Dia siapa maksudmu? Dia si Justin?” tanya pria disampingnya.
Tanpa mau menoleh, wanita tadi menjawabnya dengan ketus “You're right! Siapa lagi kalau bukan dia?! Helllow Ryan.. Aku rasa pacarku yang menyebalkan hanya dia seorang!” sungutnya kesal berlipat-lipat.
“Maksudmu kau mempunyai pacar lebih dari 1?”
Wanita yang ternyata adalah kekasihnya Justin itu menggidikkan bahunya pelan. Dia rasa ucapannya tadi hanyalah sekedar lelucon. So, tidak perlu ditanggapi seserius itu lah!
“Huh! Kau ini bagaimana sih? Zelly sayang, sudah berapa lama kau menjadi kekasihnya Justin? Bukannya kau sudah biasa dibuatnya sebal seperti ini? Justin kan penyanyi mendunia yang super sibuk!” sahut seorang teman wanitanya yang semula asyik bermain playstation berpendapat. Sekedar menenangkan, tetapi rupanya Zelena justru semakin meledak-ledak.
“Alli, masalahnya dia bukan sibuk bekerja tetapi dia sibuk berlibur! Bagaimana aku tidak marah?! Dia pergi berlibur tanpa mengajakku Alli. Coba kau pikirkan itu!”
“Yeeeey, I'm winner!” teriak salah satu pemuda dengan rambut blonde berwarna cokelat mengkilap.
Ia berjingkrak tidak karuan sehingga membuat yang lain menatapnya agak heran.
Berbeda dengan Alli, ia justru langsung memelototi pemuda itu, “Kau sangat berisik Chris!” ketusnya garang. Kemudian Alli pun beranjak meninggalkan Chris yang tengah nyengir sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.
“Sekarang apa kau tahu dimana Justin berlibur?” tanya Alli menghampiri Zelena. Wanita berkulit cokelat itu menggeleng diringi hembusan nafas yang berat.
“Dan bodohnya aku lupa menanyakan hal itu!” gerutunya terus terang.
“Ya sudah tunggu apa lagi? Ayo hubungi Justin sekarang!” perintah Alli. Geleng-geleng kepala disaat melihat tingkah sahabatnya yang bagaikan orang ber-IQ rendah.
Zelena mengambil kembali ponselnya yang tergeletak asal diatas meja. Untung tidak rusak! batinnya dalam hati.
Dimasukinya menu phonebook dan ditekannya tombol hijau ketika sudah menemukan nomor kontak orang yang dicarinya.
“Ah shit! Kenapa nomernya tidak aktif?!” Seketika raut wajah Zelena berubah masam. Lagi-lagi ponsel itu yang dijadikannya korban. Pelampiasan dari kekesalannya yang sudah mencampai puncak.
1 lagi teman wanita nya yang menghampiri Zelena. Wanita berwajah oval dengan rambut bergelombang itu semula berkutat dengan novel ditangannya, tapi kali ini ia mulai jengah dengan sikap Zelena yang mengganggu konsentrasinya dalam membaca novel tersebut.
“Dulu kau sudah pernah kan melihatku menjalin hubungan dengan Justin? Aku rasa dari dulu sifatnya memang begitu. Seharusnya kau sadar Zelly, kau hanya kekasihnya Justin, bukan istri apalagi Ibunya! Kau harus bisa memahami dia, jangan paksa dia untuk terus memahamimu!” paparnya dingin. Melangkah 3 kali kemudian menoleh lagi kebelakang, “Tidak ada maksud lebih! Aku hanya ingin mengingatkanmu. Jangan sampai hubungan kalian kandas karena hadirnya orangnya ketiga” sambungnya dengan wajah misterius.
Mulut Zelena mengatup rapat. Gigi geraham atasnya mengeras dan menekan gigi geraham yang bagian bawah. Tangannya mengepal. Ia memandang wanita tadi dengan tatapan yang nanar.
“Awas kau Elena!” serunya dalam hati. Elena adalah mantan kekasih Justin. Hubungan mereka harus berakhir lantaran hadirnya sosok Zelena. Menjadi seorang wanita berprilaku baik dan pengertian yang akhirnya sanggup memikat hati Justin. Membuat Justin berpaling hati dari Elena.
Sampai saat ini Elena shock. Ia sangat meyakini bahwa Justin adalah tipikal pria yang setia, terbukti dengan awetnya hubungan mereka yang mencapai hingga tahun ke-3. Yah, tapi siapa yang bisa menebak? Yang namanya hati manusia cepat sekali berubahnya. Elena justru tidak menyangka bahwa sahabatnya lah yang merebut Justin darinya. Sampai sekarang hubungan persahabatan diantara mereka pun masih terlihat dingin.
“Tabahkan hatimu Zelly..” bisik Alli mengelus punggung Zelena dengan maksud menguatkan. Kekasih dari Justin itu tersenyum tipis diiringi desahan nafasnya yang terdengar pelan.
***
Takdir mempertemukan mereka disini..
Ditempat yang asing dan juga sepi..
Dalam keadaan yang tak terduga dan juga disituasi yang tak terkira..
Yah, gadis itu hadir dengan senyuman manisnya..
Apakah dia gadis yang Justin cari?
Justin harap itu tidak salah lagi..
***
Justin terjaga dari tidurnya disaat ia merasakan range rover yang ditumpanginya berhenti ditengah jalan.
Justin pikir mereka sudah tiba di Los Angeles. Tapi kenyataannya, sejauh mata memandang hanya ada pepohonan hijau yang tertanam disisi kanan dan kiri jalan. Tidak ada gedung tinggi yang menjulang dan jalanan raya yang beraspal.
“Ada apa? Kenapa kita berhenti disini?” tanya Justin sambil mengucek kedua matanya. Berusaha untuk menyempurnakan penglihatannya yang kabur akibat bangun tidur.
“I don't know Justin, tapi sepertinya kita dalam masalah..” ujar Kenny seraya keluar dari dalam mobil. Membuka kap mobil itu lalu memeriksa keadaan mesinnya.
Selang beberapa menit kemudian, Justin pun ikut turun dan menghampiri Kenny.
“Bagaimana? What is broken?”
“Mesinnya mengalami sedikit kerusakan, tenang saja akan ku perbaiki sekarang juga. Tunggulah barang 5 menit!” jawab Kenny menoleh sesaat.
Justin mengangguk lalu menyenderkan badannya dibelakang pintu mobil. Pandangannya menyapu tempat asing itu. Yah, hanya sekedar mencari-cari pemandangan yang sekiranya menarik untuk dilihat.
“Kenny apa kau tahu kita ada dimana?” tanya Justin dengan maksud basa-basi. Basa-basi yang sebenarnya mengandung arti tersembunyi, karena ia seperti tidak asing lagi dengan tempat ini. Apakah ia pernah berkunjung kesini? Tapi kapan? Justin terus mengajak otaknya untuk berpikir dengan keras.
“Aku kurang tahu, tapi menurutku daerah ini adalah sebuah Desa..” Kenny menjawabnya tanpa mau menatap Justin. Ia nampak sibuk berkutat dengan mesin mobil yang mengalami sedikit kerusakan itu. Yah, semacam mogok.
“Huh!” Justin menghembuskan nafasnya dengan kasar. Partikel-partikel udara itu keluar bebas bagaikan butiran-butiran beban yang menghimpit dipikirannya.
Well.. Terus terang Justin sangat menyukai Desa, tapi entah mengapa tempat yang dipijaknya kini seolah-olah bukanlah Desa yang sembarang Desa. Sepertinya ada sesuatu yang menarik disini! Tapi apa?
Disatu sisi Justin menganggap tempat ini sangat menyenangkan, namun disisi yang lain Desa ini terasa begitu membosankan.
Tidak ada pemandangan indah yang menyegarkan mata. Yang dapat dilihatnya hanyalah deretan pohon rimbun yang berwarna hijau, beberapa petak sawah, dan sejumlah perumahan warga yang rata-rata bermaterial kayu ulin. Yah, layaknya pedesaan pada umumnya!
“Tidak ada yang menaaaaa-------” ucapannya terhenti seketika disaat kedua bola matanya menangkap sesosok gadis berkuncir dua. Kedua kuncirannya yang bagaikan tanduk banteng itu bergoyang-goyang seirama dengan langkah kakinya.
“Dia kan?!” Mata Justin melebar. Dengan sigap ia pun mengeluarkan hasil lukisannya yang tadi ia selipkan dikantong celananya. Kertas yang semula terlipat-lipat kecil, kini terbentang dengan lebar. Memperlihatkan arsiran halus dari pensil yang membentuk wajah seorang gadis.
Begitu seksama Justin memperhatikan antara gadis itu dan hasil lukisannya secara bergantian. Hingga satu kesimpulan yang Justin dapat, yaitu kedua objek tersebut amat mirip! Bagaimana mungkin?! Apa ini hanya mimpi? batinnya berkecamuk.
“Kenny! Kenny! Come here! Tolong bantu aku cepat!” panggil Justin sedikit mendesak.
Awalnya Kenny enggan menuruti perintah tuannya itu. Namun, karena Justin terus-menerus berteriak dan memaksa, akhirnya Kenny pun beringsut dari kerjaannya.
“Ada apa Bieber? Teriakanmu itu sudah menganggu pekerjaanku..”
“Tolong kau tampar aku sekarang!” pinta Justin sambil menunjuk pipi kanannya.
Kenny bengong dengan tampang stupid. Justin minta digampar? Apa ia tidak salah dengar?
“Ayo cepat!” desak Justin lagi. Kenny rasa itu sudah cukup untuk menjawab keheranannya. Meski ragu-ragu tapi toh akhirnya tangan besar miliknya pun melayang dan mendarat mulus dipipi Justin.
PLAKKKK...!
“Awww! Sakit sekali.. Ah shit!” Justin mengerang kesakitan. Sudah dapat ditebak bahwa pipinya yang semula putih bersih, akan menjadi merah `merona` akibat sentuhan kasar dari tangan Kenny.
Pria itu mengangkat bahu ketika Justin menatapnya. Sebuah gerakan yang mengandung arti bukan-salahku-tapi-itu-kau-yang-mau!
“Okay, tamparanmu sangat nikmat sekali. Sekarang kau boleh meneruskan pekerjaanmu..”
“Freak!” gumam Kenny sambil berlalu pergi.
Setelah mengelus pipinya beberapa kali, Justin pun mengambil jaket besarnya yang tergantung dikepala jok mobil.
Sebelum gadis tersebut benar-benar menghilang dari penglihatan, Justin berniat untuk membuntutinya dibelakang.
Ditariknya tudung jaket yang selalu ia gunakan untuk melindungi wajahnya dari serbuan paparazzi, lalu Justin juga mengenakan kacamata hitamnya. Yah, sekedar jaga-jaga jikalau gadis itu mengenalinya.
Setelah merasa siap, ia langsung melaksanakan misinya.
Dengan mengendap-endap layaknya mata-mata dikutinya gerak-gerak gadis itu.
Berulang kali Justin berdecak kagum. Masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.
“Thanks God.. Akhirnya kau mengabulkan permohonanku” batinnya dalam hati.
Bagaimana tidak? Apa yang dicarinya kini sudah hadir dihadapannya. Kedua mata bening dengan manik kebiru-biruan, hidung mungil, bibir tipis yang berpoleskan lipgloss berwarna pink cerah, dan kedua belah pipi yang menggemaskan tersebut adalah siluet wajah yang sangat Justin hafal diluar kepala.
Setiap lekuknya seolah tercetak jelas dimesin pengingatnya.
Aneh! Kenapa gadis itu seakan-akan tidak sadar dengan kehadiran Justin? Sekalipun ia tidak menoleh kebelakang. Sepelan itukah langkah Justin sehingga ia tidak dapat mendengar suara derap sepatu supra yang Justin kenakan?
Justin mengangguk-angguk paham. Rupanya gadis itu tengah mendengarkan musik melalui ipod. Terbukti dengan adanya earphone berwarna pink yang menyumpal dikedua telinganya. Ditambah lagi gadis itu ikut bersenandung dengan pelan.
“My prize posession one and only.. Adore ya boy I want ya.. The one I can't live without.. That's you, that's you.. My favorite, my favorite, my favorite, my favorite boy.. My favorite boy..” alunnya riang.
Lagu “Favortie Girl” milik Justin digantinya menjadi “Favorite Boy”. Suara yang dialunkannya indah, seindah wajahnya. Ayunan langkah kakinya yang semula lemah gemulai pun kini lebih cepat dan riang mengikuti ritme lagu.
Tingkah gadis bergaun ungu tersebut membuat Justin ingin tertawa, dan tanpa sadar lengkungan tipis sudah tercipta dibibir merah miliknya. “Apa dia juga seorang belieber?” batinnya dengan dada yang bergejolak.
Ketika gadis didalam mimpinya itu sudah sampai didepan rumahnya, Justin langsung buru-buru bersembunyi dibelakang pohon akasia --yang rimbun-- yang jaraknya hanya sekitar 200 meter lebih jauh dari rumah tersebut.
Dipandanginya gadis itu hingga akhirnya siluet wujudnya pun menghilang dibalik pagar besar yang terbuat dari kayu pinus.
***
KRIIIIIIIT....!
Perlahan-lahan Carrol membuka pintu rumahnya. Sunyi yang menguasai ruangan itu membuat bunyi derit pintu sehalus apapun pasti akan tertangkap oleh telinga.
Ditelusurinya setiap sekat yang ada diruangan itu. Tetapi orang yang dicarinya tidak ada.
“Hmm.. Where my mother? Tumben sekali jam segini Mom tidak ada dirumah!” gumam Carrol sambil melangkah menuju kamarnya.
Sebuah kamar bercat ungu dengan pernak-pernik yang juga berwarna senada.
Setibanya didalam Carrol langsung beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan badan sekaligus mengganti gaun ungunya dengan baju rumahan.
Tidak perlu waktu yang lama untuk melakukan itu, karena selang 5 menit kemudian Carrol pun keluar dengan baju kaos yang melekat ditubuhnya.
Dan kini ia sudah terduduk manis didepan cermin. Meraih sebuah sisir yang bergigi rapat, lalu menyikatkannya dengan lembut dirambut pirangnya yang lurus.
Setelah semua helaian itu mengumpul jadi satu, Carrol berniat untuk mengikatnya ala kuda.
Tangannya bergerak menuju kotak kecil berenda, tempat dimana ia mengumpulkan berbagai macam acsessoris-nya disana.
Cukup lama Carrol mengubek-ubek isi kotak itu, dan pada akhirnya ia pun memutuskan untuk menggunakan penjepit rambutnya yang berwarna baby pink. Senada dengan warna t-shirt yang ia kenakan.
“Sempurna!” batinnya puas, masih mematut diri didepan cermin dan sedikit tersenyum ketika melihat pantulan wajah manisnya.
Jika kaca berbentuk persegi panjang itu dapat berbicara, mungkin sekarang juga dia akan memuji kecantikan Carrol.
Kecantikan yang semakin terpancar jelas akibat terpaan cahaya matahari sore.
“Awww! I'm so pretty!” seru Carrol sambil mengedipkan sebelah matanya. Kemudian ia malah menertawai kenarsisannya tersebut. Masih dalam keadaan tertawa Carrol melangkah ke sudut ruangan. Menyalakan DVD player lalu memutar lagu JB dengan keras.
•••••
Baby You Can Do No Wrong..
My Money Is Your Give You A Little More Because I Love Ya Love Ya..
With Me Girl Is Where You Belong..
Just Stay Right Here I Promise My Dear I'll Put Nothin Above Ya Above Ya..
•••••
Yakni “Love Me”, lagu favoritenya selain “One Time” yang ia putar.
Carrol ikut bersenandung sambil meliuk-liukkan tubuhnya didepan cermin. Hal yang selalu dilakukannya setiap mendengar melodi yang bertempo cepat. Bergoyang? Carrol sangat menyukainya. Baginya menggerak-gerakkan tubuh dengan gaya yang ringan itu bisa membuat pikiran tenang, dan beban yang berat pun seakan-akan hilang.
“Love me love me, say that you love me.. Fool me fool me, oh how you do me.. Kiss me kiss me, say that you miss me.. Tell me what I wanna hear.. Tell me you love me!” alun Carrol dengan gaya centilnya. Tepat dibagian “Kiss me” dengan sengaja ia mencium poster Justin. Dan sialnya bersamaan dengan itu pintu kamarnya malah dibuka oleh seseorang. Seseorang yang ternyata Mom Eliana itu sontak terkejut dengan prilaku Carrol.
“Matikan musiknya!” perintah beliau tegas. Awalnya Carrol acuh, tapi ketika Mom Eliana mengulang perintahnya untuk yang kedua kali, ia pun menurut karena takut.
“Carry, Mommy bilang matikan musiknya!”
KLIK...!
Dengan ½ tidak rela Carrol mematikan DVD Playernya. Lalu ia melangkah gontai menuju kasur, dan terduduk ditepinya dengan wajah menunduk plus bibir yang mengerucut. Yah, katakanlah Carrol merajuk!
“Apa yang kau-----”
“Aku hanya mencium posternya bukan wujudnya! Apakah aku salah?” potong Carrol cepat.
Mom Eliana menghampiri putrinya dengan kepala yang menggeleng.
“Jelas! Itu hanya poster dan bukan Justin sungguhan..” jawabnya ikut terduduk disamping Carrol. Menggidikan bahu sambil berucap, “Kau sudah seperti orang yang tidak waras!”.
Tentu saja kalimat Ibunya itu membuat Carrol semakin memajukan bibirnya.
“Aku masih waras! Lagipula bukankah sudah biasa jika penggemar mencium poster idolanya? Aku rasa itu tidak aneh!”
“Yah, sangat biasa dan tidak aneh. Terutama untuk penggemar malang sepertimu! Penggemar yang tidak pernah bisa bertemu dengan idolanya” sindir Mom Eliana `mengejek` Carrol. Tentu saja `mengejek` dalam tanda kutip. Ia hanya ingin Carrol berpikir secara logis dan realisitis dalam mengagumi idolanya. Tidak lebih!
“Mom, bisakah kau membiarkanku mengagumi Justin? Selama ini aku tidak pernah meminta yang macam-macam padamu kan? Kau melarangku menonton konser Justin pun aku terima! Justin is the source of my inspiration Mom.. Dia penyemangat hidupku!”
“Carry, dengarkan Ibu Nak. Ibu tidak pernah melarang kau mengagumi siapapun itu, termasuk Justin. Tapi Ibu mohon bersikaplah yang wajar dan jangan berlebihan seperti ini!”
Carrol bungkam, ia hanya mendengarkan nasehat Ibunya dalam diam. Bila Mom Eliana sudah menggunakan kata-kata “Ibu” dan “Nak”, maka itu artinya beliau sangat memohon. Disaat Carrol menarik nafas, Mom Eliana justru mendesah. Ia menasehati putrinya seperti itu bukan tanpa maksud. Ia hanya tidak ingin Carrol terobsesi lebih jauh terhadap Justin, karena bagaimanapun mereka berbeda. They different! Justin Bieber adalah penyanyi terkenal sementara Carrol hanyalah gadis biasa. Bukan artis ngetop sekaliber Selena Gomez ataupun Taylor Swift!
Bahkan seingat Mom Eliana, akibat terlalu mengagumi Justin sampai sekarang Carrol belum pernah menjalin hubungan spesial dengan pemuda manapun. Jika ditanya mengapa? Ia akan menjawab seperti ini, “Aku akan menunggu sampai Justin yang melamarku. Tapi kalau itu tidak mungkin, maka aku akan mencari kembarannya Justin!”. Lantas salahkah bila Mom Eliana membatasi perasaan kagum yang Carrol miliki?
“Carry, Mom tidak bermaksud menyakiti hatimu”
“Tapi kenyataannya Mom telah menyakiti perasaanku!” sahut Carrol gesit. Sengaja membelakangi Ibunya agar beliau tahu bahwa ia sedang merajuk.
Mom Eliana tersenyum kecil, lalu memeluk Carrol dari belakang.
“I'm sorry Carry, Mom tidak bermaksud seperti itu.. Suatu saat kau pasti akan mengerti maksud dari perkataan Mom!”
Carrol berbalik seraya membalas pelukan hangat Ibunya, “Aku sangat menyayangimu Mom” bisiknya pelan. Sekilas ia seperti tidak mengindahkan maksud dari ucapan Ibunya tersebut, tapi dalam hati ia justru tengah bertanya-tanya seorang diri “Suatu saat nanti aku akan mengerti? Apa maksudnya?” batin Carrol mengernyitkan dahi.
Pura Pura Cinta
Senin, 30 Mei 2011
We are Different (Not Including Own) Bab.2 [Part.1]
BAB.2
<3 The Girl is She <3
(Part.1)
Mimpi itu kembali datang..
Mengusik jiwa yang semula tenang..
Memperlihatkan siluet wajah seseorang..
Tampak asing, sehingga menimbulkan segumpal rasa penasaran..
Dan merasa akan segera bertemu dengannya, tapi KAPAN?
***
“Arrrrrgggghhhhhh......”
Justin mengerang dengan sangat keras. Erangan yang terdengar sampai keluar kamarnya sehingga membuat Mom Pattie terjaga dari tidurnya yang sangat pulas.
Dengan ½ tergesa-gesa ia pun keluar dari kamarnya, melangkah menuju kamar Justin. Ada apa dengan anak itu? Pikirnya dalam hati. Raut cemas diwajah Mom Pattie terlihat sangat kentara sekali. Ia takut jikalau anak satu-satunya itu mengalami mimpi aneh seperti beberapa malam belakangan ini. Dan beruntung kamar Justin hanya berjarak 4 meter saja dari kamarnya sehingga ia tidak perlu menaiki undakan tangga yang berkelok-kelok.
Diraihnya handle pintu berwarna kuning keemasan itu. Hanya dalam satu tarikan kebawah pintu kamar Justin pun terbuka dengan lebar.
Pemandangan yang pertama kalinya ditangkap oleh Mom Pattie adalah tubuh Justin yang terkulai lemas ditepi ranjang dengan kedua belah tangan yang memegangi kepalanya. Sikap yang sontak menambah gurat kecemasan diwajah Mom Pattie. Ibu paruh baya yang tengah menjadi single parent itu pun menghampiri Justin. Diturunkannya kedua tangan Justin dari cengkraman rambutnya, lalu digenggamnya dengan lembut.
“Justin, ada apa Nak? Kau mimpi buruk lagi?” tanya Mom Pattie khawatir.
Justin membuka kedua matanya yang semula terpejam rapat. Dikerjap-kerjapkannya sesaat, kemudian ia menggeleng agak lemah.
“Bukan Mom, itu bukan mimpi yang buruk! Melainkan mimpi yang aneh”
Tidak perlu dijelaskan Mom Pattie mengerti maksud Justin. Mimpi itu pasti mimpi bertemu dengan seorang gadis berparas cantik namun asing disebuah tempat yang terpencil lagi, seperti yang sudah-sudah.
Mom Pattie menganggapnya mimpi buruk karena Justin selalu mengerang layaknya orang kesakitan setiap terbangun dari mimpinya tersebut. Dan itu salah satu hal yang selalu membuatnya khawatir.
“Justin, bagaimana kalau besok kita pergi ke psikiater?” ajak Mom Pattie lembut. Tangannya mengelus-elus rambut cokelat Justin penuh kasih sayang.
Sebenarnya sudah lama Mom Pattie ingin membawa Justin ke seorang psikiater. Ia takut mimpi itu berdampak buruk bagi kejiwaan Justin. Tapi sayangnya salah satu penyanyi muda dengan budget termahal itu selalu mengelak ajakan Ibunya.
“Ah tidak perlu Mom. Mungkin aku hanya membutuhkan waktu yang banyak untuk rehat sejenak”
Mom Pattie menghela nafas berat. Selalu begitu! Justin menolak ajakannya dengan satu alasan yang sama. Dia baik-baik saja dan hanya membutuhkan waktu untuk beristirahat. Maklum, terkadang waktu santai Justin juga dipergunakannya untuk bekerja. Padatnya jadwal manggung Justin membuat Mom Pattie kasihan dan diam-diam berniat untuk meminta waktu cuti beberapa hari kepada Scooter.
“Mom...” panggil Justin pelan.
Mom Pattie menoleh dengan tatapan yang teduh.
“Aku ingin-----”
Justin terdiam sejenak. Mimpi itu kembali menghantui pikirannya.
Mimpi yang `freak` karena selalu menyisakan sejuta rasa penasaran didiri Justin.
Mom Pattie berdehem, deheman yang sukses menyadarkan Justin dari alam lamunannya.
“Ingin apa?”
“Errrr.... Aku ingin bertemu dengan gadis yang hadir dimimpiku itu Mom” tuturnya penuh keinginan. Kening Mom Pattie berkedut dengan sendirinya. Bingung harus memberikan jawaban apa pada Justin? Karena bagaimanapun ia sendiri tidak tahu dengan wajah gadis yang dimaksud putranya itu, lantas dimana pula ia harus mencarinya?
“Justin, bukannya Mom tidak ingin membantumu. But, that's a hard dear! Mom tidak paham bagaimana wajah gadis yang kau maksud itu.Lagipula apa kau yakin dia gadis Canada? Bagaimana kalau dia tidak menetap di Kota yang sama dengan kita? Bagaimana kalau dia ternyata hanyalah bidadari yang Tuhan kirimkan sebagai penghias mimpimu saja Nak?”
“You're right! Parasnya bagaikan seorang angel. Dia cantik Mom.. Amat cantik! Dan aku pasti akan bertemu dengannya” tukas Justin tanpa mengindahkan kemungkinan-kemungkinan yang Mom Pattie ucapkan.
Wanita yang berwajah lebih gelap dari anaknya itu pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Kesal, karena sikap Justin yang keras kepala! Tapi ia tidak ingin membuat Justin tersinggung dengan ucapannya yang suka asal ceplos. Oleh sebab itu, ia pun memilih untuk beranjak dari sana.
“Sepertinya kau memang harus banyak istirahat Justin. Tidurlah! Besok pagi kau ada janji dengan Mrs. Pinky kan?”
Justin mengangguk sekali, lalu membiarkan sang Ibu mengecup kening serta menyelimuti dirinya.
BLEPPP..!
Lampu tidur dimatikan oleh Mom Pattie. Setelah wujud beserta dengan siluet Ibunya benar-benar menghilang dari balik pintu, kesunyian pun menguasai malam itu. Menemani Justin yang tengah memaksa kedua matanya untuk kembali terlelap.
***
Kilauan cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui celah-celah jendela dikamar Justin.
Menyapa seluruh warga Canada dengan sinarnya yang keemasan.
Hampir semua penduduk bersiap-siap memulai aktifitas, tapi tidak dengan Justin.
Pemuda itu masih meringkuk dibalik selimutnya.
Sahutan ayam yang berkokok dan kicauan burung yang bersahut-sahutan seolah tidak dipedulikan olehnya. Tidur yang nyenyak!
Hingga akhirnya pintu kamar Justin didobrak tanpa ampun oleh seseorang. Bocah perempuan yang nampak menggemaskan dengan hiasan pita ungu berbentuk kupu-kupu dirambut sebahunya.
“Justiiiiiiin....!” teriak bocah itu nyaring. Melepas paksa selimut sang Kakak lalu menarik-narik ujung piyama yang Justin kenakan.
“Hello my big blo ayo cepat banguuuuun! Mom tudah menunggumu dibawah!” perintahnya cadel.
Akibat ulahnya itu Justin pun terbangun seketika.
Sebenarnya nyawa Justin belum terkumpul sepenuhnya, tapi ia bisa melihat dengan jelas siapa yang telah berani mengganggu tidur pulasnya saat ini.
“Cupcake! Awas kau yaaaaaah?!” kecam Justin berpura-pura garang.
Tentu saja si bocah ketakutan melihatnya. Dengan cepat ia berlari menghindari amukan Justin, tapi langkah kakinya terlalu kecil dibandingkan langkah panjang Justin yang dalam sekali lompat saja berhasil merengkuh tubuh mungilnya.
HUPPPPP...!
“Kena kau sekarang!”
Justin lantas memeluknya lalu menggendong tubuh malaikat kecilnya itu berputar-putar.
Sedangkan yang digendong hanya tertawa cekikikan.
“Big blo lepatkan. Mom tudah menunggu kita dibawah!” pintanya sekaligus memberitahu. Sebenarnya ia senang diperlakukan seperti itu oleh Kakaknya, tapi Mom Pattie sudah memanggil dan menyuruhnya untuk segera membawa Justin keruang makan.
“Okay akan aku lepaskan. Tapi urusan kita belum selesai cupcake!” ucap Justin menjulurkan lidah sambil menurunkan adiknya kebawah. Bibir sang adik mengerucut, pertanda kalau ia sedang kesal.
“Whatevel! Tapi cekalang kau halus ikut tulun kebawah denganku..”
Belum sempat Justin menjawab “iya”, “tidak”, atau “nanti” terlebih dulu tangannya langsung ditarik oleh adiknya.
“Oh my God! Aku belum cuci muka dan kumur-kumur cupcake!” ronta Justin berusaha melepaskan tarikan yang tidak bersahabat itu.
Tetapi adiknya nampak acuh hingga berhasil membawa Justin kehadapan Mom Pattie yang tengah berada diruang makan.
“Mom aku belhacil membawa Justin! Coba lihat!”
Justin melongo mendengar celotehan adiknya tersebut. Kemudian timbul niat jail diotaknya, “Oww.. Sekarang kau sudah berani melawanku yah? Rasakan ini!”
Dengan semangat Justin menghujani ciuman dipipi kanan dan juga pipi kiri adiknya. Itu sudah menjadi kebiasaannya ketika gemas dengan tingkah malaikat kecilnya tersebut. Dan dapat dipastikan suasana yang semula hening akan mendadak gaduh berkat suara teriakkan adiknya yang bercampur dengan gelak tawa.
“Justin, Jazzy, apa yang kalian lakukan? Kalian berisik sekali..” tegur Mom Pattie menghampiri mereka.
“Justin menggangguku Mom!” adu Jazzy manja.
“Justin lepaskan adikmu!” perintah Mom Pattie tegas. Dengan ½ terpaksa Justin pun melepaskan Jazzy yang langsung berlari kegendongan Mom Pattie. Bergelantungan manja dileher wanita yang sudah dianggap Ibu kandungnya itu.
“Mom, siapa yang membawa cupcake kesini? Kalau saja Mom tahu, dia sudah mengganggu tidurku pagi ini!” sungut Justin berlagak kesal. Ibunya tersenyum simpul sembari mendudukkan Jazzy dikursi ruang makan.
“Seharusnya kau berterima kasih pada Jazzy. Kalau bukan karena dia mungkin hari ini kau akan mendapatkan hukuman dari Mrs. Pinky! Mom yang memintanya untuk datang kemari, karena Mom lihat tidurmu sangat nyenyak sekali. Dan Mom tahu, kalau tidurmu sudah pulas seperti itu kau tidak akan mungkin beranjak dari kasurmu kecuali jika Jazzy yang membangunkanmu!” papar Mom Pattie panjang lebar. Lalu ia pun menatap putranya itu lekat-lekat, “Katakan, apakah kau memimpikan gadis itu lagi?”
BLEPPP...!
Hati Justin mencelos ketika Ibunya mempertanyakan hal itu. Tidak perlu ditanya lagi seperti apa “mimpi” yang Ibunya maksud? Karena harus diakuinya bahwa tadi malam ia kembali memimpikan gadis asing dengan mata biru seperti yang sebelum-sebelumnya.
Dan itu salah satu penyebab mengapa Justin tertidur bagaikan orang yang tidak ingin dibangunkan lagi.
Saat ini Justin tidak ingin membuat Ibunya khawatir. Oleh sebab itu, sebisa mungkin ia pun mengelak atas tuduhan tersebut.
“Ah Mom bicara apa sih? Aku tidak memimpikan dia kok!”
“Justin, kau tidak bisa membohongi Ibumu sendiri!”
“Tapi aku tidak sedang berbohong Mom!” elak Justin lagi.
“Kalian beldua membicalakan apa cih? Kenapa aku tidak diajak?” celetuk Jazzy tiba-tiba.
Justin mendesah lega. Menurutnya Jazzy menyahut diwaktu yang tepat! Yah, secara tidak langsung ia telah menyelamatkan Justin dari cercaan-cercaan Ibunya.
“Ini urusan orang besar dan anak kecil sepertimu tidak boleh ikut!” sahut Justin menjulurkan lidahnya, dan itu membuat Jazzy merengut seketika.
Sesaat Justin menatap wajah menggemaskan adiknya. Walaupun bukan adik kandung Justin menyayangi Jazzy layaknya Kakak yang baik pada umumnya. Apalagi kalau melihat tingkah Jazzy! Siapa sih yang tidak ingin menjadi Kakaknya?
Jazzy baru berumur hampir 4 tahun. Cara bicaranya sedikit cadel. Ia tidak bisa menyebutkan huruf “R” dan “S” sebagaimana mestinya. Huruf “R” suka diganti dengan “L”, sedangkan “S” digantinya dengan huruf “T” atau malah “C”. Ia hanya lantang mengucapkan huruf “S” disaat memanggil nama Kakak yang disayanginya, yakni “Justin”. Justin sendiri tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Namanya juga anak-anak! Sementara pipi adalah bagian tubuh yang Justin suka dari diri adiknya. Pipi chubby nya yang merah seperti tomat sangat menggemaskan untuk dicium.
“Justin, aku tidak ingin belteman denganmu lagi! Kau cangat menyebalkan!” kecam Jazzy merengut. Kedua tangannya terlipat rapi diatas meja.
Melihat itu langsung saja Mom Pattie melirik Justin sekilas, mengisyaratkan agar anaknya mau membujuk adik tirinya yang kalau sudah merajuk akan bertahan hingga berhari-hari lamanya.
Seolah mengerti dengan lirikan Ibunya, maka Justin pun menyahut, “Hei cupcake, yang benar itu Kakakmu ini tampan dan menyenangkan, bukannya menyebalkan seperti yang kau bilang tadi! Hmm, baiklah. Sebagai buktinya aku akan membelikanmu 2 batang permen lollypop hari ini..”
“Yeyyyyy! My big blo kau cangat baik! Love you so much! Muaaaach...” Jazzy berseru kegirangan disaat Justin membujuknya dengan sesuatu yang menggiurkan.
Suatu hal yang tidak dapat ia tolak. Ia melompat ke pangkuan Justin dan mencium pipi Kakaknya itu penuh kasih.
“Justin?” sela Mom Pattie tidak setuju. Ia memang meminta Justin untuk membujuk Jazzy, tapi bukan begitu caranya. Jazzy baru saja sembuh dari penyakit flu dan batuk yang menyerangnya kemarin, dan Mom Pattie tidak ingin penyakitnya itu kambuh. Eh si Justin malah mengiming-iminginya dengan permen!
“Biarlah Mom sekali-kali.. Lagipula aku rasa 2 batang permen juga tidak akan membuat Jazzy kembali sakit kok!” ujar Justin tanpa ada maksud menantang. Ia hanya tidak tega mengecewakan Jazzy yang sudah terlanjur kegirangan.
Mom Pattie mendesah berat sambil mengangkat pelan bahunya. Gerakan tubuh yang mengandung arti “terserahlah”.
Setelah itu hening. Sambil menunggu Justin yang beranjak ke kamar mandi, Mom Pattie dan Jazzy pun lebih memilih untuk menyantap sarapan pagi mereka.
***
Mrs. Pinky menjelaskan berbagai macam rumus kimia disaat Justin tengah menyibukkan dirinya dengan selembar buku gambar. Menciptakan bayang-bayang tipis dengan pensil 2B yang diapitnya diantara jari telunjuk dan ibu jarinya. Tangannya mengayun santai, seakan-akan sudah menghafalkan setiap lekuk wajah si gadis diluar kepala.
Kini kertas yang semula putih bersih itu telah tercoret oleh sebuah alat tulis.
Melukiskan indahnya paras seorang gadis yang nampak tersenyum manis tapi sayangnya belum pernah Justin temui selama ini.
Ah, kapan aku akan bertemu dengannya? Pikir Justin tersenyum seorang diri. Ia tidak menyadari bahwa seseorang tengah berdiri disampingnya sejak 5 menit yang lalu. Memperhatikan tingkah laku Justin yang bagaikan orang tidak waras.
SREKKK...!
Ditariknya buku gambar itu dari tangan Justin, dan sontak Justin pun menoleh.
“Mommy?” serunya terbelalak.
“Apa yang kau lakukan Justin? Dan siapa dia?” tanya Mom Pattie menunjuk kearah gadis yang sudah Justin lukis.
Pemuda itu terdiam, namun sedetik kemudian tawanya pun meledak seketika.
“Ahahahhaha... Bagaimana Mom? Dia cantik bukan?”
Kening Mom Pattie mengerut. Dipandanginya hasil lukisan putra semata wayangnya itu dengan seksama. Lalu ia tersenyum dengan kepala yang sedikit miring, “Not bad! Jadi ini gadis yang telah mengusik tidurmu hampir sebulan lamanya? Hah.. Pantas!” tukas Mom Pattie menghembuskan nafas dengan kasar.
Justin mendelik, “Am I wrong?”
“Tidak. Tapi gadis itu telah membuat kau mendadak gila! Dan karena gadis itu jualah kau tidak berkonsentrasi dalam belajar..” Mom Pattie berdiri dihadapan Justin sambil mencengkram bahu anaknya agak lembut, “Dan kau tahu? Mrs. Pinky sengaja keluar dari ruangan ini untuk memanggil Mom. Dia bilang sepertinya pelajaran hari ini tidak perlu dilanjutkan. Penjelasannya akan sia-sia kalau kau tidak mendengarkannya Justin! What's wrong with you? Kau asik dengan duniamu sendiri dan mengacuhkan Mrs. Pinky. Sungguh tidak sopan! Apa begitu cara Mommy mendidikmu? Hargailah gurumu Nak.. Tanpanya kau tidak bisa melanjutkan pendidikanmu ke jenjang yang lebih tinggi..” nasehat Mom Pattie panjang lebar. Yah, hanya sekedar mengingatkan.
Justin mendesah, pancaran matanya penuh dengan rasa bersalah. “I'm sorry Mom.. Kebetulan hari ini aku hanya ingin melukis bukan menghitung!” ucapnya ½ beralasan. Lumayan menyesal karena telah membuat kecewa Mrs. Pinky terlebih-lebih Ibunya sendiri.
Mom Pattie mengangguk paham. Lalu menyerahkan sebuah koper besar yang semula ditaruhnya disamping meja belajar Justin.
“Apa ini?”
“Beberapa lembar pakaian baru. Mom rasa kau butuh refreshing saat ini! Ini kunci mobilmu dan pergilah berlibur ke Kota manapun yang kamu suka.” Diletakkannya sebuah kunci mobil digenggaman Justin yang kala itu masih terbengong-bengong, “Mom sengaja meminta Scooter agar mau memberikan waktu cuti untukmu selama 1 minggu penuh. Mom harap kau akan menggunakan waktu itu dengan baik dan benar!” sambungnya menjawab gurat keheranan diwajah Justin.
Bagaikan melihat kecoa, Justin terperanjat. Hatinya telah diliputi perasaan kaget bercampur senang. Ini adalah moment yang dinanti-nantikan olehnya! Yes, holiday! Sejenak melepaskan diri dari pekerjaan yang menuntutnya untuk tampil sempurna didepan ratusan, ribuan, bahkan jutaan pasang mata. Kemudian, masih dalam keadaan yang terbelalak, Justin pun memeluk Ibunya dengan begitu hangat dan erat.
“Ayo cepat! Kenny sudah menunggumu dimobil!” seru Mom Pattie melepas pelukan Justin.
Untuk yang kedua kalinya Justin memeluk Ibunya sebagai ungkapan terima kasih, kemudian ia pun menyeret kopernya keluar ruangan dengan membawa serta hasil lukisannya.
<3 The Girl is She <3
(Part.1)
Mimpi itu kembali datang..
Mengusik jiwa yang semula tenang..
Memperlihatkan siluet wajah seseorang..
Tampak asing, sehingga menimbulkan segumpal rasa penasaran..
Dan merasa akan segera bertemu dengannya, tapi KAPAN?
***
“Arrrrrgggghhhhhh......”
Justin mengerang dengan sangat keras. Erangan yang terdengar sampai keluar kamarnya sehingga membuat Mom Pattie terjaga dari tidurnya yang sangat pulas.
Dengan ½ tergesa-gesa ia pun keluar dari kamarnya, melangkah menuju kamar Justin. Ada apa dengan anak itu? Pikirnya dalam hati. Raut cemas diwajah Mom Pattie terlihat sangat kentara sekali. Ia takut jikalau anak satu-satunya itu mengalami mimpi aneh seperti beberapa malam belakangan ini. Dan beruntung kamar Justin hanya berjarak 4 meter saja dari kamarnya sehingga ia tidak perlu menaiki undakan tangga yang berkelok-kelok.
Diraihnya handle pintu berwarna kuning keemasan itu. Hanya dalam satu tarikan kebawah pintu kamar Justin pun terbuka dengan lebar.
Pemandangan yang pertama kalinya ditangkap oleh Mom Pattie adalah tubuh Justin yang terkulai lemas ditepi ranjang dengan kedua belah tangan yang memegangi kepalanya. Sikap yang sontak menambah gurat kecemasan diwajah Mom Pattie. Ibu paruh baya yang tengah menjadi single parent itu pun menghampiri Justin. Diturunkannya kedua tangan Justin dari cengkraman rambutnya, lalu digenggamnya dengan lembut.
“Justin, ada apa Nak? Kau mimpi buruk lagi?” tanya Mom Pattie khawatir.
Justin membuka kedua matanya yang semula terpejam rapat. Dikerjap-kerjapkannya sesaat, kemudian ia menggeleng agak lemah.
“Bukan Mom, itu bukan mimpi yang buruk! Melainkan mimpi yang aneh”
Tidak perlu dijelaskan Mom Pattie mengerti maksud Justin. Mimpi itu pasti mimpi bertemu dengan seorang gadis berparas cantik namun asing disebuah tempat yang terpencil lagi, seperti yang sudah-sudah.
Mom Pattie menganggapnya mimpi buruk karena Justin selalu mengerang layaknya orang kesakitan setiap terbangun dari mimpinya tersebut. Dan itu salah satu hal yang selalu membuatnya khawatir.
“Justin, bagaimana kalau besok kita pergi ke psikiater?” ajak Mom Pattie lembut. Tangannya mengelus-elus rambut cokelat Justin penuh kasih sayang.
Sebenarnya sudah lama Mom Pattie ingin membawa Justin ke seorang psikiater. Ia takut mimpi itu berdampak buruk bagi kejiwaan Justin. Tapi sayangnya salah satu penyanyi muda dengan budget termahal itu selalu mengelak ajakan Ibunya.
“Ah tidak perlu Mom. Mungkin aku hanya membutuhkan waktu yang banyak untuk rehat sejenak”
Mom Pattie menghela nafas berat. Selalu begitu! Justin menolak ajakannya dengan satu alasan yang sama. Dia baik-baik saja dan hanya membutuhkan waktu untuk beristirahat. Maklum, terkadang waktu santai Justin juga dipergunakannya untuk bekerja. Padatnya jadwal manggung Justin membuat Mom Pattie kasihan dan diam-diam berniat untuk meminta waktu cuti beberapa hari kepada Scooter.
“Mom...” panggil Justin pelan.
Mom Pattie menoleh dengan tatapan yang teduh.
“Aku ingin-----”
Justin terdiam sejenak. Mimpi itu kembali menghantui pikirannya.
Mimpi yang `freak` karena selalu menyisakan sejuta rasa penasaran didiri Justin.
Mom Pattie berdehem, deheman yang sukses menyadarkan Justin dari alam lamunannya.
“Ingin apa?”
“Errrr.... Aku ingin bertemu dengan gadis yang hadir dimimpiku itu Mom” tuturnya penuh keinginan. Kening Mom Pattie berkedut dengan sendirinya. Bingung harus memberikan jawaban apa pada Justin? Karena bagaimanapun ia sendiri tidak tahu dengan wajah gadis yang dimaksud putranya itu, lantas dimana pula ia harus mencarinya?
“Justin, bukannya Mom tidak ingin membantumu. But, that's a hard dear! Mom tidak paham bagaimana wajah gadis yang kau maksud itu.Lagipula apa kau yakin dia gadis Canada? Bagaimana kalau dia tidak menetap di Kota yang sama dengan kita? Bagaimana kalau dia ternyata hanyalah bidadari yang Tuhan kirimkan sebagai penghias mimpimu saja Nak?”
“You're right! Parasnya bagaikan seorang angel. Dia cantik Mom.. Amat cantik! Dan aku pasti akan bertemu dengannya” tukas Justin tanpa mengindahkan kemungkinan-kemungkinan yang Mom Pattie ucapkan.
Wanita yang berwajah lebih gelap dari anaknya itu pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Kesal, karena sikap Justin yang keras kepala! Tapi ia tidak ingin membuat Justin tersinggung dengan ucapannya yang suka asal ceplos. Oleh sebab itu, ia pun memilih untuk beranjak dari sana.
“Sepertinya kau memang harus banyak istirahat Justin. Tidurlah! Besok pagi kau ada janji dengan Mrs. Pinky kan?”
Justin mengangguk sekali, lalu membiarkan sang Ibu mengecup kening serta menyelimuti dirinya.
BLEPPP..!
Lampu tidur dimatikan oleh Mom Pattie. Setelah wujud beserta dengan siluet Ibunya benar-benar menghilang dari balik pintu, kesunyian pun menguasai malam itu. Menemani Justin yang tengah memaksa kedua matanya untuk kembali terlelap.
***
Kilauan cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui celah-celah jendela dikamar Justin.
Menyapa seluruh warga Canada dengan sinarnya yang keemasan.
Hampir semua penduduk bersiap-siap memulai aktifitas, tapi tidak dengan Justin.
Pemuda itu masih meringkuk dibalik selimutnya.
Sahutan ayam yang berkokok dan kicauan burung yang bersahut-sahutan seolah tidak dipedulikan olehnya. Tidur yang nyenyak!
Hingga akhirnya pintu kamar Justin didobrak tanpa ampun oleh seseorang. Bocah perempuan yang nampak menggemaskan dengan hiasan pita ungu berbentuk kupu-kupu dirambut sebahunya.
“Justiiiiiiin....!” teriak bocah itu nyaring. Melepas paksa selimut sang Kakak lalu menarik-narik ujung piyama yang Justin kenakan.
“Hello my big blo ayo cepat banguuuuun! Mom tudah menunggumu dibawah!” perintahnya cadel.
Akibat ulahnya itu Justin pun terbangun seketika.
Sebenarnya nyawa Justin belum terkumpul sepenuhnya, tapi ia bisa melihat dengan jelas siapa yang telah berani mengganggu tidur pulasnya saat ini.
“Cupcake! Awas kau yaaaaaah?!” kecam Justin berpura-pura garang.
Tentu saja si bocah ketakutan melihatnya. Dengan cepat ia berlari menghindari amukan Justin, tapi langkah kakinya terlalu kecil dibandingkan langkah panjang Justin yang dalam sekali lompat saja berhasil merengkuh tubuh mungilnya.
HUPPPPP...!
“Kena kau sekarang!”
Justin lantas memeluknya lalu menggendong tubuh malaikat kecilnya itu berputar-putar.
Sedangkan yang digendong hanya tertawa cekikikan.
“Big blo lepatkan. Mom tudah menunggu kita dibawah!” pintanya sekaligus memberitahu. Sebenarnya ia senang diperlakukan seperti itu oleh Kakaknya, tapi Mom Pattie sudah memanggil dan menyuruhnya untuk segera membawa Justin keruang makan.
“Okay akan aku lepaskan. Tapi urusan kita belum selesai cupcake!” ucap Justin menjulurkan lidah sambil menurunkan adiknya kebawah. Bibir sang adik mengerucut, pertanda kalau ia sedang kesal.
“Whatevel! Tapi cekalang kau halus ikut tulun kebawah denganku..”
Belum sempat Justin menjawab “iya”, “tidak”, atau “nanti” terlebih dulu tangannya langsung ditarik oleh adiknya.
“Oh my God! Aku belum cuci muka dan kumur-kumur cupcake!” ronta Justin berusaha melepaskan tarikan yang tidak bersahabat itu.
Tetapi adiknya nampak acuh hingga berhasil membawa Justin kehadapan Mom Pattie yang tengah berada diruang makan.
“Mom aku belhacil membawa Justin! Coba lihat!”
Justin melongo mendengar celotehan adiknya tersebut. Kemudian timbul niat jail diotaknya, “Oww.. Sekarang kau sudah berani melawanku yah? Rasakan ini!”
Dengan semangat Justin menghujani ciuman dipipi kanan dan juga pipi kiri adiknya. Itu sudah menjadi kebiasaannya ketika gemas dengan tingkah malaikat kecilnya tersebut. Dan dapat dipastikan suasana yang semula hening akan mendadak gaduh berkat suara teriakkan adiknya yang bercampur dengan gelak tawa.
“Justin, Jazzy, apa yang kalian lakukan? Kalian berisik sekali..” tegur Mom Pattie menghampiri mereka.
“Justin menggangguku Mom!” adu Jazzy manja.
“Justin lepaskan adikmu!” perintah Mom Pattie tegas. Dengan ½ terpaksa Justin pun melepaskan Jazzy yang langsung berlari kegendongan Mom Pattie. Bergelantungan manja dileher wanita yang sudah dianggap Ibu kandungnya itu.
“Mom, siapa yang membawa cupcake kesini? Kalau saja Mom tahu, dia sudah mengganggu tidurku pagi ini!” sungut Justin berlagak kesal. Ibunya tersenyum simpul sembari mendudukkan Jazzy dikursi ruang makan.
“Seharusnya kau berterima kasih pada Jazzy. Kalau bukan karena dia mungkin hari ini kau akan mendapatkan hukuman dari Mrs. Pinky! Mom yang memintanya untuk datang kemari, karena Mom lihat tidurmu sangat nyenyak sekali. Dan Mom tahu, kalau tidurmu sudah pulas seperti itu kau tidak akan mungkin beranjak dari kasurmu kecuali jika Jazzy yang membangunkanmu!” papar Mom Pattie panjang lebar. Lalu ia pun menatap putranya itu lekat-lekat, “Katakan, apakah kau memimpikan gadis itu lagi?”
BLEPPP...!
Hati Justin mencelos ketika Ibunya mempertanyakan hal itu. Tidak perlu ditanya lagi seperti apa “mimpi” yang Ibunya maksud? Karena harus diakuinya bahwa tadi malam ia kembali memimpikan gadis asing dengan mata biru seperti yang sebelum-sebelumnya.
Dan itu salah satu penyebab mengapa Justin tertidur bagaikan orang yang tidak ingin dibangunkan lagi.
Saat ini Justin tidak ingin membuat Ibunya khawatir. Oleh sebab itu, sebisa mungkin ia pun mengelak atas tuduhan tersebut.
“Ah Mom bicara apa sih? Aku tidak memimpikan dia kok!”
“Justin, kau tidak bisa membohongi Ibumu sendiri!”
“Tapi aku tidak sedang berbohong Mom!” elak Justin lagi.
“Kalian beldua membicalakan apa cih? Kenapa aku tidak diajak?” celetuk Jazzy tiba-tiba.
Justin mendesah lega. Menurutnya Jazzy menyahut diwaktu yang tepat! Yah, secara tidak langsung ia telah menyelamatkan Justin dari cercaan-cercaan Ibunya.
“Ini urusan orang besar dan anak kecil sepertimu tidak boleh ikut!” sahut Justin menjulurkan lidahnya, dan itu membuat Jazzy merengut seketika.
Sesaat Justin menatap wajah menggemaskan adiknya. Walaupun bukan adik kandung Justin menyayangi Jazzy layaknya Kakak yang baik pada umumnya. Apalagi kalau melihat tingkah Jazzy! Siapa sih yang tidak ingin menjadi Kakaknya?
Jazzy baru berumur hampir 4 tahun. Cara bicaranya sedikit cadel. Ia tidak bisa menyebutkan huruf “R” dan “S” sebagaimana mestinya. Huruf “R” suka diganti dengan “L”, sedangkan “S” digantinya dengan huruf “T” atau malah “C”. Ia hanya lantang mengucapkan huruf “S” disaat memanggil nama Kakak yang disayanginya, yakni “Justin”. Justin sendiri tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Namanya juga anak-anak! Sementara pipi adalah bagian tubuh yang Justin suka dari diri adiknya. Pipi chubby nya yang merah seperti tomat sangat menggemaskan untuk dicium.
“Justin, aku tidak ingin belteman denganmu lagi! Kau cangat menyebalkan!” kecam Jazzy merengut. Kedua tangannya terlipat rapi diatas meja.
Melihat itu langsung saja Mom Pattie melirik Justin sekilas, mengisyaratkan agar anaknya mau membujuk adik tirinya yang kalau sudah merajuk akan bertahan hingga berhari-hari lamanya.
Seolah mengerti dengan lirikan Ibunya, maka Justin pun menyahut, “Hei cupcake, yang benar itu Kakakmu ini tampan dan menyenangkan, bukannya menyebalkan seperti yang kau bilang tadi! Hmm, baiklah. Sebagai buktinya aku akan membelikanmu 2 batang permen lollypop hari ini..”
“Yeyyyyy! My big blo kau cangat baik! Love you so much! Muaaaach...” Jazzy berseru kegirangan disaat Justin membujuknya dengan sesuatu yang menggiurkan.
Suatu hal yang tidak dapat ia tolak. Ia melompat ke pangkuan Justin dan mencium pipi Kakaknya itu penuh kasih.
“Justin?” sela Mom Pattie tidak setuju. Ia memang meminta Justin untuk membujuk Jazzy, tapi bukan begitu caranya. Jazzy baru saja sembuh dari penyakit flu dan batuk yang menyerangnya kemarin, dan Mom Pattie tidak ingin penyakitnya itu kambuh. Eh si Justin malah mengiming-iminginya dengan permen!
“Biarlah Mom sekali-kali.. Lagipula aku rasa 2 batang permen juga tidak akan membuat Jazzy kembali sakit kok!” ujar Justin tanpa ada maksud menantang. Ia hanya tidak tega mengecewakan Jazzy yang sudah terlanjur kegirangan.
Mom Pattie mendesah berat sambil mengangkat pelan bahunya. Gerakan tubuh yang mengandung arti “terserahlah”.
Setelah itu hening. Sambil menunggu Justin yang beranjak ke kamar mandi, Mom Pattie dan Jazzy pun lebih memilih untuk menyantap sarapan pagi mereka.
***
Mrs. Pinky menjelaskan berbagai macam rumus kimia disaat Justin tengah menyibukkan dirinya dengan selembar buku gambar. Menciptakan bayang-bayang tipis dengan pensil 2B yang diapitnya diantara jari telunjuk dan ibu jarinya. Tangannya mengayun santai, seakan-akan sudah menghafalkan setiap lekuk wajah si gadis diluar kepala.
Kini kertas yang semula putih bersih itu telah tercoret oleh sebuah alat tulis.
Melukiskan indahnya paras seorang gadis yang nampak tersenyum manis tapi sayangnya belum pernah Justin temui selama ini.
Ah, kapan aku akan bertemu dengannya? Pikir Justin tersenyum seorang diri. Ia tidak menyadari bahwa seseorang tengah berdiri disampingnya sejak 5 menit yang lalu. Memperhatikan tingkah laku Justin yang bagaikan orang tidak waras.
SREKKK...!
Ditariknya buku gambar itu dari tangan Justin, dan sontak Justin pun menoleh.
“Mommy?” serunya terbelalak.
“Apa yang kau lakukan Justin? Dan siapa dia?” tanya Mom Pattie menunjuk kearah gadis yang sudah Justin lukis.
Pemuda itu terdiam, namun sedetik kemudian tawanya pun meledak seketika.
“Ahahahhaha... Bagaimana Mom? Dia cantik bukan?”
Kening Mom Pattie mengerut. Dipandanginya hasil lukisan putra semata wayangnya itu dengan seksama. Lalu ia tersenyum dengan kepala yang sedikit miring, “Not bad! Jadi ini gadis yang telah mengusik tidurmu hampir sebulan lamanya? Hah.. Pantas!” tukas Mom Pattie menghembuskan nafas dengan kasar.
Justin mendelik, “Am I wrong?”
“Tidak. Tapi gadis itu telah membuat kau mendadak gila! Dan karena gadis itu jualah kau tidak berkonsentrasi dalam belajar..” Mom Pattie berdiri dihadapan Justin sambil mencengkram bahu anaknya agak lembut, “Dan kau tahu? Mrs. Pinky sengaja keluar dari ruangan ini untuk memanggil Mom. Dia bilang sepertinya pelajaran hari ini tidak perlu dilanjutkan. Penjelasannya akan sia-sia kalau kau tidak mendengarkannya Justin! What's wrong with you? Kau asik dengan duniamu sendiri dan mengacuhkan Mrs. Pinky. Sungguh tidak sopan! Apa begitu cara Mommy mendidikmu? Hargailah gurumu Nak.. Tanpanya kau tidak bisa melanjutkan pendidikanmu ke jenjang yang lebih tinggi..” nasehat Mom Pattie panjang lebar. Yah, hanya sekedar mengingatkan.
Justin mendesah, pancaran matanya penuh dengan rasa bersalah. “I'm sorry Mom.. Kebetulan hari ini aku hanya ingin melukis bukan menghitung!” ucapnya ½ beralasan. Lumayan menyesal karena telah membuat kecewa Mrs. Pinky terlebih-lebih Ibunya sendiri.
Mom Pattie mengangguk paham. Lalu menyerahkan sebuah koper besar yang semula ditaruhnya disamping meja belajar Justin.
“Apa ini?”
“Beberapa lembar pakaian baru. Mom rasa kau butuh refreshing saat ini! Ini kunci mobilmu dan pergilah berlibur ke Kota manapun yang kamu suka.” Diletakkannya sebuah kunci mobil digenggaman Justin yang kala itu masih terbengong-bengong, “Mom sengaja meminta Scooter agar mau memberikan waktu cuti untukmu selama 1 minggu penuh. Mom harap kau akan menggunakan waktu itu dengan baik dan benar!” sambungnya menjawab gurat keheranan diwajah Justin.
Bagaikan melihat kecoa, Justin terperanjat. Hatinya telah diliputi perasaan kaget bercampur senang. Ini adalah moment yang dinanti-nantikan olehnya! Yes, holiday! Sejenak melepaskan diri dari pekerjaan yang menuntutnya untuk tampil sempurna didepan ratusan, ribuan, bahkan jutaan pasang mata. Kemudian, masih dalam keadaan yang terbelalak, Justin pun memeluk Ibunya dengan begitu hangat dan erat.
“Ayo cepat! Kenny sudah menunggumu dimobil!” seru Mom Pattie melepas pelukan Justin.
Untuk yang kedua kalinya Justin memeluk Ibunya sebagai ungkapan terima kasih, kemudian ia pun menyeret kopernya keluar ruangan dengan membawa serta hasil lukisannya.
We are Different (Not Including Own) Bab.1 [Last Part]
BAB.1
<3 Merely a Dream <3
(Last Part)
««
And The Arrival Of Your Time To Give Answers..
I Assume You Were Just Friend..
»»
Ditepi sungai itu Carrol berdiri menunggu Justin.
Ia mondar-mandir gelisah, sambil sesekali ekor matanya melirik kearah jam tangan merah marun yang melingkar indah dipergelangan tangan kirinya.
Hening, yang terdengar hanyalah bunyi dari jarum panjang dijam tangan Carrol yang terus berputar.
Hhh.. Carrol mengumpulkan oksigen banyak-banyak, menyedotnya dari hidung lalu membuangnya dengan kasar melalui mulut.
Kelelahan mondar-mandir membuat kedua kaki jenjangnya agak penat.
Dengan perasaan yang campur aduk Carrol menghempaskan bokongnya dikursi panjang yang kemarin.
Kemarin 3 hari yang lalu dimana ia duduk berdua dengan Justin. Tapi kemana anak itu? Huh... Idolanya itu suka sekali membuatnya kesal!
“Kalau dia ingkar janji lagi, maka aku tidak akan memaafkannya seumur hidup!” sumpah Carrol dalam hati.
Tiba-tiba dari ujung taman nampak seorang pria yang berjalan menghampiri Carrol.
Ia mengenakan jaket ungu dan berkacamata hitam.
Kalian tahu dia siapa? Yah Justin!
Sontak Carrol pun berdiri dari kursi panjang dan menyambutnya dengan senyum keramahan.
“Hei Tuan Bieber, kemana saja kau? Kau lama sekali.. Padahal Sebentar lagi aku harus pergi ke Stasiun!”
“Hei Nona Bowling, maafkan aku.. Aku hanya dari Hotel Swetapple, tadinya aku lagi sibuk packing barang-barangku. Eh tiba-tiba saja aku malah teringat dengan janji kita!”
Carrol mendelik, “Packing? Maksudmu? Kau juga akan kembali ke Negaramu?” tanya Carrol beruntun.
“Tidak, tapi aku akan melanjutkan konserku ke beberapa Negara di Asia. Kau mau ikut?”
Tentu ia hanya bercanda. Serta-merta Carrol pun menonjok pelan bahu Justin.
“No kidding Justin. Aku sedang tidak mood bercanda.”
“Kenapa? Kau pasti sudah tidak sabar menunggu jawaban dariku yah?” tebak Justin dengan nada menggoda.
Carrol memutar kedua bola matanya. Terlampau kesal dengan sifat narsis Justin. Oh my God! Apa dosaku sampai-sampai aku menyukai pria senarsis Justin? batin Carrol prihatin.
“Sudahlah aku tidak suka basa-basi. Sekarang katakan apa keputusanmu?”
Justin terdiam, menatap Carrol tepat dikedua manik matanya yang berwarna kebiru-biruan.
Carrol semakin dibuat deg-degan dengan tatapan tajam Justin.
Hingga suasananya mendadak sunyi, senyap. Yang tertangkap oleh telinga Carrol hanyalah bunyi jangkrik malam dan hembusan nafas Justin yang terdengar berat.
Ya Tuhan! Apa jawaban Justin? Carrol semakin was-was. Sementara dihadapannya Justin masih diam bergeming.
“Maafkan aku...”
DEG....!
Carrol mengangkat wajahnya, pandangannya yang semula kebawah kini ia alihkan kewajah Justin.
Apa maksudnya? Tubuh Carrol perlahan-lahan mulai bergetar. Entah mengapa perasaan sesak menjalar didadanya.
Sepertinya Carrol hendak menangis, tapi kenapa?!
Carrol masih tidak bisa berkata-kata hingga Justin memilih untuk merampungkan kalimatnya.
“Aku tidak bisa menjalin hubungan denganmu, karena aku masih terikat hubungan dengan Zelena. Aku tidak ingin memainkan perasaan perempuan. Tapi terus terang, aku menyukaimu Carry. Kau gadis yang cantik, kecantikanmu melebihi Zelena. Kau juga memiliki kedua pipi yang menggemaskan, sehingga membuatku senang untuk menciumnya. Kau mirip sekali dengan Jazzy adik perempuanku. Ah, aku tidak bisa menyebutkan satu persatu kelebihan yang ada pada fisikmu, terlalu banyak. Tapi aku tetap tidak bisa memutuskan hubunganku dengan Zelena..”
Panjang lebar yang diucapkan oleh Justin, namun hanya satu maksud yang dapat Carrol tangkap.
Yaitu, JUSTIN MENOLAKNYA!
Terlalu sakit, jika mengingat Carrol yang 3 hari belakangan ini selalu menuruti keinginan Justin. Berusaha untuk tidak mengecewakannya dan menjadi yang terbaik baginya. Tapi apa mau dikata? Justin memang tidak bisa memutuskan hubungannya dengan Zelena. Masih cinta mungkin!
Carrol rasa semua pujian yang dilontarkan oleh Justin itu hanyalah sebagai pemanis, karena ia tidak enak hati untuk menolaknya.
Carrol kembali terduduk dibangku taman. Tubuhnya serasa lemas dan tidak berdaya lagi.
Justin pun ikut duduk disamping Carrol dan merengkuh gadis itu kedalam pelukannya.
Entahlah apa maksutnya? Dia suka sekali membuat wanita melayang dengan sikapnya yang romantis.
“Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Tapi aku memang masih terikat hubungan dengan Zelena. Setelah aku putus darinya, aku pasti akan menerimamu. Percayalah?”
Carrol terkekeh dalam hati. Menurutnya seorang Justin Bieber itu terkadang ucapannya suka konyol dan seenaknya. Kalau dia putus dari Zelena, baru dia akan menerima Carrol? Tapi apa mungkin? Bagaimana kalau 10 tahun lagi baru dia putus dari Zelena? Apa selama itu juga Carrol harus menjomblo? Yang ada Carrol akan menjadi perawan tua nantinya!
Dalam hati Carrol tertawa, namun diluar air bening tanda kesedihan nampak membanjiri kedua pipinya.
Carrol menangis? Entahlah.. Perasaan kecewa membuatnya menangis sesenggukan. Sampai-sampai bahu Justin pun sedikit basah karena air matanya.
“Hey, why are you crying? Aku sudah pernah mengatakannya padamu, kalau aku tidak suka melihat perempuan menangis! Kenapa kau malah menangis? Dasar wanita payah..” ledek Justin melepaskan pelukannya.
Carrol memanyunkan bibirnya, lantas memukul pundak Justin dengan lebih keras.
“Kau pria bodoh! Aku menangis gara-gara kau! Kau menyebalkan Justin!” raung Carrol penuh emosi. Tangisnya pun pecah seketika. Carrol menumpahkan emosinya dengan terus memukul-mukul pundak Justin.
Pria idamannya itu sama sekali tidak menghindar ataupun menghentikan pukulannya.
Justin membiarkan Carrol memukulnya sepuas hati, hingga akhirnya Carrol pun merasa lelah sendiri.
Dipeluknya Carrol dengan lembut, lalu setelah itu kedua ibu jarinya bergerak mengusap dibagian bawah sepasang mata milik Carrol. Dengan senyum yang mengembang disekanya air bening itu.
“You smile I smile...” Justin sedikit bersenandung.
Carrol speechless mendengarnya. Ternyata suara Justin sangat lembut dan menggoda jika didengar dari jarak yang sedekat ini. Entah mendapatkan dorongan darimana, kedua ujung bibirnya pun tertarik sendiri hingga akhirnya mengukir sebuah senyuman yang tipis. Walaupun tipis tetap terlihat manis.
“Kau lebih cantik kalau tersenyum..”
Pujian Justin sontak membuat pipi Carrol bersemburat merah.
Carrol sedikit bergeser sambil memalingkan wajahnya dari wajah Justin. Melihat kearah sungai sekiranya lebih baik.
“Gombalanmu basi sekali Justin! Aku sampai mau muntah mendengarnya..” cibir Carrol, berlagak jijik.
Justin hanya membalasnya dengan tawa kecil, tidak ada bedanya dengan Carrol. Okay, Carrol rasa hatinya sekarang lebih bisa tenang sedikit.
Kemudian Carrol dan Justin pun kembali berbicara dengan normal, seolah-olah tidak terjadi apa-apa barusan. Mereka nampak mengoborol dengan begitu santainya.
“Ohya! Aku pernah membaca tentang 101 fakta about Justin Bieber. Disana dikatakan kalau kau merasa Zelena itu mirip dengan barbie. What is true?”
“Yeah, dia mirip dengan barbie yang berkulit hitam manis.. Kenapa? Kau juga mau dibilang mirip dengan barbie?”
“Ah tidak.. Aku tidak mirip dengan barbie” elaknya cepat.
“Yah tentu saja kau tidak mirip dengan barbie.. Tetapi kau mirip dengan boneka susan! Cantik, lucu, dan menggemaskan!” puji Justin ½ meledek pipi chubby milik Carrol. Carrol kembali meronta manja seraya membelakangi Justin, merajuk lagi. Dan kali ini Justin membiarkan Carrol beringsut menjauh darinya, karena ia tahu Carrol hanya berpura-pura saja.
Untuk yang kesekian kalinya mereka pun larut dalam kebisuan.
Tidak ada tawa, canda, ataupun tangisan seperti tadi.
Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing yang entah apa?
Sekian menit kemudian barulah Justin mendekati Carrol, memegang pundaknya dengan sebelah tangannya.
“Maafkan aku shawty..” ucap Justin lirih.
Carrol menoleh, dan tersenyum simpul.
Hanya satu artian yang terkandung dalam senyumanmu kini, yaitu never-mind-aku-baik-baik-saja.
Justin ikut tersenyum. Ia menatap Carrol hangat. Alhasil tatap-tatapan mata diantara mereka sudah tidak bisa dicegah lagi.
Wusssssshhhhhh...!
Desiran angin malam mengibaskan rambut Carrol kebelakang. Seolah-olah memamerkan cahaya kecantikan yang sesungguhnya didepan wajah Justin.
Terbukti dihadapannya nampak Justin yang terpesona, dan Carrol pun hanya tersenyum melihat tatapan takjubnya Justin itu.
Entah setan apa yang merasuki Justin, tiba-tiba saja kedua tangannya sudah melingkar dipinggul Carrol. Ditariknya tubuh gadis itu untuk semakin dekat dengannya, sehingga jarak diantara wajah mereka juga ikut bertambah dekat.
Carrol terkejut namun tubuhnya serasa kaku dan ia tidak dapat melakukan perlawanan apa-apa.
Carrol biarkan Justin menguasai tubuhnya malam ini, tangan Justin yang semula merangkul pinggangnya pun kini telah beralih kebagian wajah.
Justin merangkumnya dengan lembut. Carrol hanya mampu memejamkan matanya dengan nafas yang naik-turun, terengah-engah.
Oh my God! Apa yang akan Justin lakukan padanya?! Apakah malam ini Carrol akan merasakan yang namanya first kiss? Apakah sebentar lagi Carrol akan membuktikan sendiri kehebatan Justin dalam mencium wanita? Oh TIDAK....!
Carrol berteriak dalam hati, matanya pun tertutup semakin rapat. Bersamaan dengan itu dering handphone yang bersumber dari ponsel milik Justin berbunyi.
Refleks Justin pun mendorong tubuh Carrol, lalu kedua tangannya langsung merogoh saku celana untuk mencari alat komunikasinya itu.
Carrol mengelus dada sambil terus mengatur nafas. Hampir saja!
Kalau itu sampai terjadi malam ini, maka Carrol tidak ada bedanya dengan seorang wanita yang munafik.
Tidak jauh darinya Justin terlihat sedang menerima telepon dari seseorang dipinggir sungai.
Ia mengangguk-angguk lalu memasukkan kembali ponselnya disaku celana.
Disaat ia menghampiri Carrol, wanita itu berpura-pura melihat ke arah lain. Berusaha menyembunyikan rona merah yang tahu-tahu terlukis begitu saja dikedua pipinya.
“I'm sorry. Hampir saja aku melakukan kesalahan tadi.”
Carrol tersenyum kikuk, “No problem, kan baru hampir..” jawabnya sedikit cengengesan.
“Emm... Kenny meneleponku dan ia menyuruhku untuk segera menyusulnya ke bandara” Justin menjelaskan isi pembicaraannya ditelepon tadi tanpa Carrol minta.
Sementara Carrol tertegun mendengarkan, “Apakah itu artinya kau akan pulang?” tanyanya dengan tatapan miris.
Justin mengangguk miring, “Of course.. Kau juga begitu kan?”
“Hmm” Carrol hanya menjawabnya dengan deheman pendek.
“Kau tidak ingin aku pergi?”
Kalimat dalam bentuk pertanyaan itu diucapkan Justin dengan nada yang menggoda, sehingga membuat Carrol melengos keki. Apa maksud? Penyakit narsisnya cepat sekali kumat.
“Tidak. Kalau kau mau pergi silahkan. Aku tidak akan melarangmu”
Justin tertawa kecil seraya mengacak-acak poni Carrol yang menutupi sebagian dahinya. Lagi dan lagi Carrol hanya membalasnya dengan bibir yang mengerucut.
“Aku akan pergi..”
“So?” tanya Carrol dengan alis yang terangkat sebelah.
“Kau tidak ingin memberikanku kenang-kenangan?”
Carrol kembali tertegun. Memberinya kenang-kenangan? Untuk apa? Errrr.... Tapi ada benarnya juga sih! Siapa tahu setelah ini mereka tidak pernah bertemu lagi? Dengan kening yang mengerut Carrol pun berpikir keras. Berusaha memikirkan kenang-kenangan apa yang pantas ia berikan untuk Justin.
Sedangkan didepannya, tampak Justin yang menunggunya dengan sabar.
Semenit kemudian Carrol pun tahu kenang-kenangan apa yang pantas ia berikan untuk Justin.
“Come on Carry, aku mau pergi sekarang juga..”
Carrol tersenyum dengan agak berjingkat, lalu....?
CUPPP....!!!
Sebuah kecupan hangat mendarat dipipi kanan Justin.
Idolanya itu terperangah sementara Carrol mengedipkan sebelah matanya kearah Justin.
“Aku tau kau pantas mendapatkannya Biebs, karena selama ini selalu kau yang mencium pipiku. Bagaimana rasanya?”
Justin tertawa sambil memegangi pipinya, dan itu membuat Carrol sedikit kesal. Apanya yang lucu sih?!
“Hangat bercampur basah... Selama ini tidak pernah ada orang yang mencium pipiku sampai basah sepertimu. Haha, baru kau yang melakukannya shawty! Kau ini ada-ada saja”
“Aku cepat-cepat bodoh! Lagian basahnya itu kan karena lipgloss!” sahutnya sedikit sewot.
Untuk yang kedua kalinya ponsel Justin pun berdering. Yang ternyata adalah 1 `incoming calls` dari sang bodyguard si Kenny Hamilton.
Dengan ½ berlari Justin meninggalkan Carrol tanpa pamit. Tiba-tiba, sehingga membuat Carrol terkejut dan refleks berteriak memanggil namanya.
“Justiiiiiiiinnnnnn.....!!!”
BRAKKKKK....!
Bersamaan dengan itu pintu kamar Carrol pun terbuka lebar.
Nampak Khatrien yang menghampirinya dengan tampang cemas.
“Oh my God! Are you okay? Ada apa denganmu? Kau mimpi buruk?” cerca Khat sambil menyeka keringat didahi Carrol yang mengucur dengan deras.
Carrol masih terdiam, belum bisa memberikan jawaban apa-apa pada Khat. Nafasnya terdengar putus-putus, oleh sebab itu Khat memutuskan pergi kedapur sebentar untuk mengambilkannya segelas air putih.
Sepeninggalan Khat, Carrol pun tetap tidak beranjak dari atas kasur, ½ dari tubuhnya saja masih terbalut oleh selimut.
“Merely a dream?” bisiknya hampir tak bersuara.
Pandangan Carrol berputar keseluruh sudut ruangan.
Ternyata ia masih ada dikamar, bukan ditaman. Jadi perjalanannya ke New York itu hanyalah mimpi?
Carrol tersenyum kecut seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
Hhh, ia menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan.
Tidak lama kemudian Khat datang kekamarmnya dengan membawa segelas air putih. Disodorkannya kearah Carrol, lalu sahabatnya itu menerimanya dan langsung meneguk isinya hingga tersisa ½.
“Tidurmu nyenyak sekali.. Sampai-sampai Ibumu tidak tega untuk membangunkanmu. You know this is what time?! Kau telah bolos sekolah dan ekskul ballet dear..” cerocos Khat tanpa titik dan koma. Sontak Carrol pun melirik kearah jam weker yang tertata rapi disamping lampu tidurnya.
Jam weker berbentuk kepala doraemon itu adalah buktinya, disana terlihat jarum pendek ke angka 5 dan jarum panjang ke angka 10. Itu artinya sekarang telah jam 5 lewat 10!
Ah tapi itu bukanlah waktu yang lama, mengingat perjalanan panjangnya di New York yang selama 2 minggu itu. Yah, walaupun banyak adegan yang dicut.
Tapi ini aneh, sangat terasa nyata dan bukanlah sebuah mimpi.
Apakah ini pertanda kalau `kemungkinan` itu pasti ada? Kemungkinannya untuk bertemu dengan Justin sang idola? She don't know! Carrol masih sangat pusing karena baru terbangun dari tidur panjangnya itu.
Khat mencengkram bahu Carrol lalu sedikit memutarnya untuk kembali kehadapannya.
“Katakan kau mimpi apa? Mengapa kau menyebut nama Justin? Kau memimpikan idolamu itu? Bagaimana ceritanya? Ceritakan atau aku akan mati penasaran!” desak Khat ½ memaksa.
Carrol tersenyum kecil lalu menceritakan mimpinya itu sedetail-detailnya. Dari A sampai Z, dari prolog sampai ending, dan dari awal sampai akhir.
Khat hanya memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik dan sesekali ia menyela cerita Carrol. Seperti, “Hei aku tidak pernah menjalin hubungan yang spesial dengan Damon tauk!” atau “Ah aku juga tidak mempunyai sepupu yang bernama Chris!”
Tapi Carrol tidak mempedulikan celetukan Khatrien, ia lebih memilih untuk meneruskan ceritanya hingga tuntas.
“Yah kurang lebih begitulah Khat..” ucap Carrol mengakhiri cerita tentang mimpinya itu.
Khat tertegun, lalu tawanya pun meledak seketika.
“Buahahahaahaha... Mimpimu miris sekali Carry! Bagaimana mungkin Justin menolak cintamu?! Kau kan cantik.. Lebih cantik dari Zelena malah.. Hahahhahaaa, kasihan sekali kau!” komentar Khat meledeknya.
Serta-merta Carrol pun langsung melayangkan sebuah bantal kewajah Khat. Ia tampak kesal melihat tampang Khatrien yang mengejeknya seperti itu.
“Tapi mimpiku tidak semiris yang kau bayangkan! Buktinya aku berkesempatan menonton konsernya, memeluknya, mencium pipinya, dan bahkan mengenalnya lebih dalam. Di mimpiku dia sosok yang menyenangkan Khat..” cetus Carrol dengan senyum yang mengembang.
“Setelah mengalami mimpi ini aku menjadi semakin mengaguminya. Kau tahu? Sekarang aku semakin percaya dengan kalimat yang berbunyi `nothing is impossible in this world`.. Yah, suatu saat nanti aku pasti akan bertemu dengan idolaku itu!” Carrol masih melanjutkan ucapannya dengan nada yang lebih menggebu-gebu lagi.
Didepannya Khat hanya tersenyum miring sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata Carrol tidak berubah, masih mengagumi Justin dengan sebegitunya. Padahal keindahan yang ia rasakan selama menjadi belieber itu hanya didapatkannya dialam mimpinya saja! Yeah, Merely a Dream.
***
Carrol sudah mengatakannya sejak tadi..
Bahwa keinginannya untuk bertemu atau bahkan menjadi `someone special ` bagi idolanya itu mustahil terjadi..
Terbukti sosok itu hanya mampu hadir didalam mimpi..
Tapi itu semua tidak membuat Carrol lantas berputus asa..
Carrol masih mengaguminya seperti biasa..
Karena Carrol percaya, someday her dreams will come true..
<3 Merely a Dream <3
(Last Part)
««
And The Arrival Of Your Time To Give Answers..
I Assume You Were Just Friend..
»»
Ditepi sungai itu Carrol berdiri menunggu Justin.
Ia mondar-mandir gelisah, sambil sesekali ekor matanya melirik kearah jam tangan merah marun yang melingkar indah dipergelangan tangan kirinya.
Hening, yang terdengar hanyalah bunyi dari jarum panjang dijam tangan Carrol yang terus berputar.
Hhh.. Carrol mengumpulkan oksigen banyak-banyak, menyedotnya dari hidung lalu membuangnya dengan kasar melalui mulut.
Kelelahan mondar-mandir membuat kedua kaki jenjangnya agak penat.
Dengan perasaan yang campur aduk Carrol menghempaskan bokongnya dikursi panjang yang kemarin.
Kemarin 3 hari yang lalu dimana ia duduk berdua dengan Justin. Tapi kemana anak itu? Huh... Idolanya itu suka sekali membuatnya kesal!
“Kalau dia ingkar janji lagi, maka aku tidak akan memaafkannya seumur hidup!” sumpah Carrol dalam hati.
Tiba-tiba dari ujung taman nampak seorang pria yang berjalan menghampiri Carrol.
Ia mengenakan jaket ungu dan berkacamata hitam.
Kalian tahu dia siapa? Yah Justin!
Sontak Carrol pun berdiri dari kursi panjang dan menyambutnya dengan senyum keramahan.
“Hei Tuan Bieber, kemana saja kau? Kau lama sekali.. Padahal Sebentar lagi aku harus pergi ke Stasiun!”
“Hei Nona Bowling, maafkan aku.. Aku hanya dari Hotel Swetapple, tadinya aku lagi sibuk packing barang-barangku. Eh tiba-tiba saja aku malah teringat dengan janji kita!”
Carrol mendelik, “Packing? Maksudmu? Kau juga akan kembali ke Negaramu?” tanya Carrol beruntun.
“Tidak, tapi aku akan melanjutkan konserku ke beberapa Negara di Asia. Kau mau ikut?”
Tentu ia hanya bercanda. Serta-merta Carrol pun menonjok pelan bahu Justin.
“No kidding Justin. Aku sedang tidak mood bercanda.”
“Kenapa? Kau pasti sudah tidak sabar menunggu jawaban dariku yah?” tebak Justin dengan nada menggoda.
Carrol memutar kedua bola matanya. Terlampau kesal dengan sifat narsis Justin. Oh my God! Apa dosaku sampai-sampai aku menyukai pria senarsis Justin? batin Carrol prihatin.
“Sudahlah aku tidak suka basa-basi. Sekarang katakan apa keputusanmu?”
Justin terdiam, menatap Carrol tepat dikedua manik matanya yang berwarna kebiru-biruan.
Carrol semakin dibuat deg-degan dengan tatapan tajam Justin.
Hingga suasananya mendadak sunyi, senyap. Yang tertangkap oleh telinga Carrol hanyalah bunyi jangkrik malam dan hembusan nafas Justin yang terdengar berat.
Ya Tuhan! Apa jawaban Justin? Carrol semakin was-was. Sementara dihadapannya Justin masih diam bergeming.
“Maafkan aku...”
DEG....!
Carrol mengangkat wajahnya, pandangannya yang semula kebawah kini ia alihkan kewajah Justin.
Apa maksudnya? Tubuh Carrol perlahan-lahan mulai bergetar. Entah mengapa perasaan sesak menjalar didadanya.
Sepertinya Carrol hendak menangis, tapi kenapa?!
Carrol masih tidak bisa berkata-kata hingga Justin memilih untuk merampungkan kalimatnya.
“Aku tidak bisa menjalin hubungan denganmu, karena aku masih terikat hubungan dengan Zelena. Aku tidak ingin memainkan perasaan perempuan. Tapi terus terang, aku menyukaimu Carry. Kau gadis yang cantik, kecantikanmu melebihi Zelena. Kau juga memiliki kedua pipi yang menggemaskan, sehingga membuatku senang untuk menciumnya. Kau mirip sekali dengan Jazzy adik perempuanku. Ah, aku tidak bisa menyebutkan satu persatu kelebihan yang ada pada fisikmu, terlalu banyak. Tapi aku tetap tidak bisa memutuskan hubunganku dengan Zelena..”
Panjang lebar yang diucapkan oleh Justin, namun hanya satu maksud yang dapat Carrol tangkap.
Yaitu, JUSTIN MENOLAKNYA!
Terlalu sakit, jika mengingat Carrol yang 3 hari belakangan ini selalu menuruti keinginan Justin. Berusaha untuk tidak mengecewakannya dan menjadi yang terbaik baginya. Tapi apa mau dikata? Justin memang tidak bisa memutuskan hubungannya dengan Zelena. Masih cinta mungkin!
Carrol rasa semua pujian yang dilontarkan oleh Justin itu hanyalah sebagai pemanis, karena ia tidak enak hati untuk menolaknya.
Carrol kembali terduduk dibangku taman. Tubuhnya serasa lemas dan tidak berdaya lagi.
Justin pun ikut duduk disamping Carrol dan merengkuh gadis itu kedalam pelukannya.
Entahlah apa maksutnya? Dia suka sekali membuat wanita melayang dengan sikapnya yang romantis.
“Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Tapi aku memang masih terikat hubungan dengan Zelena. Setelah aku putus darinya, aku pasti akan menerimamu. Percayalah?”
Carrol terkekeh dalam hati. Menurutnya seorang Justin Bieber itu terkadang ucapannya suka konyol dan seenaknya. Kalau dia putus dari Zelena, baru dia akan menerima Carrol? Tapi apa mungkin? Bagaimana kalau 10 tahun lagi baru dia putus dari Zelena? Apa selama itu juga Carrol harus menjomblo? Yang ada Carrol akan menjadi perawan tua nantinya!
Dalam hati Carrol tertawa, namun diluar air bening tanda kesedihan nampak membanjiri kedua pipinya.
Carrol menangis? Entahlah.. Perasaan kecewa membuatnya menangis sesenggukan. Sampai-sampai bahu Justin pun sedikit basah karena air matanya.
“Hey, why are you crying? Aku sudah pernah mengatakannya padamu, kalau aku tidak suka melihat perempuan menangis! Kenapa kau malah menangis? Dasar wanita payah..” ledek Justin melepaskan pelukannya.
Carrol memanyunkan bibirnya, lantas memukul pundak Justin dengan lebih keras.
“Kau pria bodoh! Aku menangis gara-gara kau! Kau menyebalkan Justin!” raung Carrol penuh emosi. Tangisnya pun pecah seketika. Carrol menumpahkan emosinya dengan terus memukul-mukul pundak Justin.
Pria idamannya itu sama sekali tidak menghindar ataupun menghentikan pukulannya.
Justin membiarkan Carrol memukulnya sepuas hati, hingga akhirnya Carrol pun merasa lelah sendiri.
Dipeluknya Carrol dengan lembut, lalu setelah itu kedua ibu jarinya bergerak mengusap dibagian bawah sepasang mata milik Carrol. Dengan senyum yang mengembang disekanya air bening itu.
“You smile I smile...” Justin sedikit bersenandung.
Carrol speechless mendengarnya. Ternyata suara Justin sangat lembut dan menggoda jika didengar dari jarak yang sedekat ini. Entah mendapatkan dorongan darimana, kedua ujung bibirnya pun tertarik sendiri hingga akhirnya mengukir sebuah senyuman yang tipis. Walaupun tipis tetap terlihat manis.
“Kau lebih cantik kalau tersenyum..”
Pujian Justin sontak membuat pipi Carrol bersemburat merah.
Carrol sedikit bergeser sambil memalingkan wajahnya dari wajah Justin. Melihat kearah sungai sekiranya lebih baik.
“Gombalanmu basi sekali Justin! Aku sampai mau muntah mendengarnya..” cibir Carrol, berlagak jijik.
Justin hanya membalasnya dengan tawa kecil, tidak ada bedanya dengan Carrol. Okay, Carrol rasa hatinya sekarang lebih bisa tenang sedikit.
Kemudian Carrol dan Justin pun kembali berbicara dengan normal, seolah-olah tidak terjadi apa-apa barusan. Mereka nampak mengoborol dengan begitu santainya.
“Ohya! Aku pernah membaca tentang 101 fakta about Justin Bieber. Disana dikatakan kalau kau merasa Zelena itu mirip dengan barbie. What is true?”
“Yeah, dia mirip dengan barbie yang berkulit hitam manis.. Kenapa? Kau juga mau dibilang mirip dengan barbie?”
“Ah tidak.. Aku tidak mirip dengan barbie” elaknya cepat.
“Yah tentu saja kau tidak mirip dengan barbie.. Tetapi kau mirip dengan boneka susan! Cantik, lucu, dan menggemaskan!” puji Justin ½ meledek pipi chubby milik Carrol. Carrol kembali meronta manja seraya membelakangi Justin, merajuk lagi. Dan kali ini Justin membiarkan Carrol beringsut menjauh darinya, karena ia tahu Carrol hanya berpura-pura saja.
Untuk yang kesekian kalinya mereka pun larut dalam kebisuan.
Tidak ada tawa, canda, ataupun tangisan seperti tadi.
Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing yang entah apa?
Sekian menit kemudian barulah Justin mendekati Carrol, memegang pundaknya dengan sebelah tangannya.
“Maafkan aku shawty..” ucap Justin lirih.
Carrol menoleh, dan tersenyum simpul.
Hanya satu artian yang terkandung dalam senyumanmu kini, yaitu never-mind-aku-baik-baik-saja.
Justin ikut tersenyum. Ia menatap Carrol hangat. Alhasil tatap-tatapan mata diantara mereka sudah tidak bisa dicegah lagi.
Wusssssshhhhhh...!
Desiran angin malam mengibaskan rambut Carrol kebelakang. Seolah-olah memamerkan cahaya kecantikan yang sesungguhnya didepan wajah Justin.
Terbukti dihadapannya nampak Justin yang terpesona, dan Carrol pun hanya tersenyum melihat tatapan takjubnya Justin itu.
Entah setan apa yang merasuki Justin, tiba-tiba saja kedua tangannya sudah melingkar dipinggul Carrol. Ditariknya tubuh gadis itu untuk semakin dekat dengannya, sehingga jarak diantara wajah mereka juga ikut bertambah dekat.
Carrol terkejut namun tubuhnya serasa kaku dan ia tidak dapat melakukan perlawanan apa-apa.
Carrol biarkan Justin menguasai tubuhnya malam ini, tangan Justin yang semula merangkul pinggangnya pun kini telah beralih kebagian wajah.
Justin merangkumnya dengan lembut. Carrol hanya mampu memejamkan matanya dengan nafas yang naik-turun, terengah-engah.
Oh my God! Apa yang akan Justin lakukan padanya?! Apakah malam ini Carrol akan merasakan yang namanya first kiss? Apakah sebentar lagi Carrol akan membuktikan sendiri kehebatan Justin dalam mencium wanita? Oh TIDAK....!
Carrol berteriak dalam hati, matanya pun tertutup semakin rapat. Bersamaan dengan itu dering handphone yang bersumber dari ponsel milik Justin berbunyi.
Refleks Justin pun mendorong tubuh Carrol, lalu kedua tangannya langsung merogoh saku celana untuk mencari alat komunikasinya itu.
Carrol mengelus dada sambil terus mengatur nafas. Hampir saja!
Kalau itu sampai terjadi malam ini, maka Carrol tidak ada bedanya dengan seorang wanita yang munafik.
Tidak jauh darinya Justin terlihat sedang menerima telepon dari seseorang dipinggir sungai.
Ia mengangguk-angguk lalu memasukkan kembali ponselnya disaku celana.
Disaat ia menghampiri Carrol, wanita itu berpura-pura melihat ke arah lain. Berusaha menyembunyikan rona merah yang tahu-tahu terlukis begitu saja dikedua pipinya.
“I'm sorry. Hampir saja aku melakukan kesalahan tadi.”
Carrol tersenyum kikuk, “No problem, kan baru hampir..” jawabnya sedikit cengengesan.
“Emm... Kenny meneleponku dan ia menyuruhku untuk segera menyusulnya ke bandara” Justin menjelaskan isi pembicaraannya ditelepon tadi tanpa Carrol minta.
Sementara Carrol tertegun mendengarkan, “Apakah itu artinya kau akan pulang?” tanyanya dengan tatapan miris.
Justin mengangguk miring, “Of course.. Kau juga begitu kan?”
“Hmm” Carrol hanya menjawabnya dengan deheman pendek.
“Kau tidak ingin aku pergi?”
Kalimat dalam bentuk pertanyaan itu diucapkan Justin dengan nada yang menggoda, sehingga membuat Carrol melengos keki. Apa maksud? Penyakit narsisnya cepat sekali kumat.
“Tidak. Kalau kau mau pergi silahkan. Aku tidak akan melarangmu”
Justin tertawa kecil seraya mengacak-acak poni Carrol yang menutupi sebagian dahinya. Lagi dan lagi Carrol hanya membalasnya dengan bibir yang mengerucut.
“Aku akan pergi..”
“So?” tanya Carrol dengan alis yang terangkat sebelah.
“Kau tidak ingin memberikanku kenang-kenangan?”
Carrol kembali tertegun. Memberinya kenang-kenangan? Untuk apa? Errrr.... Tapi ada benarnya juga sih! Siapa tahu setelah ini mereka tidak pernah bertemu lagi? Dengan kening yang mengerut Carrol pun berpikir keras. Berusaha memikirkan kenang-kenangan apa yang pantas ia berikan untuk Justin.
Sedangkan didepannya, tampak Justin yang menunggunya dengan sabar.
Semenit kemudian Carrol pun tahu kenang-kenangan apa yang pantas ia berikan untuk Justin.
“Come on Carry, aku mau pergi sekarang juga..”
Carrol tersenyum dengan agak berjingkat, lalu....?
CUPPP....!!!
Sebuah kecupan hangat mendarat dipipi kanan Justin.
Idolanya itu terperangah sementara Carrol mengedipkan sebelah matanya kearah Justin.
“Aku tau kau pantas mendapatkannya Biebs, karena selama ini selalu kau yang mencium pipiku. Bagaimana rasanya?”
Justin tertawa sambil memegangi pipinya, dan itu membuat Carrol sedikit kesal. Apanya yang lucu sih?!
“Hangat bercampur basah... Selama ini tidak pernah ada orang yang mencium pipiku sampai basah sepertimu. Haha, baru kau yang melakukannya shawty! Kau ini ada-ada saja”
“Aku cepat-cepat bodoh! Lagian basahnya itu kan karena lipgloss!” sahutnya sedikit sewot.
Untuk yang kedua kalinya ponsel Justin pun berdering. Yang ternyata adalah 1 `incoming calls` dari sang bodyguard si Kenny Hamilton.
Dengan ½ berlari Justin meninggalkan Carrol tanpa pamit. Tiba-tiba, sehingga membuat Carrol terkejut dan refleks berteriak memanggil namanya.
“Justiiiiiiiinnnnnn.....!!!”
BRAKKKKK....!
Bersamaan dengan itu pintu kamar Carrol pun terbuka lebar.
Nampak Khatrien yang menghampirinya dengan tampang cemas.
“Oh my God! Are you okay? Ada apa denganmu? Kau mimpi buruk?” cerca Khat sambil menyeka keringat didahi Carrol yang mengucur dengan deras.
Carrol masih terdiam, belum bisa memberikan jawaban apa-apa pada Khat. Nafasnya terdengar putus-putus, oleh sebab itu Khat memutuskan pergi kedapur sebentar untuk mengambilkannya segelas air putih.
Sepeninggalan Khat, Carrol pun tetap tidak beranjak dari atas kasur, ½ dari tubuhnya saja masih terbalut oleh selimut.
“Merely a dream?” bisiknya hampir tak bersuara.
Pandangan Carrol berputar keseluruh sudut ruangan.
Ternyata ia masih ada dikamar, bukan ditaman. Jadi perjalanannya ke New York itu hanyalah mimpi?
Carrol tersenyum kecut seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
Hhh, ia menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan.
Tidak lama kemudian Khat datang kekamarmnya dengan membawa segelas air putih. Disodorkannya kearah Carrol, lalu sahabatnya itu menerimanya dan langsung meneguk isinya hingga tersisa ½.
“Tidurmu nyenyak sekali.. Sampai-sampai Ibumu tidak tega untuk membangunkanmu. You know this is what time?! Kau telah bolos sekolah dan ekskul ballet dear..” cerocos Khat tanpa titik dan koma. Sontak Carrol pun melirik kearah jam weker yang tertata rapi disamping lampu tidurnya.
Jam weker berbentuk kepala doraemon itu adalah buktinya, disana terlihat jarum pendek ke angka 5 dan jarum panjang ke angka 10. Itu artinya sekarang telah jam 5 lewat 10!
Ah tapi itu bukanlah waktu yang lama, mengingat perjalanan panjangnya di New York yang selama 2 minggu itu. Yah, walaupun banyak adegan yang dicut.
Tapi ini aneh, sangat terasa nyata dan bukanlah sebuah mimpi.
Apakah ini pertanda kalau `kemungkinan` itu pasti ada? Kemungkinannya untuk bertemu dengan Justin sang idola? She don't know! Carrol masih sangat pusing karena baru terbangun dari tidur panjangnya itu.
Khat mencengkram bahu Carrol lalu sedikit memutarnya untuk kembali kehadapannya.
“Katakan kau mimpi apa? Mengapa kau menyebut nama Justin? Kau memimpikan idolamu itu? Bagaimana ceritanya? Ceritakan atau aku akan mati penasaran!” desak Khat ½ memaksa.
Carrol tersenyum kecil lalu menceritakan mimpinya itu sedetail-detailnya. Dari A sampai Z, dari prolog sampai ending, dan dari awal sampai akhir.
Khat hanya memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik dan sesekali ia menyela cerita Carrol. Seperti, “Hei aku tidak pernah menjalin hubungan yang spesial dengan Damon tauk!” atau “Ah aku juga tidak mempunyai sepupu yang bernama Chris!”
Tapi Carrol tidak mempedulikan celetukan Khatrien, ia lebih memilih untuk meneruskan ceritanya hingga tuntas.
“Yah kurang lebih begitulah Khat..” ucap Carrol mengakhiri cerita tentang mimpinya itu.
Khat tertegun, lalu tawanya pun meledak seketika.
“Buahahahaahaha... Mimpimu miris sekali Carry! Bagaimana mungkin Justin menolak cintamu?! Kau kan cantik.. Lebih cantik dari Zelena malah.. Hahahhahaaa, kasihan sekali kau!” komentar Khat meledeknya.
Serta-merta Carrol pun langsung melayangkan sebuah bantal kewajah Khat. Ia tampak kesal melihat tampang Khatrien yang mengejeknya seperti itu.
“Tapi mimpiku tidak semiris yang kau bayangkan! Buktinya aku berkesempatan menonton konsernya, memeluknya, mencium pipinya, dan bahkan mengenalnya lebih dalam. Di mimpiku dia sosok yang menyenangkan Khat..” cetus Carrol dengan senyum yang mengembang.
“Setelah mengalami mimpi ini aku menjadi semakin mengaguminya. Kau tahu? Sekarang aku semakin percaya dengan kalimat yang berbunyi `nothing is impossible in this world`.. Yah, suatu saat nanti aku pasti akan bertemu dengan idolaku itu!” Carrol masih melanjutkan ucapannya dengan nada yang lebih menggebu-gebu lagi.
Didepannya Khat hanya tersenyum miring sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata Carrol tidak berubah, masih mengagumi Justin dengan sebegitunya. Padahal keindahan yang ia rasakan selama menjadi belieber itu hanya didapatkannya dialam mimpinya saja! Yeah, Merely a Dream.
***
Carrol sudah mengatakannya sejak tadi..
Bahwa keinginannya untuk bertemu atau bahkan menjadi `someone special ` bagi idolanya itu mustahil terjadi..
Terbukti sosok itu hanya mampu hadir didalam mimpi..
Tapi itu semua tidak membuat Carrol lantas berputus asa..
Carrol masih mengaguminya seperti biasa..
Karena Carrol percaya, someday her dreams will come true..
We are Different (Not Including Own) Bab.1 [Part.5]
BAB.1
<3 Merely a Dream <3
(Part.5)
The First Time You Approached Me..
Obey All Want You..
»»
3 hari waktu yang sangat singkat untuk melaksanakan pendekatan. Tentu bukan sembarang pendekatan yang Carrol lakukan.
Dan misinya dalam rencana ini adalah membuat Justin menganggap dirinya berharga dalam hidupnya. Okay, kalau kata-kata `berharga` terlalu tinggi, maka Carrol akan meralatnya menjadi `berarti`.
Untuk yang satu ini Carrol harus bisa menuruti semua keinginannya.
Tidak hanya keinginannya yang ia minta secara terus terang, tapi juga keinginannya yang Carrol lakukan atas inisiatifnya sendiri. Seperti membuatkannya sarapan, menemaninya jalan-jalan sore (kalau Zelena sibuk), mengobati lukanya kalau ia terluka (walau tanpa diminta), merayunya dengan membuat lelucon garing kalau ia tengah merajuk, dan masih banyak lagi.
Carrol rasa itu tidak berat, yang berat adalah ketika ia harus menuruti keinginan Justin seperti hari ini.
Telepon diapartemen Lenka berdering beberapa kali.
Pagi ini Lenka sedang tidak ada diapartemennya, karena dia harus kembali ke sekolahnya. Sementara Carrol masih sibuk keramas dikamar mandi.
Karena bunyinya sangat mengganggu pendengarannya, akhirnya Carrol pun bergegas keluar dari bathroom dengan masih memakai bathing suit (alias baju mandi).
Tapi sialnya, setelah keluar dari kamar mandi eh teleponnya sudah tidak berdendang lagi.
Carrol menggerutu kesal sembari melangkah menuju kamar untuk berganti pakaian.
Kebetulan sekali ketika Carrol memasuki kamar ponselnya berdering, menandakan adanya panggilan masuk.
Dengan cekatan Carrol meraih handphone nya untuk melihat nama kontak siapa yang tengah muncul dilayar berbentuk persegi panjang itu.
“Justin? Tumben..” ucapnya tak bersuara.
Ketika Carrol menekan tombol hijau suara diseberang sana lebih dulu menyahut. Padahal Carrol belum ada mengucapkan kata-kata `halo` ataupun `iya`.
“Kenapa aku telepon tidak diangkat?! Kau tahu, aku sangat membutuhkanmu sekarang! Meet me now shawty..” ucap Justin sedikit memaksa.
“Jadi kau yang menelponku tadi? Tahu darimana kau nomer telepon di apartemen ini?” tanya Carrol sedikit terkejut.
“Sudahlah bukan hal yang penting. Sekarang temui saja aku. Don't be late and see you!”
KLIK...!
Telepon diputus sepihak oleh Justin.
Suara Justin tadi sangat terdengar melengking sehingga membuat Carrol harus menjauhkan sedikit ponselnya dari telinganya yang sensitif.
Carrol meletakkan ponselnya kembali diatas meja rias dengan perasaan campur aduk. Disatu sisi Carrol senang karena Justin menyuruhnya untuk menemuinya, tapi disisi lain Carrol juga kesal karena ucapan Justin yang --tumben-tumbenan-- tidak lembut seperti biasanya. Ada apakah gerangan? Apa benar ia dalam keadaan genting? Tapi karena apa?
Tiba-tiba kata-kata Justin tadi kembali terngiang ditelinganya “Don't be late!”.
Agak terburu-buru Carrol mengganti baju mandinya dengan pakaian yang sesimple mungkin.
Atasan berwarna hijau daun dengan kerah berenda telah melekat ditubuhnya.
Dan sebagai bawahannya Carrol pun mengenakan rok kuning bergestur ramping dibagian pinggang, yang ditambah hiasan pita berukuran sedang tertempel dibagian tengahnya sebagai pemanis.
Okay, tidak ada waktu untuk memandangi dirinya didepan cermin.
Dengan ½ terpaksa Carrol biarkan rambutnya tergerai awut-awutan. Lumayan kering sih, tapi tetap saja tampak berantakan.
Ya sudahlah, yang penting Justin tidak menunggunya terlalu lama.
Beruntung begitu banyak taksi yang menawarkan jasanya disepanjang Maple Street, dan salah satunya adalah taksi kuning yang Carrol berhentikan tepat diperempatan jalan.
Carrol memerintahkan sopir itu untuk segera mengantarkannya menuju Hotel Swetapple, sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Justin di sms tadi.
Sopir taksi itu pun hanya mengangguk, lalu menghidupkan mesin mobilnya.
Selama diperjalanan ponsel Carrol terus berdering, Justin tidak henti-hentinya menghubunginya dan itu membuat Carrol agak kesal dengannya.
“Iya Justin soon I will be there! Apakah kau tidak bisa bersabar barang 5 menit?!”
Huh...! Carrol menutup teleponnya dibarengi dengan hembusan nafasnya yang terdengar kasar.
Bersamaan dengan itu Carrol pun meminta sopir taksi untuk menaikkan kecepatannya. Lagi dan lagi sopir itu hanya menurut.
Sesampainya ditempat tujuan, Carrol langsung membuka pintu taksi.
Taksi yang ia tumpangi itu kembali meluncur dijalan raya setelah menerima sejumlah uang darinya.
Didepan Hotel Swetapple ternyata Carrol lebih dulu disambut oleh Justin.
Dengan sigap Justin menarik sebelah tangannya ke suatu tempat. Entahlah, Carrol hanya bisa pasrah melihat tangannya yang digeret paksa oleh Justin.
“Justin what's going on?!”
“Carry, aku butuh bantuanmu sekarang..”
Justin melepaskan tangan Carrol dan Carrol pun tersenyum dengan sedikit memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Katakanlah, dengan senang hati aku akan membantumu”
“Kau lihat di lobby hotel banyak sekali wanita berbaju ungu kan?”
Carrol menengok kearah yang Justin tunjuk, lalu menggangguk paham. “Mereka belieber?” tanyanya sekedar memastikan.
“Yeah, aku akan mengadakan jumpa fans sebentar lagi”
“Masalahnya?” selanya tidak sabar.
“Zelena ingin mengajakku jalan sekarang juga. Kau tahu kan kalau dia itu wanita yang keras kepala? Apapun yang diinginkannya harus segera dipenuhi..”
Carrol mengangguk, anggukan yang berarti I-know-it-well. Namun dalam hati ia mencibir kalimat Justin barusan, “Sudah tahu keras kepala kenapa kau masih betah berhubungan dengannya? So you decide she's better! Masih banyak wanita lain diluar sana yang lebih baik darinya termasuk AKU JiBi!”
Kurang lebih begitulah rutukannya dalam hati.
Justin menghela nafas sejenak, lantas mengutarakan keinginannya kepada Carrol.
“Aku mau kau jelaskan pada Zelena dengan sedikit berbohong. Katakan padanya kalau aku tengah sibuk membicarakan sesuatu dengan Usher, pelatihku. I see you're good at lying!”
“Dasar bodoh.. Kalau kau mengataiku pandai berbohong maka aku tidak akan membantumu!” kecam Carrol, berpura-pura merajuk.
Justin menyeringai lebar dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana. “Okay, kalau kau tidak membantuku maka aku tidak akan memberimu jawaban besok lusa. Impas kan?” ancamnya mengikuti Carrol. Tentu hanya sekedar bercanda. Setelah mendiskusikannya selama 3 menit Carrol pun sepakat untuk membohongi Zelena demi Justin.
“Tapi bagaimana kalau Zelena tidak percaya lalu malah meneleponmu?” tanya Carrol was-was.
“Sampai acaranya selesai seluruh ponsel akan ku non-aktifkan. Jadi kau tidak perlu cemas shawty”
Carrol mendesah lega. Karena waktu yang semakin sempit Justin pun bergegas meninggalkannya.
Tapi sebelum itu ia mengacak lembut puncak kepala Carrol seraya berbisik nakal, “Aku menyayangimu Carry!”
Carrol terdiam, mengatup mulutnya rapat-rapat.
Tidak! Ia tidak boleh Ge-eR.
Mungkin maksudnya Justin hanyalah sayang sebagai fans. Bukankah Justin menyayangi seluruh beliebers?
Tiba-tiba seseorang menabrak bahu Carrol dengan keras.
Ia terkejut, detik selanjutnya Carrol tahu dia siapa. Dia Zelena!
Hei, ada perlu apa wanita itu kesini? Apa jangan-jangan ia ingin menemui Justin? Kalau iya, berarti ini saatnya Carrol mencegah Zelena untuk masuk!
“Hei, there is a need you here?”
Zelena menepis kasar tangan Carrol yang melingkar dilengannya.
“None of your bussines! ” jawabnya ketus.
Carrol tersenyum miring. Ini kesempatannya untuk membuat Zelena kesal. “Kau ingin menemui Justin kan? Tidak bisa! Dia sibuk hari ini..”
“Up to me, dia pacarku dan aku lebih tahu tentang dia daripada kau! Who are you? Kau ini siapa hah?! Kau sok tahu sekali..” cetusnya meremehkan Carrol.
Carrol menatap tajam kearah Zelena. Tatapannya itu memancarkan sinar kebencian yang luar biasa.
Sedangkan dihadapannya Zelena memberikan tatapan yang sinis. Ia seperti berusaha mengenali Carrol. Cukup singkat waktu yang ia butuhkan untuk mengenali wajah Carrol, karena semenit kemudian tawanya pun meledak seketika.
“Hahahaha... I know I know! Kau beliber yang beruntung waktu itu kan? Hei, you're lucky girl. Tapi aku jauh lebih beruntung darimu! Justin telah menjadi milikku seutuhnya.. Jangan harap kau bisa merebut Justin dariku yah! Dasar wanita bodoh, out of the way you are!”
Mulut Carrol mengatup dengan begitu rapat. Gigi geraham yang bagian atas dan bawah saling menekan satu sama lain. Berusaha menahan amarah yang bergejolak didadanya. Karena Carrol pikir ini bukanlah waktu yang tepat untuk meluapkannya. Yah, kalau emosinya terpancing justru Zelena akan semakin merendahkannya.
Berlagak sedikit cuek, Carrol pun menjawab, “Whatever! Yang jelas sekarang kau tidak bisa bertemu dengannya karena ia tengah mengadakan rapat kecil dengan Usher. Lebih baik sekarang kau kembali ke hotelmu.. Sana pergi sana! Hush.. Hush..” Carrol mengibas-ngibaskan tangannya didepan Zelena. Layaknya manusia yang mengusir kucing garong si pencuri ikan.
“Hei kau benar-benar sok tahu sekali! Justin ke New York tidak membawa serta Usher you know?! Dia kemari hanya denganku, Mom Pattie, Scooter, dan juga Kenny. Hahaha, kau memalukan!” cibir Zelena tersenyum penuh kemenangan. `Glek` Carrol menelan ludah. Dasar Justin! Kenapa dia tidak memberitahu sebelumnya kalau dari awal Usher memang tidak ikut dengannya?! Jangan sampai Zelena membongkar kebohongannya, untuk itu Carrol pun memutar otak mencari alasan yang lain.
“Hahaha.. Kau yang bodoh! Usher baru saja datang tadi pagi.. Apa kau tidak diberitahu oleh Justin? Ckckck, kasihan sekali kau! Berita sekecil ini saja tidak tahu...”
Carrol balik mentertawakan Zelena sambil geleng-geleng kepala, berlagak prihatin. Senyuman miring pun terkembang dibibirnya karena ia berhasil membuat Zelena keki.
Carrol lihat dia merogoh isi tas jinjingnya untuk mencari ponsel, mungkin. “Dasar wanita tidak tahu malu! Akan aku telepon Justin sekarang, agar kau semakin malu. Kau tahu? Justin sangat tidak suka dengan fans yang menyebalkan sepertimu!”
“Kau jauh lebih menyebalkan daripada aku Zelena Dombret!” gumamnya pelan, tapi cukup terdengar jelas ditelinga Zelena sehingga membuat gadis itu memelototkan matanya. “Apa kau bilang?!”
“Ah tidak.. I didn't say anything!”
Zelena melengos lalu merapatkan handphonenya ke telinganya.
Carrol tahu kalau orang yang diteleponnya adalah Justin, tapi Carrol tetap tenang. Paling-paling sebentar lagi dia malah akan semakin kesal, dan bibirnya pun ikut bertambah maju beberapa centi kedepan.
Carrol benar, sedetik kemudian Zelena langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu ia menggerutu penuh nafsu, “Ah shit! Kenapa nomernya tidak aktif?!”
“Kan sudah aku bilang kalau Justin sibuk!” ceplos Carrol sengaja untuk membuat Zelena semakin dongkol.
Kekasih dari Justin Bieber itu menatap Carrol penuh benci dengan tangan yang mengepal.
“Lihat saja nanti, kau akan menyesal! You're crazy! Aku akan membalasmu Nona Bowling!” makinya ½ berteriak. Kemudian ia pun berlalu tanpa berpamitan terlebih dulu.
Dalam hati Carrol tersenyum puas karena endingnya ia bisa melihat wajah Zelena yang memerah, antara menahan marah dan juga rasa malu yang luar biasa.
Hhh, Carrol mendesah lega. Ternyata menuruti keinginan yang Justin utarakan lebih susah dibandingkan menuruti keinginannya yang Carrol lakukan atas iniasiatif dirinya sendiri.
Kejadian diatas belum seberapa, karena besoknya Justin kembali meminta pertolongan Carrol. Ditempat yang sama tetapi dengan alasan yang berbeda.
Kalau kemarin Justin ingin menghindar dari Zelena karena ada jumpa fans, sekarang justru kebalikannya. Justin ingin menghindar dari seorang belieber yang memaksa untuk bertemu dengannya, karena ada acara dinner bersama Zelena. Tidak mau mengecewakan Justin, akhirnya Carrol pun dengan senang hati membantunya.
Menghadapi belieber brutal yang hampir melukai dirinya sendiri.
“You're lying! Tadi pagi Justin baik-baik saja dan tidak ada tanda-tanda kalau dia sakit! Kau mau membohongiku kan?! Hei, siapa kau?! Aku rasa kau bukan siapa-siapanya Justin..” sungut beliber itu dengan tampang sinis.
Carrol menggigit kecil bibir bawahnya. Ya Tuhan! Beliber yang satu ini sungguh keras kepala. Karena dengan kata-kata yang halus tidak akan berhasil, maka Carrol pun mengeluarkan kata-kata kasarnya.
“Oh my God! Kau tidak mengenalku? Yang benar saja! Hei Nona tepat 1 minggu yang lalu seluruh infotaiment di New York City serentak membicarakan aku. Aku si one less lonely girl nya Kota New York! Atau jangan-jangan kemarin kau tidak menonton konsernya Justin yah? Hahahaaa.. Kasihan sekali kau. Dan satu hal yang perlu kau ketahui, aku tidak berbohong! Justin memang tidak enak badan hari ini, jadi sebaiknya kau pulang kerumahmu!” sengit Carrol dengan nada yang sengak, angkuh.
Belieber itu menatap Carrol tajam, nafasnya panjang pendek seperti ingin menelan Carrol hidup-hidup.
“Sombong sekali kau!” teriaknya mencibir Carrol. Carrol hanya mampu menelan ludah ketika belieber itu semakin mendekatinya. Ditariknya rambut Carrol dan dijambaknya seketika.
“Feel it! Kau pantas mendapatkannya!” makinya lagi.
Carrol hanya mampu menahan sakit sambil terus berusaha melepaskan tangan wanita itu dari rambutnya.
Beruntung Kenny cepat datang dan melerai mereka. Dibawanya belieber itu keluar dari area hotel. Selain berusaha melepaskan diri, disaat seperti itu ia masih saja mengeluarkan cacian serta makian kasar untuk Carrol.
Carrol terduduk lemas di lantai hotel.
Nafasnya terdengar satu-satu dan tidak beraturan. Menghadapi belieber ternyata lebih sulit dibandingkan menghadapi Zelena. Carrol mati-matian melawan belieber itu sementara direstorant hotel Justin justru tengah asyik dinner bersama dengan Zelena! Miris? Yah sedikit.
Singkat kata selama 3 hari itu Carrol selalu menuruti kemauan Justin. Hingga akhirnya tiba malam `penentuannya`. Apakah Justin memutuskan Zelena untuk menerima cintanya? Atau malah Justin akan setia dan menolak Carrol mentah-mentah? Entahlah, she don't know.
Malam penentuannya bersamaan dengan malam kepulangan Carrol ke Los Angeles. Sebelum Carrol menuju Stasiun Vernon Boulevard, lebih dulu ia mampir ke Riverside Park. Sesuai dengan janjinya pada Justin.
Didalam kamar tamu Carrol tengah mengemasi seluruh barang-barangnya dibantu oleh Lenka.
Kekasih dari Chris itu tidak dapat menahan isak tangisnya.
Ia nampak berat jika harus ditinggal pergi oleh Carrol. Bagaimanapun selama hampir 2 minggu ini Carrol yang telah menemaninya di apartemen. Mereka selalu menghabiskan waktu senggang berdua. Tapi Carrol juga tidak bisa membatalkan kepulangannya, karena Ibunya sangat membutuhkannya di desa. Yah, mau tidak mau Carrol harus pulang.
Sebelum benar-benar keluar dari kamar tamu yang ada diapartemennya Lenka, Carrol pun menyempatkan diri untuk memotret dirinya bersama ruangan itu.
CKLIK...!
Sebuah gambar yang indah dan penuh kenangan telah Carrol dapatkan.
“This is the most comfortable bed I have ever felt!” serunya girang.
Lenka tersenyum geli mendengarnya. Baginya Carrol terlalu unik untuk dijadikan teman.
Karena kata-kata yang Carrol lontarkan simple, polos, dan terkadang malah mengundang gelak tawa.
Setibanya dipintu apartemen Lenka memeluk Carrol dengan begitu erat.
“Sering-seringlah main kesini Carry, aku tidak akan pernah melupakanmu..” ucap Lenka disela-sela isak tangisnya.
Carrol membalas pelukan Lenka dengan lebih erat. Setetes air bening pun tak kuasa lagi untuk dibendungnya.
“Me too. Lain kali kau yang harusnya berkunjung ke Desa RainVill. I promise, if you visit it later, maka aku akan menjamu kau layaknya Tuan Putri!”
“Kau sangat menggemaskan.. Setelah kau pergi pasti aku akan merindukan PiChub mu ini!”
Lenka mencubit pipi Carrol dengan gemas. Yah, PiChub adalah singkatan dari Pipi Chubby. Entahlah, ia juga tidak tahu mengapa Lenka menyingkatnya seperti itu? Yang Carrol tahu hanyalah kalau Lenka lagi iseng dia pasti akan mencubit kedua pipinya hingga bergurat kemerah-merahan. Sedikit sadis memang, tetapi terkadang Carrol malah merindukan keisengannya itu.
Sesampainya dibasement Carrol kembali memeluk Lenka untuk yang terakhir kalinya, dan Lenka mengatakan kalau ini adalah peluk perpisahan.
“Nice to met you Lenka..”
“Me too. Apa perlu aku antar?”
“Ah tidak usah repot-repot. Biar aku naik taksi saja. Errr, tolong sampaikan salamku untuk pacarmu itu yah? Bye..”
Lenka mengangguk satu kali, tersenyum sambil membalas lambaian tangan Carrol yang semakin lama semakin menjauh. Hingga akhirnya lambaian itu pun menghilang ketika Carrol berbelok kearah Maple Street. Mereka berpisah. Ada kalanya Carrol dan Lenka mempertanyakan, kenapa disetiap pertemuan itu harus ada perpisahan? Sudahlah mereka berdua tidak perlu pusing-pusing memikirkan jawabannya. Terkadang, untuk menghibur hati mereka malah berpikir kalau berpisah itu artinya adalah meninggalkan yang lama untuk bertemu dengan yang baru.
<3 Merely a Dream <3
(Part.5)
The First Time You Approached Me..
Obey All Want You..
»»
3 hari waktu yang sangat singkat untuk melaksanakan pendekatan. Tentu bukan sembarang pendekatan yang Carrol lakukan.
Dan misinya dalam rencana ini adalah membuat Justin menganggap dirinya berharga dalam hidupnya. Okay, kalau kata-kata `berharga` terlalu tinggi, maka Carrol akan meralatnya menjadi `berarti`.
Untuk yang satu ini Carrol harus bisa menuruti semua keinginannya.
Tidak hanya keinginannya yang ia minta secara terus terang, tapi juga keinginannya yang Carrol lakukan atas inisiatifnya sendiri. Seperti membuatkannya sarapan, menemaninya jalan-jalan sore (kalau Zelena sibuk), mengobati lukanya kalau ia terluka (walau tanpa diminta), merayunya dengan membuat lelucon garing kalau ia tengah merajuk, dan masih banyak lagi.
Carrol rasa itu tidak berat, yang berat adalah ketika ia harus menuruti keinginan Justin seperti hari ini.
Telepon diapartemen Lenka berdering beberapa kali.
Pagi ini Lenka sedang tidak ada diapartemennya, karena dia harus kembali ke sekolahnya. Sementara Carrol masih sibuk keramas dikamar mandi.
Karena bunyinya sangat mengganggu pendengarannya, akhirnya Carrol pun bergegas keluar dari bathroom dengan masih memakai bathing suit (alias baju mandi).
Tapi sialnya, setelah keluar dari kamar mandi eh teleponnya sudah tidak berdendang lagi.
Carrol menggerutu kesal sembari melangkah menuju kamar untuk berganti pakaian.
Kebetulan sekali ketika Carrol memasuki kamar ponselnya berdering, menandakan adanya panggilan masuk.
Dengan cekatan Carrol meraih handphone nya untuk melihat nama kontak siapa yang tengah muncul dilayar berbentuk persegi panjang itu.
“Justin? Tumben..” ucapnya tak bersuara.
Ketika Carrol menekan tombol hijau suara diseberang sana lebih dulu menyahut. Padahal Carrol belum ada mengucapkan kata-kata `halo` ataupun `iya`.
“Kenapa aku telepon tidak diangkat?! Kau tahu, aku sangat membutuhkanmu sekarang! Meet me now shawty..” ucap Justin sedikit memaksa.
“Jadi kau yang menelponku tadi? Tahu darimana kau nomer telepon di apartemen ini?” tanya Carrol sedikit terkejut.
“Sudahlah bukan hal yang penting. Sekarang temui saja aku. Don't be late and see you!”
KLIK...!
Telepon diputus sepihak oleh Justin.
Suara Justin tadi sangat terdengar melengking sehingga membuat Carrol harus menjauhkan sedikit ponselnya dari telinganya yang sensitif.
Carrol meletakkan ponselnya kembali diatas meja rias dengan perasaan campur aduk. Disatu sisi Carrol senang karena Justin menyuruhnya untuk menemuinya, tapi disisi lain Carrol juga kesal karena ucapan Justin yang --tumben-tumbenan-- tidak lembut seperti biasanya. Ada apakah gerangan? Apa benar ia dalam keadaan genting? Tapi karena apa?
Tiba-tiba kata-kata Justin tadi kembali terngiang ditelinganya “Don't be late!”.
Agak terburu-buru Carrol mengganti baju mandinya dengan pakaian yang sesimple mungkin.
Atasan berwarna hijau daun dengan kerah berenda telah melekat ditubuhnya.
Dan sebagai bawahannya Carrol pun mengenakan rok kuning bergestur ramping dibagian pinggang, yang ditambah hiasan pita berukuran sedang tertempel dibagian tengahnya sebagai pemanis.
Okay, tidak ada waktu untuk memandangi dirinya didepan cermin.
Dengan ½ terpaksa Carrol biarkan rambutnya tergerai awut-awutan. Lumayan kering sih, tapi tetap saja tampak berantakan.
Ya sudahlah, yang penting Justin tidak menunggunya terlalu lama.
Beruntung begitu banyak taksi yang menawarkan jasanya disepanjang Maple Street, dan salah satunya adalah taksi kuning yang Carrol berhentikan tepat diperempatan jalan.
Carrol memerintahkan sopir itu untuk segera mengantarkannya menuju Hotel Swetapple, sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Justin di sms tadi.
Sopir taksi itu pun hanya mengangguk, lalu menghidupkan mesin mobilnya.
Selama diperjalanan ponsel Carrol terus berdering, Justin tidak henti-hentinya menghubunginya dan itu membuat Carrol agak kesal dengannya.
“Iya Justin soon I will be there! Apakah kau tidak bisa bersabar barang 5 menit?!”
Huh...! Carrol menutup teleponnya dibarengi dengan hembusan nafasnya yang terdengar kasar.
Bersamaan dengan itu Carrol pun meminta sopir taksi untuk menaikkan kecepatannya. Lagi dan lagi sopir itu hanya menurut.
Sesampainya ditempat tujuan, Carrol langsung membuka pintu taksi.
Taksi yang ia tumpangi itu kembali meluncur dijalan raya setelah menerima sejumlah uang darinya.
Didepan Hotel Swetapple ternyata Carrol lebih dulu disambut oleh Justin.
Dengan sigap Justin menarik sebelah tangannya ke suatu tempat. Entahlah, Carrol hanya bisa pasrah melihat tangannya yang digeret paksa oleh Justin.
“Justin what's going on?!”
“Carry, aku butuh bantuanmu sekarang..”
Justin melepaskan tangan Carrol dan Carrol pun tersenyum dengan sedikit memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Katakanlah, dengan senang hati aku akan membantumu”
“Kau lihat di lobby hotel banyak sekali wanita berbaju ungu kan?”
Carrol menengok kearah yang Justin tunjuk, lalu menggangguk paham. “Mereka belieber?” tanyanya sekedar memastikan.
“Yeah, aku akan mengadakan jumpa fans sebentar lagi”
“Masalahnya?” selanya tidak sabar.
“Zelena ingin mengajakku jalan sekarang juga. Kau tahu kan kalau dia itu wanita yang keras kepala? Apapun yang diinginkannya harus segera dipenuhi..”
Carrol mengangguk, anggukan yang berarti I-know-it-well. Namun dalam hati ia mencibir kalimat Justin barusan, “Sudah tahu keras kepala kenapa kau masih betah berhubungan dengannya? So you decide she's better! Masih banyak wanita lain diluar sana yang lebih baik darinya termasuk AKU JiBi!”
Kurang lebih begitulah rutukannya dalam hati.
Justin menghela nafas sejenak, lantas mengutarakan keinginannya kepada Carrol.
“Aku mau kau jelaskan pada Zelena dengan sedikit berbohong. Katakan padanya kalau aku tengah sibuk membicarakan sesuatu dengan Usher, pelatihku. I see you're good at lying!”
“Dasar bodoh.. Kalau kau mengataiku pandai berbohong maka aku tidak akan membantumu!” kecam Carrol, berpura-pura merajuk.
Justin menyeringai lebar dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana. “Okay, kalau kau tidak membantuku maka aku tidak akan memberimu jawaban besok lusa. Impas kan?” ancamnya mengikuti Carrol. Tentu hanya sekedar bercanda. Setelah mendiskusikannya selama 3 menit Carrol pun sepakat untuk membohongi Zelena demi Justin.
“Tapi bagaimana kalau Zelena tidak percaya lalu malah meneleponmu?” tanya Carrol was-was.
“Sampai acaranya selesai seluruh ponsel akan ku non-aktifkan. Jadi kau tidak perlu cemas shawty”
Carrol mendesah lega. Karena waktu yang semakin sempit Justin pun bergegas meninggalkannya.
Tapi sebelum itu ia mengacak lembut puncak kepala Carrol seraya berbisik nakal, “Aku menyayangimu Carry!”
Carrol terdiam, mengatup mulutnya rapat-rapat.
Tidak! Ia tidak boleh Ge-eR.
Mungkin maksudnya Justin hanyalah sayang sebagai fans. Bukankah Justin menyayangi seluruh beliebers?
Tiba-tiba seseorang menabrak bahu Carrol dengan keras.
Ia terkejut, detik selanjutnya Carrol tahu dia siapa. Dia Zelena!
Hei, ada perlu apa wanita itu kesini? Apa jangan-jangan ia ingin menemui Justin? Kalau iya, berarti ini saatnya Carrol mencegah Zelena untuk masuk!
“Hei, there is a need you here?”
Zelena menepis kasar tangan Carrol yang melingkar dilengannya.
“None of your bussines! ” jawabnya ketus.
Carrol tersenyum miring. Ini kesempatannya untuk membuat Zelena kesal. “Kau ingin menemui Justin kan? Tidak bisa! Dia sibuk hari ini..”
“Up to me, dia pacarku dan aku lebih tahu tentang dia daripada kau! Who are you? Kau ini siapa hah?! Kau sok tahu sekali..” cetusnya meremehkan Carrol.
Carrol menatap tajam kearah Zelena. Tatapannya itu memancarkan sinar kebencian yang luar biasa.
Sedangkan dihadapannya Zelena memberikan tatapan yang sinis. Ia seperti berusaha mengenali Carrol. Cukup singkat waktu yang ia butuhkan untuk mengenali wajah Carrol, karena semenit kemudian tawanya pun meledak seketika.
“Hahahaha... I know I know! Kau beliber yang beruntung waktu itu kan? Hei, you're lucky girl. Tapi aku jauh lebih beruntung darimu! Justin telah menjadi milikku seutuhnya.. Jangan harap kau bisa merebut Justin dariku yah! Dasar wanita bodoh, out of the way you are!”
Mulut Carrol mengatup dengan begitu rapat. Gigi geraham yang bagian atas dan bawah saling menekan satu sama lain. Berusaha menahan amarah yang bergejolak didadanya. Karena Carrol pikir ini bukanlah waktu yang tepat untuk meluapkannya. Yah, kalau emosinya terpancing justru Zelena akan semakin merendahkannya.
Berlagak sedikit cuek, Carrol pun menjawab, “Whatever! Yang jelas sekarang kau tidak bisa bertemu dengannya karena ia tengah mengadakan rapat kecil dengan Usher. Lebih baik sekarang kau kembali ke hotelmu.. Sana pergi sana! Hush.. Hush..” Carrol mengibas-ngibaskan tangannya didepan Zelena. Layaknya manusia yang mengusir kucing garong si pencuri ikan.
“Hei kau benar-benar sok tahu sekali! Justin ke New York tidak membawa serta Usher you know?! Dia kemari hanya denganku, Mom Pattie, Scooter, dan juga Kenny. Hahaha, kau memalukan!” cibir Zelena tersenyum penuh kemenangan. `Glek` Carrol menelan ludah. Dasar Justin! Kenapa dia tidak memberitahu sebelumnya kalau dari awal Usher memang tidak ikut dengannya?! Jangan sampai Zelena membongkar kebohongannya, untuk itu Carrol pun memutar otak mencari alasan yang lain.
“Hahaha.. Kau yang bodoh! Usher baru saja datang tadi pagi.. Apa kau tidak diberitahu oleh Justin? Ckckck, kasihan sekali kau! Berita sekecil ini saja tidak tahu...”
Carrol balik mentertawakan Zelena sambil geleng-geleng kepala, berlagak prihatin. Senyuman miring pun terkembang dibibirnya karena ia berhasil membuat Zelena keki.
Carrol lihat dia merogoh isi tas jinjingnya untuk mencari ponsel, mungkin. “Dasar wanita tidak tahu malu! Akan aku telepon Justin sekarang, agar kau semakin malu. Kau tahu? Justin sangat tidak suka dengan fans yang menyebalkan sepertimu!”
“Kau jauh lebih menyebalkan daripada aku Zelena Dombret!” gumamnya pelan, tapi cukup terdengar jelas ditelinga Zelena sehingga membuat gadis itu memelototkan matanya. “Apa kau bilang?!”
“Ah tidak.. I didn't say anything!”
Zelena melengos lalu merapatkan handphonenya ke telinganya.
Carrol tahu kalau orang yang diteleponnya adalah Justin, tapi Carrol tetap tenang. Paling-paling sebentar lagi dia malah akan semakin kesal, dan bibirnya pun ikut bertambah maju beberapa centi kedepan.
Carrol benar, sedetik kemudian Zelena langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu ia menggerutu penuh nafsu, “Ah shit! Kenapa nomernya tidak aktif?!”
“Kan sudah aku bilang kalau Justin sibuk!” ceplos Carrol sengaja untuk membuat Zelena semakin dongkol.
Kekasih dari Justin Bieber itu menatap Carrol penuh benci dengan tangan yang mengepal.
“Lihat saja nanti, kau akan menyesal! You're crazy! Aku akan membalasmu Nona Bowling!” makinya ½ berteriak. Kemudian ia pun berlalu tanpa berpamitan terlebih dulu.
Dalam hati Carrol tersenyum puas karena endingnya ia bisa melihat wajah Zelena yang memerah, antara menahan marah dan juga rasa malu yang luar biasa.
Hhh, Carrol mendesah lega. Ternyata menuruti keinginan yang Justin utarakan lebih susah dibandingkan menuruti keinginannya yang Carrol lakukan atas iniasiatif dirinya sendiri.
Kejadian diatas belum seberapa, karena besoknya Justin kembali meminta pertolongan Carrol. Ditempat yang sama tetapi dengan alasan yang berbeda.
Kalau kemarin Justin ingin menghindar dari Zelena karena ada jumpa fans, sekarang justru kebalikannya. Justin ingin menghindar dari seorang belieber yang memaksa untuk bertemu dengannya, karena ada acara dinner bersama Zelena. Tidak mau mengecewakan Justin, akhirnya Carrol pun dengan senang hati membantunya.
Menghadapi belieber brutal yang hampir melukai dirinya sendiri.
“You're lying! Tadi pagi Justin baik-baik saja dan tidak ada tanda-tanda kalau dia sakit! Kau mau membohongiku kan?! Hei, siapa kau?! Aku rasa kau bukan siapa-siapanya Justin..” sungut beliber itu dengan tampang sinis.
Carrol menggigit kecil bibir bawahnya. Ya Tuhan! Beliber yang satu ini sungguh keras kepala. Karena dengan kata-kata yang halus tidak akan berhasil, maka Carrol pun mengeluarkan kata-kata kasarnya.
“Oh my God! Kau tidak mengenalku? Yang benar saja! Hei Nona tepat 1 minggu yang lalu seluruh infotaiment di New York City serentak membicarakan aku. Aku si one less lonely girl nya Kota New York! Atau jangan-jangan kemarin kau tidak menonton konsernya Justin yah? Hahahaaa.. Kasihan sekali kau. Dan satu hal yang perlu kau ketahui, aku tidak berbohong! Justin memang tidak enak badan hari ini, jadi sebaiknya kau pulang kerumahmu!” sengit Carrol dengan nada yang sengak, angkuh.
Belieber itu menatap Carrol tajam, nafasnya panjang pendek seperti ingin menelan Carrol hidup-hidup.
“Sombong sekali kau!” teriaknya mencibir Carrol. Carrol hanya mampu menelan ludah ketika belieber itu semakin mendekatinya. Ditariknya rambut Carrol dan dijambaknya seketika.
“Feel it! Kau pantas mendapatkannya!” makinya lagi.
Carrol hanya mampu menahan sakit sambil terus berusaha melepaskan tangan wanita itu dari rambutnya.
Beruntung Kenny cepat datang dan melerai mereka. Dibawanya belieber itu keluar dari area hotel. Selain berusaha melepaskan diri, disaat seperti itu ia masih saja mengeluarkan cacian serta makian kasar untuk Carrol.
Carrol terduduk lemas di lantai hotel.
Nafasnya terdengar satu-satu dan tidak beraturan. Menghadapi belieber ternyata lebih sulit dibandingkan menghadapi Zelena. Carrol mati-matian melawan belieber itu sementara direstorant hotel Justin justru tengah asyik dinner bersama dengan Zelena! Miris? Yah sedikit.
Singkat kata selama 3 hari itu Carrol selalu menuruti kemauan Justin. Hingga akhirnya tiba malam `penentuannya`. Apakah Justin memutuskan Zelena untuk menerima cintanya? Atau malah Justin akan setia dan menolak Carrol mentah-mentah? Entahlah, she don't know.
Malam penentuannya bersamaan dengan malam kepulangan Carrol ke Los Angeles. Sebelum Carrol menuju Stasiun Vernon Boulevard, lebih dulu ia mampir ke Riverside Park. Sesuai dengan janjinya pada Justin.
Didalam kamar tamu Carrol tengah mengemasi seluruh barang-barangnya dibantu oleh Lenka.
Kekasih dari Chris itu tidak dapat menahan isak tangisnya.
Ia nampak berat jika harus ditinggal pergi oleh Carrol. Bagaimanapun selama hampir 2 minggu ini Carrol yang telah menemaninya di apartemen. Mereka selalu menghabiskan waktu senggang berdua. Tapi Carrol juga tidak bisa membatalkan kepulangannya, karena Ibunya sangat membutuhkannya di desa. Yah, mau tidak mau Carrol harus pulang.
Sebelum benar-benar keluar dari kamar tamu yang ada diapartemennya Lenka, Carrol pun menyempatkan diri untuk memotret dirinya bersama ruangan itu.
CKLIK...!
Sebuah gambar yang indah dan penuh kenangan telah Carrol dapatkan.
“This is the most comfortable bed I have ever felt!” serunya girang.
Lenka tersenyum geli mendengarnya. Baginya Carrol terlalu unik untuk dijadikan teman.
Karena kata-kata yang Carrol lontarkan simple, polos, dan terkadang malah mengundang gelak tawa.
Setibanya dipintu apartemen Lenka memeluk Carrol dengan begitu erat.
“Sering-seringlah main kesini Carry, aku tidak akan pernah melupakanmu..” ucap Lenka disela-sela isak tangisnya.
Carrol membalas pelukan Lenka dengan lebih erat. Setetes air bening pun tak kuasa lagi untuk dibendungnya.
“Me too. Lain kali kau yang harusnya berkunjung ke Desa RainVill. I promise, if you visit it later, maka aku akan menjamu kau layaknya Tuan Putri!”
“Kau sangat menggemaskan.. Setelah kau pergi pasti aku akan merindukan PiChub mu ini!”
Lenka mencubit pipi Carrol dengan gemas. Yah, PiChub adalah singkatan dari Pipi Chubby. Entahlah, ia juga tidak tahu mengapa Lenka menyingkatnya seperti itu? Yang Carrol tahu hanyalah kalau Lenka lagi iseng dia pasti akan mencubit kedua pipinya hingga bergurat kemerah-merahan. Sedikit sadis memang, tetapi terkadang Carrol malah merindukan keisengannya itu.
Sesampainya dibasement Carrol kembali memeluk Lenka untuk yang terakhir kalinya, dan Lenka mengatakan kalau ini adalah peluk perpisahan.
“Nice to met you Lenka..”
“Me too. Apa perlu aku antar?”
“Ah tidak usah repot-repot. Biar aku naik taksi saja. Errr, tolong sampaikan salamku untuk pacarmu itu yah? Bye..”
Lenka mengangguk satu kali, tersenyum sambil membalas lambaian tangan Carrol yang semakin lama semakin menjauh. Hingga akhirnya lambaian itu pun menghilang ketika Carrol berbelok kearah Maple Street. Mereka berpisah. Ada kalanya Carrol dan Lenka mempertanyakan, kenapa disetiap pertemuan itu harus ada perpisahan? Sudahlah mereka berdua tidak perlu pusing-pusing memikirkan jawabannya. Terkadang, untuk menghibur hati mereka malah berpikir kalau berpisah itu artinya adalah meninggalkan yang lama untuk bertemu dengan yang baru.
Sabtu, 28 Mei 2011
We are Different (Not Including Own) Bab.1 [Part.4]
BAB.1
<3 Merely a Dream <3
(Part.4)
Seuntai janji yang diberi tetapi tidak dipenuhi, hanya akan menyakitkan hati..
Begitu juga dengan memberi sebuah harapan yang tidak pasti, hanya akan menyiksa diri..
***
Semenjak Carrol pulang dari acara meet & greet tempo hari, pandangannya tidak pernah lepas dari layar ponselnya.
Berharap akan ada 1 `received call` ataupun 1 `new message` dari “dia”.
Yah, dia si Tuan Bieber.
Tapi tragisnya hingga sore menjemput hari ini, tidak ada tanda-tanda bahwa telepon seluler Carrol itu akan membawa rona bahagia diwajahnya.
Carrol tersenyum miring. Dasar bodoh! Mana mungkin seorang penyanyi terkenal macam Justin Bieber mau menghubunginya atau bahkan menjalin hubungan dekat dengannya! Janjinya tempo hari itu hanyalah sebagai ucapan pemanis yang diberikan oleh idola kepada fans-nya saja.
Hhh, Carrol menghembuskan napasnya dengan pelan. Berharap dengan begitu kekecewaan yang ia alami akan berkurang walau sedikit.
Disituasi yang seperti ini Carrol butuh tempat untuk menenangkan pikiran.
AHHA..! Carrol pikir berjalan-jalan disekitar area Riverside Park adalah pilihan yang pas. Mengingat letaknya yang tidak jauh dari apartemen Lenka dan keindahan taman itu sendiri.
Yah, Riverside Park adalah taman kebanggaan Kota New York. Letaknya yang berada ditengah-tengah Kota membuat masyarakat ataupun turis dengan mudah dapat menemukannya. Selain itu, Riverside Park memiliki keistimewaan tersendiri dari taman-taman Kota yang lain.
Kalau biasanya sebuah taman identik dengan air mancur dan danau buatan, tapi tidak berlaku untuk Riverside Park. Yang ada disana hanyalah sebuah sungai kecil.
Walaupun namanya sungai tetapi airnya sangatlah jernih dan bersih. Sepertinya masyarakat New York sangat mencintai lingkungan dan menjaga kebersihan Riverside Park tersebut.
Yah, keputusan Carrol semakin bulat. Sebelum ia benar-benar meninggalkan New York City, ia harus mengunjungi taman itu.
Perlahan-lahan namun pasti Carrol beranjak menuju kearah cermin besar yang terpajang disamping tempat tidurnya.
“Lumayan, and not bad..” gumam Carrol memandangi bayangan dirinya yang tengah mengenakan baju atasan sebatas lutut. Semacam mini dress dengan motif bunga-bunga kecil berwarna pink cerah. Yeah, bright. Tapi tidak secerah hatinya!
Carrol biarkan rambutnya terurai asal, lalu ia raih mantel tebalnya yang tergantung manis dibelakang pintu.
Untuk mempercantik penampilannya, leher jenjang miliknya pun Carrol lilit dengan syal berwarna krem pemberian dari mendiang Ayahnya 10 tahun silam.
Cukup! Carrol rasa penampilannya sudah terlihat perfect. Kostum yang ia kenakan nampak menggemaskan jika dipakai dimusim dingin seperti ini.
Disaat Carrol menutup pintu kamar, diruang tengah ia melihat Lenka yang tengah menyaksikan acara televisi favorite-nya ditemani dengan sekaleng softdrink dan setoples cemilan.
Masih menatap serius ke layar kaca, Lenka pun menyapa Carrol penuh perhatian.
“Where are you going?”
“I just want to walk briefly in Riverside Park..” jawabnya tersenyum simpul. Senyuman yang tidak terlihat oleh Lenka, karena pandangannya masih tertumpu dilayar tv.
Namun setelah mendengar jawabannya, serta-merta Lenka pun menyahut, “Shouldn't be! Kecuali kalau kau juga mengajakku..”
Carrol mengerucutkan bibirnya. Mengajak Lenka? Yang benar saja! Niatnya pergi ke taman itu kan untuk menenangkan pikiran. Kalau Carrol pergi dengan Lenka yang ada malah semakin menambah beban dipikirannya. Bagaimana tidak? Dia kan selalu menanyakan kabar Ibunya Carrol! Carrol tentu tidak tahu apakah Ibunya sudah pulang dari Holasky atau belum? Bagaimana keadaannya sekarang pun Carrol masih menerka-nerka. Sudahlah, tidak perlu dipikirkan sekarang. Yang harus Carrol pikirkan adalah bagaimana caranya agar Lenka mengizinkannya berjalan-jalan santai tanpa perlu mengajaknya untuk ikut serta.
“What?! Lenka come on! Izinkan aku pergi seorang diri kali ini. Setiap aku ingin keluar dari apartemen ini kau pasti mengekori aku dibelakang! Beri aku sedikit kebebasan kek.. Kamu kan tahu, aku akan pulang beberapa hari lagi! Please?” pinta Carrol dengan nada memohon dan tampang memelas. Berusaha untuk meluluhkan hati Lenka.
Wanita yang sudah ia anggap sebagai Kakaknya itu nampak berpikir sejenak. Setelah menimbang-nimbang akhirnya Lenka pun mengangguk, mengabulkan hasrat Carrol itu.
“Pergilah, tapi kau harus ingat satu hal..”
Carrol tidak menyahut, hanya meresponnya dengan alis yang terangkat sebelah.
“Kau tengah berada di Negara orang Carr, jadi jangan berbuat ulah selama kau berada diluar. Jangan sampai membuatku cemas. Deal?”
“Okay Nyonya Beadles!” seru Carrol sedikit menggodanya.
Sebelum raga Carrol benar-benar menghilang dari balik pintu, ia pun kembali kebelakang.
Memeluk Lenka dan mencium pipinya dengan cepat. Hitung-hitung sebagai bentuk ungkapan dari rasa terima kasih dan juga tanda berpamitan.
***
Suasana disepanjang Maple Street terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya ada segelintir orang yang berjalan dipinggir trotoar, dan salah satunya adalah Carrol.
Ia melenggang santai. Menikmati setiap langkah pendek yang diayunkannya.
Sesekali rambut panjang Carrol melambai tertiup angin.
Jalanan menuju Riverside Park ini memang begitu indah, dengan pohon ek disana-sini.
Tidak heran kalau Carrol menghentikan langkahnya untuk berpose sejenak dengan kamera saku yang selalu ia selipkan didalam tas selempangnya, yah sebagai kenang-kenangan.
Sejenak Carrol pun melupakan kekesalannya terhadap Justin, dan membiarkan angin sore mengiringi langkah kakinya diarea Maple Street.
Singkat kata, Carrol pun sampai ditaman itu. Carrol berdecak kagum, karena faktanya Riverside Park jauh lebih indah dari apa yang ia pikirkan.
Keasrian tamannya membuat Carrol betah untuk berlama-lama disana.
Tapi baru selangkah Carrol menginjakkan kakinya untuk masuk kedalam, tiba-tiba seseorang menyenggol pelan bahunya dari belakang.
Sontak Carrol menoleh untuk melihat siapakah orang yang telah merusak mood nya hari ini.
“Eh maaf, I don't accidentally..”
Carrol tersenyum miring dengan sebelah tangan yang masih memegangi bahunya. Ia pandangi pria yang ada dihadapannya sekarang.
Dengan teliti Carrol memperhatikan atribut yang dipakai pria itu. Jaket kulit yang membaluti tubuhnya, topi ungu yang menutupi rambutnya, dan kaca mata hitam yang membingkai indah kedua matanya. Menurut Carrol gaya yang sombong, sengak, dan belagu!
Minta maaf pada Carrol saja terkesan santai. Serta-merta darahnya pun naik ke ubun-ubun.
“Hei Tuan! Jangan mentang-mentang kacamata anda warnanya hitam terus anda berpura-pura tidak melihat saya yah?! Mudah sekali anda menabrak bahu saya.. Saya tau anda pasti sengaja kan?!” hardik Carrol tepat didepan wajahnya.
“Hei Nona! Aku kan sudah mengatakannya padamu bahwa aku tidak sengaja.. Toh aku sudah meminta maaf kan? Dasar wanita keras kepala!” sungutnya seraya melepaskan kacamata hitamnya.
Carrol terbelalak ketika melihat pria itu. Dia kan....???
“Justin?!”
Pria yang dipanggilnya Justin itu tidak kalah terkejutnya dengan Carrol.
Ia tidak menyangka kalau akan bertemu dengan Carrol lagi hari ini. Begitu juga dengan wanita itu.
Carrol senang dan ingin memeluknya lagi seperti tempo hari, tapi ketika mengingat janji yang diingkari oleh Justin maka Carrol pun mengurungkan niatnya itu.
“Carry..”
Justin memanggil namanya sekali. Carrol hanya diam tanpa mau menoleh kearahnya.
“Are you unhappy to see me again? Why?”
Justin bertanya sambil mencengkram kedua bahu Carrol dengan sangat kuat. Seolah memaksa wanita itu untuk mau menatap wajahnya.
Tapi Carrol keras kepala, masih mengalihkan pandangannya kearah lain. Menurutnya menatap wajah Justin sama saja mengingatkannya pada Zelena dan itu membuatnya muak!
“Justin let me go!” teriak Carrol sedikit meronta. Berusaha melepaskan cengkraman Justin dengan cara menggoyang-goyangkan badannya kedepan dan kebelakang.
Tapi toh tenaganya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tangan kokoh Justin.
“Jawab dulu pertanyaanku Carry! Kenapa kau marah padaku?!” ucap Justin sedikit membentaknya.
Carrol tersenyum sinis, sekali hentakkan tangan Justin pun terlepas dari bahunya.
“Kau telah ingkar janji Justin.. Idola macam apa kau?! Aku menyesal telah mengidolakan seorang pembohong sepertimu!” ucap Carrol ketus.
Berbohong? Yah sedikit. Carrol hanya ingin Justin mengetahui kekecewaannya. Just it!
Awalnya Justin sedikit bingung dengan tuduhan yang Carrol berikan, namun sedetik kemudian ia kembali teringat dengan janjinya tempo hari.
“Oh soal itu? Maafkan aku Carr, akhir-akhir ini aku terlalu disibukkan dengan tugas kuliahku yang di Kanada dan juga jumpa fans ku disini. Oleh sebab itu aku belum bisa menghubungimu. Tapi bodohnya aku malah tidak mengirimimu pesan singkat, seharusnya aku memberimu sedikit kabar..” ucap Justin menyesal.
“Never mind. Lagipula untuk apa kau memberiku kabar? Aku kan hanya seorang fans! Beliber biasa yang tidak penting...” desis Carrol dengan maksud menyindir. Dan itu membuat Justin semakin merasa bersalah.
“No way! It's not true! Kau adalah beliber istimewa.. Kau sudah menjadi temanku”
Justin hendak menggenggam tangan Carrol, namun dengan cepat ditepisnya.
“Sudahlah, jangan memberiku harapan kalau kau belum bisa mewujudkannya. I don't like empty hope Justin!” kecamnya tegas.
Justin menghela napas panjang. Ia sudah lelah untuk meminta maaf pada Carrol. Berbagai kata-kata telah diucapkannya, namun Carrol masih belum bisa memberinya maaf. Padahal menurut Justin kesalahan yang ia buat hanyalah kecil, tetapi mengapa Carrol susah sekali memaafkannya? Carrol masih membuang muka dari Justin, cranky.
Finally, Justin pun menggunakan caranya yang terakhir.
Didekapnya Carrol dengan erat, lalu dalam hitungan detik bibirnya pun telah menempel dipipi kanan Carrol.
Carrol terperanjat, ingin menghindar namun sayangnya ia kalah cepat dari Justin.
Tidak lama, hanya 1 detik kecupan hangat yang mendarat dipipinya itu pun terlepas.
“Kau mau memaafkanku kan? Aku janji tidak akan mengulanginya lagi..”
Justin tersenyum puas ketika melihat raut wajah Carrol yang mendadak berubah menjadi lebih kalem dari yang sebelumnya. Ia pikir Carrol telah memaafkannya.
Dengan sedikit tersenyum Carrol pun menjawab, “Of course. Anyway, what I said earlier is just kidding boy.. Sampai kapanpun dan mau bagaimanapun kau mengingkari janjimu, kau akan tetap menjadi idolaku. I will be true belieber!” Carrol mengatakannya dengan penuh keyakinan. Sementara Justin terkekeh kecil sambil mengacak lembut puncak kepala Carrol.
“Tetap saja aku merasa bersalah padamu. Dan sebagai permintaan maafku, aku akan memberikanmu nomer teleponku. Dengan begini aku harap kau bisa menghubungiku suatu saat nanti” papar Justin seraya menyebutkan sederet angka yang kemudian Carrol salin dikertas kosong, karena kebetulan ia sedang tidak membawa ponselnya sore ini.
“Thank you Justin.. Maafkan kata-kata kasarku tadi yah? Sungguh aku tidak bermaksud.. Ohya, kau dengan siapa kesini?” tanya Carrol mengganti topik pembicaraan. Agak sedikit aneh ketika melihat Justin yang tidak didampingi siapa-siapa disampingnya. Kemana si Celana? Ups, maksutmu Zelena! Biasanya gadis itu selalu menguntit dibelakang Justin.
“Aku bersama dengan Zelena, dan sekarang dia masih membeli es krim dikedai depan.. Kau mau?”
Carrol menggeleng cepat. Selain tidak mood dengan es krim, Carrol juga agak kesal ketika mengetahui Justin bersama dengan gadis itu. Padahal rencananya Carrol akan mengutarakan `hasrat terpendam` yang ia miliki hari ini juga. Ah tapi ya sudahlah, peduli apa dengan Zelena? Toh ia belum menjadi istri Justin ini.
Carrol berdehem pelan, lalu mengembangkan senyuman termanisnya. “Ah tidak, thank you Justin! Errr.... Do you have a free time? Aku ingin mengobrol sebentar denganmu..” pinta Carrol tanpa ada niatan untuk memaksa. Carrol lihat Justin membalas senyumannya. Ada kemungkinan besar ia bersedia diajak mengobrol sebentar.
“Silahkan.. Katakanlah apa yang ingin kau katakan”
“Tapi bukan disini Justin. Will you come with me for a minute? Emmm, kita kesana!”
Carrol menunjuk kearah bangku panjang bermaterial besi yang terletak ditepi sungai.
Anggukan kepala Justin seolah-olah mengomando dirinya untuk segera menarik pergelangan tangan kanannya menuju bangku tersebut.
Kini Carrol telah terduduk manis disana. Disampingnya nampak Justin yang sudah tidak sabar menunggu ia berbicara. Sebuah kalimat yang mungkin penting, oleh sebab itu Justin pun antusias bersiap-siap untuk mendengarkannya. Sampai-sampai ia lupa dengan Zelena yang --mungkin-- sudah meninggalkan kedai es krim dan sekarang tengah mencarinya. Semua itu demi CARROL. Justin sudah cukup merasa bersalah dengannya, dan untuk menebus kesalahannya ia pun menurut saja dengan apa yang Carrol inginkan.
“What exactly you want to say? Kelihatannya penting sekali..”
Suara lembut Justin bergema ditelinga Carrol, membuat Carrol sedikit kaget lalu tersenyum dengan kikuk.
Ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan-lahan.
Siap tidak siap Carrol harus mengatakannya sekarang. Ia sudah tidak ada waktu, karena kurang dari seminggu lagi maka Carrol akan meninggalkan New York City. Ini adalah kesempatan untuknya, walau bukan `golden opportunity` tapi setidaknya apa yang Carrol ucapkan nanti bisa mengurangi sedikit beban yang mengganjal dihatinya.
“Aku menyukaimu Justin..” bisik Carrol pelan. Meski diliputi perasaan tidak yakin tapi toh akhirnya Carrol tetap mengucapkan kalimat itu.
Justin terperangah, namun detik selanjutnya ia malah tertawa terbahak-bahak.
Carrol pikir Justin juga menaruh rasa yang sama terhadapnya, tapi ternyata...?
“Kau lucu sekali Carry. Tidak perlu kau katakan aku juga tahu itu. Kau kan belieber! Semua belieber pasti menyukaiku, mengagumiku, dan menyayangiku.. Kalau mereka tidak suka atau malah membenciku, itu namanya bukan beliber melainkan biters alias bieber haters! Right?”
Carrol tertawa cengengesan, menertawakan kebodohan Justin. Tentu yang ia maksud bukanlah mengagumi Justin dalam artian seorang fans terhadap idolanya, melainkan rasa kagum seorang wanita terhadap orang yang dikasihinya. Okay ralat, Carrol bukan mengaguminya, but.....? Ia tengah dilanda virus dari sebuah perasaan yang berjumlah 1 kata dan 4 huruf yaitu “Love”.
Belum ada semenit, tawanya pun terhenti dengan sendirinya.
Carrol berdiri tegak dihadapan Justin dengan memasang tampang straight, kemudian meggantinya lagi menjadi angry face. Sangar, sesangar-sangarnya.
“Justin is not what I meant! Aku menyukaimu karena aku ingin menjadi kekasihmu! AKU MENCINTAIMU JUSTIN!” ucap Carrol sedikit berteriak dan dengan sengaja memberikan penekanan dikata-kata yang berhuruf kapital. Berharap Justin akan mengerti dengan maksud ucapannya itu. Carrol mendesah kesal karena sikap Justin yang seperti orang dungu. Polos bahkan teramat polos.
Yah Justin melongo, dan itu membuatnya semakin sebal berlipat-lipat.
Carrol kembali menghempaskan bokongnya di bangku panjang tepat disamping Justin.
Tangannya bergetar memegangi penyangga bangku yang sudah berkarat itu.
Disebelahnya Justin masih betah dengan tampang innocent nya. Terdiam ditemani kening yang berkerut, entah apa yang dipikirkannya?
Untuk sepersekian menit suasana mendadak senyap.
Yang terdengar hanyalah deru nafas Carrol yang naik-turun tak beraturan. *disangka ekskalator*
Justin melirik sekilas kesamping, namun wajah Carrol tidak dapat terlihat jelas olehnya karena tertutup oleh ½ dari rambut panjangnya yang tergerai sedikit acak-acakkan.
“I don't know..”
Satu kalimat yang dilontarkan oleh Justin sanggup membuat Carrol mengalihkan pandangannya dari sungai kewajah idolanya. Menatap Justin dengan gurat penuh tanya.
“I don't know why you chould love me? Sedangkan aku baru bisa mencintai seseorang setelah mengetahui kepribadiannya. Tapi kenapa kau-----”
“Jangan tanya kenapa karena aku sendiri tidak tahu alasannya. Aku mencintaimu tanpa alasan Justin! Rasa ini tumbuh tanpa bisa aku cegah. Awal mulanya aku hanya mengagumimu dan sekarang malah merambat menjadi perasaan cinta.. Am I wrong? Kalau aku memang salah dimana letak kesalahanku? Katakanlah! Apa aku tidak boleh mencintaimu?” potongnya panjang lebar.
Justin menggeleng lemah, tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
Sikap yang ditunjukkannya membuat Carrol putus asa. Sudahlah, tidak ada yang mesti ditunggu lagi sekarang. Memang Justin tidak pantas untuknya! Hanya Carrol saja yang kelewat percaya diri. Menganggap Justin akan mudah tertarik dengan wanita yang lebih cantik dibandingkan pacarnya. Okay, Carrol cukup tahu bahwa Justin adalah tipikal pria yang setia.
Anyway, Carrol merasa apa yang ia lakukan tadi sudah benar.
Carrol pikir ini adalah suatu kesempatan, dan yang namanya kesempatan itu tidak datang dua kali.
Yah, belum tentu setelah ini ia bertemu dengan Justin lagi!
Dan sekarang selagi Carrol dekat dengan Justin apa salahnya kalau ia mengutarakan perasaannya? Okay, Carrol tahu letak kesalahannya dimana. Salahnya adalah ia mencintai kekasih orang! Justin sudah dimiliki oleh wanita lain. Seorang aktris hollywood yang terkenal kecantikannya.
Tidak seperti Carrol! Carrol juga cantik, tetapi kecantikannya tidak dipublish. Keindahan wajahnya tak dapat dilihat oleh seluruh pasang mata didunia.
Hei, tapi mereka berdua hanya pacaran kan?! Toh Zelena belum resmi menjadi istri Justin, oleh sebab itu Carrol masih berkesempatan untuk merebut hati Justin darinya. Bukan hanya Carrol, tapi juga buat seluruh shawty-shawty ataupun para gadis yang ada didunia ini.
Hati Carrol tengah berargumen, dan anehnya disaat itu raganya malah memaksanya untuk cepat-cepat lenyap dari pandangan Justin.
Dengan perlahan-lahan namun mantap Carrol beranjak dari bangku taman.
Melangkah gontai dengan sejuta perasaan sesak didada.
Carrol ingin menangis, tetapi sialnya air matanya itu malah enggan untuk keluar dari peraduannya. Damn! Semahal itu kah air mata Carrol? Walau sudah tidak dihiraukan oleh Justin, ia tetap saja tidak mau memamerkan wujud aslinya?! Carrol mendengus seraya menendang bebas setiap kerikil yang berpapasan dengan kakinya yang terbungkus sepatu boat berwarna ungu muda. Yah, seperti inilah cara Carrol melampiaskan kekesalannya.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena tanpa Carrol duga, tepat dilangkah kelima Justin malah menarik pergelangan tangan kanannya.
Menguncinya cukup kuat, seolah-olah tidak ingin membiarkannya terlepas bebas lagi.
Sekali...
Dua kali...
Tiga kali hentakan tetap tidak bisa terlepas.
Akhirnya mau tidak mau Carrol pun membalikkan badannya dengan kasar.
“Aku telah menjadi milik Zelena. But, I don't forbid you to come near! Aku masih ada waktu seminggu di New York City.. Lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untukku Carry..” ucap Justin sedikit menantang Carrol. Carrol tentu menerima tantangannya tersebut tapi dengan satu penawaran, yaitu.....?
“Justin bagaimana kalau 3 hari saja? Seminggu terlalu lama. Aku akan segera pulang ke Los Angeles” tawarnya sedikit memohon. Justin tersenyum yang itu artinya ia menyetujui penawaran Carrol.
Serta-merta senyuman indah pun terukir dibibirnya yang manis.
Carrol bahagia karena Justin memberikan secercah harapan padanya. Jika dilihat dari raut wajahnya Justin juga sepertinya bahagia.
Lalu disaat ingin memeluk Carrol, tiba-tiba saja handphone Justin berdering.
Carrol tidak tahu panggilan dari siapa? Yang jelas setelah menutup panggilannya itu Justin langsung bergegas meninggalkannya.
“We met 3 more days in this place shawty.. Bye!” pamit Justin memeluk Carrol cepat.
Carrol membalasnya dengan seulas senyuman tipis dan lambaian tangan.
Dalam hati ia bersungut, “Pasti Zelena! Dasar pengacau..”
<3 Merely a Dream <3
(Part.4)
Seuntai janji yang diberi tetapi tidak dipenuhi, hanya akan menyakitkan hati..
Begitu juga dengan memberi sebuah harapan yang tidak pasti, hanya akan menyiksa diri..
***
Semenjak Carrol pulang dari acara meet & greet tempo hari, pandangannya tidak pernah lepas dari layar ponselnya.
Berharap akan ada 1 `received call` ataupun 1 `new message` dari “dia”.
Yah, dia si Tuan Bieber.
Tapi tragisnya hingga sore menjemput hari ini, tidak ada tanda-tanda bahwa telepon seluler Carrol itu akan membawa rona bahagia diwajahnya.
Carrol tersenyum miring. Dasar bodoh! Mana mungkin seorang penyanyi terkenal macam Justin Bieber mau menghubunginya atau bahkan menjalin hubungan dekat dengannya! Janjinya tempo hari itu hanyalah sebagai ucapan pemanis yang diberikan oleh idola kepada fans-nya saja.
Hhh, Carrol menghembuskan napasnya dengan pelan. Berharap dengan begitu kekecewaan yang ia alami akan berkurang walau sedikit.
Disituasi yang seperti ini Carrol butuh tempat untuk menenangkan pikiran.
AHHA..! Carrol pikir berjalan-jalan disekitar area Riverside Park adalah pilihan yang pas. Mengingat letaknya yang tidak jauh dari apartemen Lenka dan keindahan taman itu sendiri.
Yah, Riverside Park adalah taman kebanggaan Kota New York. Letaknya yang berada ditengah-tengah Kota membuat masyarakat ataupun turis dengan mudah dapat menemukannya. Selain itu, Riverside Park memiliki keistimewaan tersendiri dari taman-taman Kota yang lain.
Kalau biasanya sebuah taman identik dengan air mancur dan danau buatan, tapi tidak berlaku untuk Riverside Park. Yang ada disana hanyalah sebuah sungai kecil.
Walaupun namanya sungai tetapi airnya sangatlah jernih dan bersih. Sepertinya masyarakat New York sangat mencintai lingkungan dan menjaga kebersihan Riverside Park tersebut.
Yah, keputusan Carrol semakin bulat. Sebelum ia benar-benar meninggalkan New York City, ia harus mengunjungi taman itu.
Perlahan-lahan namun pasti Carrol beranjak menuju kearah cermin besar yang terpajang disamping tempat tidurnya.
“Lumayan, and not bad..” gumam Carrol memandangi bayangan dirinya yang tengah mengenakan baju atasan sebatas lutut. Semacam mini dress dengan motif bunga-bunga kecil berwarna pink cerah. Yeah, bright. Tapi tidak secerah hatinya!
Carrol biarkan rambutnya terurai asal, lalu ia raih mantel tebalnya yang tergantung manis dibelakang pintu.
Untuk mempercantik penampilannya, leher jenjang miliknya pun Carrol lilit dengan syal berwarna krem pemberian dari mendiang Ayahnya 10 tahun silam.
Cukup! Carrol rasa penampilannya sudah terlihat perfect. Kostum yang ia kenakan nampak menggemaskan jika dipakai dimusim dingin seperti ini.
Disaat Carrol menutup pintu kamar, diruang tengah ia melihat Lenka yang tengah menyaksikan acara televisi favorite-nya ditemani dengan sekaleng softdrink dan setoples cemilan.
Masih menatap serius ke layar kaca, Lenka pun menyapa Carrol penuh perhatian.
“Where are you going?”
“I just want to walk briefly in Riverside Park..” jawabnya tersenyum simpul. Senyuman yang tidak terlihat oleh Lenka, karena pandangannya masih tertumpu dilayar tv.
Namun setelah mendengar jawabannya, serta-merta Lenka pun menyahut, “Shouldn't be! Kecuali kalau kau juga mengajakku..”
Carrol mengerucutkan bibirnya. Mengajak Lenka? Yang benar saja! Niatnya pergi ke taman itu kan untuk menenangkan pikiran. Kalau Carrol pergi dengan Lenka yang ada malah semakin menambah beban dipikirannya. Bagaimana tidak? Dia kan selalu menanyakan kabar Ibunya Carrol! Carrol tentu tidak tahu apakah Ibunya sudah pulang dari Holasky atau belum? Bagaimana keadaannya sekarang pun Carrol masih menerka-nerka. Sudahlah, tidak perlu dipikirkan sekarang. Yang harus Carrol pikirkan adalah bagaimana caranya agar Lenka mengizinkannya berjalan-jalan santai tanpa perlu mengajaknya untuk ikut serta.
“What?! Lenka come on! Izinkan aku pergi seorang diri kali ini. Setiap aku ingin keluar dari apartemen ini kau pasti mengekori aku dibelakang! Beri aku sedikit kebebasan kek.. Kamu kan tahu, aku akan pulang beberapa hari lagi! Please?” pinta Carrol dengan nada memohon dan tampang memelas. Berusaha untuk meluluhkan hati Lenka.
Wanita yang sudah ia anggap sebagai Kakaknya itu nampak berpikir sejenak. Setelah menimbang-nimbang akhirnya Lenka pun mengangguk, mengabulkan hasrat Carrol itu.
“Pergilah, tapi kau harus ingat satu hal..”
Carrol tidak menyahut, hanya meresponnya dengan alis yang terangkat sebelah.
“Kau tengah berada di Negara orang Carr, jadi jangan berbuat ulah selama kau berada diluar. Jangan sampai membuatku cemas. Deal?”
“Okay Nyonya Beadles!” seru Carrol sedikit menggodanya.
Sebelum raga Carrol benar-benar menghilang dari balik pintu, ia pun kembali kebelakang.
Memeluk Lenka dan mencium pipinya dengan cepat. Hitung-hitung sebagai bentuk ungkapan dari rasa terima kasih dan juga tanda berpamitan.
***
Suasana disepanjang Maple Street terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya ada segelintir orang yang berjalan dipinggir trotoar, dan salah satunya adalah Carrol.
Ia melenggang santai. Menikmati setiap langkah pendek yang diayunkannya.
Sesekali rambut panjang Carrol melambai tertiup angin.
Jalanan menuju Riverside Park ini memang begitu indah, dengan pohon ek disana-sini.
Tidak heran kalau Carrol menghentikan langkahnya untuk berpose sejenak dengan kamera saku yang selalu ia selipkan didalam tas selempangnya, yah sebagai kenang-kenangan.
Sejenak Carrol pun melupakan kekesalannya terhadap Justin, dan membiarkan angin sore mengiringi langkah kakinya diarea Maple Street.
Singkat kata, Carrol pun sampai ditaman itu. Carrol berdecak kagum, karena faktanya Riverside Park jauh lebih indah dari apa yang ia pikirkan.
Keasrian tamannya membuat Carrol betah untuk berlama-lama disana.
Tapi baru selangkah Carrol menginjakkan kakinya untuk masuk kedalam, tiba-tiba seseorang menyenggol pelan bahunya dari belakang.
Sontak Carrol menoleh untuk melihat siapakah orang yang telah merusak mood nya hari ini.
“Eh maaf, I don't accidentally..”
Carrol tersenyum miring dengan sebelah tangan yang masih memegangi bahunya. Ia pandangi pria yang ada dihadapannya sekarang.
Dengan teliti Carrol memperhatikan atribut yang dipakai pria itu. Jaket kulit yang membaluti tubuhnya, topi ungu yang menutupi rambutnya, dan kaca mata hitam yang membingkai indah kedua matanya. Menurut Carrol gaya yang sombong, sengak, dan belagu!
Minta maaf pada Carrol saja terkesan santai. Serta-merta darahnya pun naik ke ubun-ubun.
“Hei Tuan! Jangan mentang-mentang kacamata anda warnanya hitam terus anda berpura-pura tidak melihat saya yah?! Mudah sekali anda menabrak bahu saya.. Saya tau anda pasti sengaja kan?!” hardik Carrol tepat didepan wajahnya.
“Hei Nona! Aku kan sudah mengatakannya padamu bahwa aku tidak sengaja.. Toh aku sudah meminta maaf kan? Dasar wanita keras kepala!” sungutnya seraya melepaskan kacamata hitamnya.
Carrol terbelalak ketika melihat pria itu. Dia kan....???
“Justin?!”
Pria yang dipanggilnya Justin itu tidak kalah terkejutnya dengan Carrol.
Ia tidak menyangka kalau akan bertemu dengan Carrol lagi hari ini. Begitu juga dengan wanita itu.
Carrol senang dan ingin memeluknya lagi seperti tempo hari, tapi ketika mengingat janji yang diingkari oleh Justin maka Carrol pun mengurungkan niatnya itu.
“Carry..”
Justin memanggil namanya sekali. Carrol hanya diam tanpa mau menoleh kearahnya.
“Are you unhappy to see me again? Why?”
Justin bertanya sambil mencengkram kedua bahu Carrol dengan sangat kuat. Seolah memaksa wanita itu untuk mau menatap wajahnya.
Tapi Carrol keras kepala, masih mengalihkan pandangannya kearah lain. Menurutnya menatap wajah Justin sama saja mengingatkannya pada Zelena dan itu membuatnya muak!
“Justin let me go!” teriak Carrol sedikit meronta. Berusaha melepaskan cengkraman Justin dengan cara menggoyang-goyangkan badannya kedepan dan kebelakang.
Tapi toh tenaganya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tangan kokoh Justin.
“Jawab dulu pertanyaanku Carry! Kenapa kau marah padaku?!” ucap Justin sedikit membentaknya.
Carrol tersenyum sinis, sekali hentakkan tangan Justin pun terlepas dari bahunya.
“Kau telah ingkar janji Justin.. Idola macam apa kau?! Aku menyesal telah mengidolakan seorang pembohong sepertimu!” ucap Carrol ketus.
Berbohong? Yah sedikit. Carrol hanya ingin Justin mengetahui kekecewaannya. Just it!
Awalnya Justin sedikit bingung dengan tuduhan yang Carrol berikan, namun sedetik kemudian ia kembali teringat dengan janjinya tempo hari.
“Oh soal itu? Maafkan aku Carr, akhir-akhir ini aku terlalu disibukkan dengan tugas kuliahku yang di Kanada dan juga jumpa fans ku disini. Oleh sebab itu aku belum bisa menghubungimu. Tapi bodohnya aku malah tidak mengirimimu pesan singkat, seharusnya aku memberimu sedikit kabar..” ucap Justin menyesal.
“Never mind. Lagipula untuk apa kau memberiku kabar? Aku kan hanya seorang fans! Beliber biasa yang tidak penting...” desis Carrol dengan maksud menyindir. Dan itu membuat Justin semakin merasa bersalah.
“No way! It's not true! Kau adalah beliber istimewa.. Kau sudah menjadi temanku”
Justin hendak menggenggam tangan Carrol, namun dengan cepat ditepisnya.
“Sudahlah, jangan memberiku harapan kalau kau belum bisa mewujudkannya. I don't like empty hope Justin!” kecamnya tegas.
Justin menghela napas panjang. Ia sudah lelah untuk meminta maaf pada Carrol. Berbagai kata-kata telah diucapkannya, namun Carrol masih belum bisa memberinya maaf. Padahal menurut Justin kesalahan yang ia buat hanyalah kecil, tetapi mengapa Carrol susah sekali memaafkannya? Carrol masih membuang muka dari Justin, cranky.
Finally, Justin pun menggunakan caranya yang terakhir.
Didekapnya Carrol dengan erat, lalu dalam hitungan detik bibirnya pun telah menempel dipipi kanan Carrol.
Carrol terperanjat, ingin menghindar namun sayangnya ia kalah cepat dari Justin.
Tidak lama, hanya 1 detik kecupan hangat yang mendarat dipipinya itu pun terlepas.
“Kau mau memaafkanku kan? Aku janji tidak akan mengulanginya lagi..”
Justin tersenyum puas ketika melihat raut wajah Carrol yang mendadak berubah menjadi lebih kalem dari yang sebelumnya. Ia pikir Carrol telah memaafkannya.
Dengan sedikit tersenyum Carrol pun menjawab, “Of course. Anyway, what I said earlier is just kidding boy.. Sampai kapanpun dan mau bagaimanapun kau mengingkari janjimu, kau akan tetap menjadi idolaku. I will be true belieber!” Carrol mengatakannya dengan penuh keyakinan. Sementara Justin terkekeh kecil sambil mengacak lembut puncak kepala Carrol.
“Tetap saja aku merasa bersalah padamu. Dan sebagai permintaan maafku, aku akan memberikanmu nomer teleponku. Dengan begini aku harap kau bisa menghubungiku suatu saat nanti” papar Justin seraya menyebutkan sederet angka yang kemudian Carrol salin dikertas kosong, karena kebetulan ia sedang tidak membawa ponselnya sore ini.
“Thank you Justin.. Maafkan kata-kata kasarku tadi yah? Sungguh aku tidak bermaksud.. Ohya, kau dengan siapa kesini?” tanya Carrol mengganti topik pembicaraan. Agak sedikit aneh ketika melihat Justin yang tidak didampingi siapa-siapa disampingnya. Kemana si Celana? Ups, maksutmu Zelena! Biasanya gadis itu selalu menguntit dibelakang Justin.
“Aku bersama dengan Zelena, dan sekarang dia masih membeli es krim dikedai depan.. Kau mau?”
Carrol menggeleng cepat. Selain tidak mood dengan es krim, Carrol juga agak kesal ketika mengetahui Justin bersama dengan gadis itu. Padahal rencananya Carrol akan mengutarakan `hasrat terpendam` yang ia miliki hari ini juga. Ah tapi ya sudahlah, peduli apa dengan Zelena? Toh ia belum menjadi istri Justin ini.
Carrol berdehem pelan, lalu mengembangkan senyuman termanisnya. “Ah tidak, thank you Justin! Errr.... Do you have a free time? Aku ingin mengobrol sebentar denganmu..” pinta Carrol tanpa ada niatan untuk memaksa. Carrol lihat Justin membalas senyumannya. Ada kemungkinan besar ia bersedia diajak mengobrol sebentar.
“Silahkan.. Katakanlah apa yang ingin kau katakan”
“Tapi bukan disini Justin. Will you come with me for a minute? Emmm, kita kesana!”
Carrol menunjuk kearah bangku panjang bermaterial besi yang terletak ditepi sungai.
Anggukan kepala Justin seolah-olah mengomando dirinya untuk segera menarik pergelangan tangan kanannya menuju bangku tersebut.
Kini Carrol telah terduduk manis disana. Disampingnya nampak Justin yang sudah tidak sabar menunggu ia berbicara. Sebuah kalimat yang mungkin penting, oleh sebab itu Justin pun antusias bersiap-siap untuk mendengarkannya. Sampai-sampai ia lupa dengan Zelena yang --mungkin-- sudah meninggalkan kedai es krim dan sekarang tengah mencarinya. Semua itu demi CARROL. Justin sudah cukup merasa bersalah dengannya, dan untuk menebus kesalahannya ia pun menurut saja dengan apa yang Carrol inginkan.
“What exactly you want to say? Kelihatannya penting sekali..”
Suara lembut Justin bergema ditelinga Carrol, membuat Carrol sedikit kaget lalu tersenyum dengan kikuk.
Ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan-lahan.
Siap tidak siap Carrol harus mengatakannya sekarang. Ia sudah tidak ada waktu, karena kurang dari seminggu lagi maka Carrol akan meninggalkan New York City. Ini adalah kesempatan untuknya, walau bukan `golden opportunity` tapi setidaknya apa yang Carrol ucapkan nanti bisa mengurangi sedikit beban yang mengganjal dihatinya.
“Aku menyukaimu Justin..” bisik Carrol pelan. Meski diliputi perasaan tidak yakin tapi toh akhirnya Carrol tetap mengucapkan kalimat itu.
Justin terperangah, namun detik selanjutnya ia malah tertawa terbahak-bahak.
Carrol pikir Justin juga menaruh rasa yang sama terhadapnya, tapi ternyata...?
“Kau lucu sekali Carry. Tidak perlu kau katakan aku juga tahu itu. Kau kan belieber! Semua belieber pasti menyukaiku, mengagumiku, dan menyayangiku.. Kalau mereka tidak suka atau malah membenciku, itu namanya bukan beliber melainkan biters alias bieber haters! Right?”
Carrol tertawa cengengesan, menertawakan kebodohan Justin. Tentu yang ia maksud bukanlah mengagumi Justin dalam artian seorang fans terhadap idolanya, melainkan rasa kagum seorang wanita terhadap orang yang dikasihinya. Okay ralat, Carrol bukan mengaguminya, but.....? Ia tengah dilanda virus dari sebuah perasaan yang berjumlah 1 kata dan 4 huruf yaitu “Love”.
Belum ada semenit, tawanya pun terhenti dengan sendirinya.
Carrol berdiri tegak dihadapan Justin dengan memasang tampang straight, kemudian meggantinya lagi menjadi angry face. Sangar, sesangar-sangarnya.
“Justin is not what I meant! Aku menyukaimu karena aku ingin menjadi kekasihmu! AKU MENCINTAIMU JUSTIN!” ucap Carrol sedikit berteriak dan dengan sengaja memberikan penekanan dikata-kata yang berhuruf kapital. Berharap Justin akan mengerti dengan maksud ucapannya itu. Carrol mendesah kesal karena sikap Justin yang seperti orang dungu. Polos bahkan teramat polos.
Yah Justin melongo, dan itu membuatnya semakin sebal berlipat-lipat.
Carrol kembali menghempaskan bokongnya di bangku panjang tepat disamping Justin.
Tangannya bergetar memegangi penyangga bangku yang sudah berkarat itu.
Disebelahnya Justin masih betah dengan tampang innocent nya. Terdiam ditemani kening yang berkerut, entah apa yang dipikirkannya?
Untuk sepersekian menit suasana mendadak senyap.
Yang terdengar hanyalah deru nafas Carrol yang naik-turun tak beraturan. *disangka ekskalator*
Justin melirik sekilas kesamping, namun wajah Carrol tidak dapat terlihat jelas olehnya karena tertutup oleh ½ dari rambut panjangnya yang tergerai sedikit acak-acakkan.
“I don't know..”
Satu kalimat yang dilontarkan oleh Justin sanggup membuat Carrol mengalihkan pandangannya dari sungai kewajah idolanya. Menatap Justin dengan gurat penuh tanya.
“I don't know why you chould love me? Sedangkan aku baru bisa mencintai seseorang setelah mengetahui kepribadiannya. Tapi kenapa kau-----”
“Jangan tanya kenapa karena aku sendiri tidak tahu alasannya. Aku mencintaimu tanpa alasan Justin! Rasa ini tumbuh tanpa bisa aku cegah. Awal mulanya aku hanya mengagumimu dan sekarang malah merambat menjadi perasaan cinta.. Am I wrong? Kalau aku memang salah dimana letak kesalahanku? Katakanlah! Apa aku tidak boleh mencintaimu?” potongnya panjang lebar.
Justin menggeleng lemah, tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
Sikap yang ditunjukkannya membuat Carrol putus asa. Sudahlah, tidak ada yang mesti ditunggu lagi sekarang. Memang Justin tidak pantas untuknya! Hanya Carrol saja yang kelewat percaya diri. Menganggap Justin akan mudah tertarik dengan wanita yang lebih cantik dibandingkan pacarnya. Okay, Carrol cukup tahu bahwa Justin adalah tipikal pria yang setia.
Anyway, Carrol merasa apa yang ia lakukan tadi sudah benar.
Carrol pikir ini adalah suatu kesempatan, dan yang namanya kesempatan itu tidak datang dua kali.
Yah, belum tentu setelah ini ia bertemu dengan Justin lagi!
Dan sekarang selagi Carrol dekat dengan Justin apa salahnya kalau ia mengutarakan perasaannya? Okay, Carrol tahu letak kesalahannya dimana. Salahnya adalah ia mencintai kekasih orang! Justin sudah dimiliki oleh wanita lain. Seorang aktris hollywood yang terkenal kecantikannya.
Tidak seperti Carrol! Carrol juga cantik, tetapi kecantikannya tidak dipublish. Keindahan wajahnya tak dapat dilihat oleh seluruh pasang mata didunia.
Hei, tapi mereka berdua hanya pacaran kan?! Toh Zelena belum resmi menjadi istri Justin, oleh sebab itu Carrol masih berkesempatan untuk merebut hati Justin darinya. Bukan hanya Carrol, tapi juga buat seluruh shawty-shawty ataupun para gadis yang ada didunia ini.
Hati Carrol tengah berargumen, dan anehnya disaat itu raganya malah memaksanya untuk cepat-cepat lenyap dari pandangan Justin.
Dengan perlahan-lahan namun mantap Carrol beranjak dari bangku taman.
Melangkah gontai dengan sejuta perasaan sesak didada.
Carrol ingin menangis, tetapi sialnya air matanya itu malah enggan untuk keluar dari peraduannya. Damn! Semahal itu kah air mata Carrol? Walau sudah tidak dihiraukan oleh Justin, ia tetap saja tidak mau memamerkan wujud aslinya?! Carrol mendengus seraya menendang bebas setiap kerikil yang berpapasan dengan kakinya yang terbungkus sepatu boat berwarna ungu muda. Yah, seperti inilah cara Carrol melampiaskan kekesalannya.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena tanpa Carrol duga, tepat dilangkah kelima Justin malah menarik pergelangan tangan kanannya.
Menguncinya cukup kuat, seolah-olah tidak ingin membiarkannya terlepas bebas lagi.
Sekali...
Dua kali...
Tiga kali hentakan tetap tidak bisa terlepas.
Akhirnya mau tidak mau Carrol pun membalikkan badannya dengan kasar.
“Aku telah menjadi milik Zelena. But, I don't forbid you to come near! Aku masih ada waktu seminggu di New York City.. Lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untukku Carry..” ucap Justin sedikit menantang Carrol. Carrol tentu menerima tantangannya tersebut tapi dengan satu penawaran, yaitu.....?
“Justin bagaimana kalau 3 hari saja? Seminggu terlalu lama. Aku akan segera pulang ke Los Angeles” tawarnya sedikit memohon. Justin tersenyum yang itu artinya ia menyetujui penawaran Carrol.
Serta-merta senyuman indah pun terukir dibibirnya yang manis.
Carrol bahagia karena Justin memberikan secercah harapan padanya. Jika dilihat dari raut wajahnya Justin juga sepertinya bahagia.
Lalu disaat ingin memeluk Carrol, tiba-tiba saja handphone Justin berdering.
Carrol tidak tahu panggilan dari siapa? Yang jelas setelah menutup panggilannya itu Justin langsung bergegas meninggalkannya.
“We met 3 more days in this place shawty.. Bye!” pamit Justin memeluk Carrol cepat.
Carrol membalasnya dengan seulas senyuman tipis dan lambaian tangan.
Dalam hati ia bersungut, “Pasti Zelena! Dasar pengacau..”
Jumat, 27 Mei 2011
We are Different (Not Including Own) Bab.1 [Part.3]
BAB.1
<3 Merely a Dream <3
(Part.3)
Memberi pertolongan itu tidak berdampak merugikan..
Karena biasanya sedikit yang harus diikhlaskan, namun setelah itu akan ada banyak kebahagian yang bisa didapatkan..
Percayalah, kebahagiaan itu datangnya tidak terduga dan jumlahnya pun tidak terhingga..
***
Singkat kata, selama di New York Carrol menghabiskan waktunya hanya untuk berhangout ria bersama Lenka. Beruntung Lenka mau memboloskan diri dari sekolahnya demi menemani Carrol berlibur. Berbagai tempat wisata di New York mereka kunjungi. Dari yang terkenal sampai yang terpencil, dari yang menarik sampai yang biasa-biasa saja. Semua mereka kunjungi dalam waktu 3 hari berturut-turut.
Hingga akhirnya sehari sebelum diadakannya konser Justin, Lenka menghampiri Carrol dengan membawa sebuah kabar gembira.
Sampai-sampai Carrol yang tengah merebus mie instan didapur terperanjat kaget dibuatnya.
“Tommorow night you should go with me dear!”
“For what?”
“Hei! Bukankah kau bilang kau ingin bertemu Justin?!”
“Tapi kan aku tidak punya-----”
“Lihat ini!”
Lenka mengeluarkan sesuatu dari belakang punggungnya.
Nampaklah dua lembar tiket konser Justin Bieber yang menari-nari didepan wajah Carrol.
Carrol pun speechless melihatnya, “What is it?” serunya tertahan.
“Ini tiket Carry! Kita berdua akan menonton konser Justin Bieber besok..” jawab Lenka dengan senyum yang mengembang.
Carrol ikut tersenyum, namun sedetik setelahnya senyumnya itu pun lenyap seketika. “Aku kan sudah bilang, kau tidak perlu repot-repot Len. Harga tiket itu kan mahal! Tidak menonton konsernya juga tidak akan membuatku mati kok...” gerutunya tidak suka. Carrol memang enggan jika harus merepotkan orang seperti ini.
Didepannya Lenka menggidikkan bahunya dengan pelan. Ia merasa sama sekali tidak direpotkan oleh Carrol.
“Tiket ini sudah aku beli sejak satu bulan yang lalu. Kebetulan aku juga beliber dan rencananya aku akan pergi bersama adik sepupuku. Tapi karena dia mendadak masuk rumah sakit, yah dia tidak bisa ikut denganku..” jelas Lenka serinci-rincinya. Carrol masih diam bergeming didepan meja pantry.
“Sayang kan kalau tiketnya tidak dimanfaatkan? Lebih baik aku berikan kepada sesama beliber sejati!” sambung Lenka terus merayu Carrol.
“Tidak. I will not go away with you!” Carrol tetap keukeuh dengan pendiriannya itu sehingga membuat Lenka mendecakkan lidahnya dengan kesal. “Ck! Apakah kau tidak pernah bermimpi untuk menjadi one less lonely girl dikonsernya Justin?”
Akhirnya rayuan Lenka yang terakhir sukses meluluhkan hati Carrol. Beliber mana yang tidak pernah bermimpi untuk menjadi OLLG di konsernya Justin? Carrol pernah bahkan sering memimpikan itu!
Keesokan harinya....
Tepat pukul 06:30 pm Carrol tengah bersiap-siap didalam kamarnya.
Rok ungu selutut bermotif bunga-bunga kecil sangat matching disaat Carrol memadukannya dengan kaos ungu berlengan pendek. Sebagai pemanis diluarnya pun ia lapisi dengan blazer berwarna putih tulang.
Carrol memandangi dirinya didepan cermin besar yang ada dikamar itu.
Kalau Carrol boleh narsis, malam ini ia terlihat sangat cantik dan manis. Apalagi rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah dengan pita ungu kecil sebagai hiasan dibagian pinggir. Carrol tampak seperti.....? Barbie!
“Kau sangat cantik! Pasti kau sangat berharap menjadi OLLG nya Justin malam ini..” bisik Lenka yang tau-tau sudah ada dibelakang Carrol. Ia hanya membalasnya dengan sepotong senyum. Setelah itu mereka langsung pergi menuju tempat diadakannya konser.
Disepanjang jalan menuju gedung Music Star, jalanan sangat terasa padat dan macet.
Katwill Street, jalanan utama menuju Music Star berubah menjadi lautan manusia berbaju ungu.
Semua nampak berdesak-desakkan ingin lebih dulu sampai digedung tersebut.
Sangking padatnya jalanan pun macet total. Carrol dan Lenka memutuskan untuk berjalan kaki melewati jalan pintas yang berupa sebuah gang kecil.
Kecil dan kumuh! Demi Justin, Carrol pun rela melakukannya.
Setibanya digedung Music Star matanya pun kembali melotot.
Carrol menghembuskan nafas dengan kasar, karena ternyata gedung Music Star tidak ada bedanya dengan Katwill Street! Yaitu sama-sama dibanjiri oleh manusia berbaju ungu. Kalau harus antri dan menunggu, tentu Carrol akan kebagian tempat duduk yang paling belakang. But, what can make? Namanya juga peraturan.
Tiba-tiba Lenka menarik pergelangan tangan Carrol menuju ke belakang gedung Music Star. Tanpa Carrol dan orang lain ketahui, ternyata dibelakang ada 1 lagi pintu untuk masuk kedalam gedung. Biasanya sih dijaga ketat oleh tim dari promotor yang mengundang Justin, tapi entah kebetulan atau disengaja, pintunya tidak dijaga dan terbuka dengan lebar.
“Lenka, aku takut. Apa tidak bahaya kalau kita masuk lewat sini?” tanya Carrol ragu-ragu.
Sebenarnya Lenka juga merasakan hal yang sama dengannya, namun wanita bermata sipit itu memberanikan dirinya dengan satu kalimat yang berbunyi, `All will be fine`.
“Kau jangan berisik, ketahuan beliber yang lain bisa mati kita! Listen to me please, semua akan baik-baik saja. Ayolah cepat! Aku bersusah payah untuk mendapatkan tiket ini, dan aku tidak akan rela jika mendapatkan tempat duduk dibelakang..” cerocos Lenka meletup-letup.
“Okay, aku turuti kemauanmu kali ini..”
Akhirnya Carrol pun pasrah dan membiarkan Lenka menyeretnya masuk melalui pintu belakang.
Tapi karena ada insiden kecil, pegangannya pun terlepas.
Sontak saja Carrol panik sambil berusaha mencari-cari Lenka.
Carrol mengedarkan pandangannya keseluruh sudut ruangan, tetapi Lenka tidak diketemukan. Yang ada ia malah menabrak keras seorang wanita paruh baya.
`Brukkkkkkk.....!`
“I'm sorry. Aku tidak sengaja aunt. Aku buru-buru karena ingin cepat-cepat masuk kedalam! Aku terlalu bersemangat dan maafkan aku.”
Tanpa melepas kacamata hitamnya, wanita itu mengangguk disertai seulas senyuman yang manis. Setelah tau dia tidak marah Carrol pun kembali melanjutkan langkahnya. Baru 3 langkah Carrol menjauh dari wanita itu, ia pun kembali berbalik karena tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Raut wajahnya seolah-olah mengatakan seperti-kenal-tapi-siapa-yah?
“Apa dia tadi Mom Pattie?” gumam Carrol dalam hati. Bersamaan dengan itu seseorang memanggil namanya dengan cukup keras.
“Hei Carry!”
Carrol menoleh, ternyata itu Lenka. Dia menyuruh Carrol untuk segera masuk dan duduk disebelahnya. Kebetulan sekali 2 kursi dibagian depan masih kosong dan mungkin itu rezeki mereka.
“Ah sudahlah, mungkin itu hanya penglihatanku saja!” gumam Carrol lagi.
Konser berlangsung dengan sangat meriah. Justin membuka konsernya dengan lagu yang berjudul `Baby`. Penampilannya sangat energik dan memukau, sehingga sukses membuat para penonton menjerit dengan sangat histeris.
Ditengah-tengah konser, seorang pria asing menghampiri Carrol dan mengajaknya untuk ikut dengannya.
Carrol sedikit bingung, namun karena ia mulai memaksa dan bilang kalau ini penting, akhirnya Carrol pun menurut.
Setelah pamit sebentar dengan Lenka, Carrol mengekori pria asing itu dibelakang.
Ternyata ia diajak ke belakang panggung. Disana Carrol bertemu dengan Justin, Kenny, Mom Pattie, dan........ Zelena? Mengapa mesti ada dia sih? Sungutnya dalam hati tentunya.
Tapi hadirnya Zelena itu tidak mengurungkan niat Carrol untuk memeluk Justin dengan erat.
“Justin! Ka-ka-kau, kau Justin Bieber kan? Iya kan?! Bilang kalau ini bukan mimpi! Justin aku sangat mencintaimu Justin! Aku begitu mengagumimu. Oh my God, aku tidak menyangka kalau aku bisa bertemu bahkan memelukmu seperti ini! Oh ya ampun...!” jerit Carrol tak karuan.
Justin membalas pelukannya dengan begitu hangat, dan itu membuat jantung Carrol berdebar tak beraturan.
“Thanks, tanpamu dan belibers juga aku bukanlah siapa-siapa shawty!” ucapnya setelah melonggarkan pelukan Carrol.
Kemudian Carrol juga memeluk Kenny, Mom Pattie, tapi tanpa Zelena. Carrol hanya melemparkan senyuman tipis kearahnya.
“Aku boleh minta tanda tanganmu?” tanya Carrol pada Justin. Pria itu mengangguk mantap, “Of course!”
Dengan semangat 45 Carrol pun meminta Justin menanda tangani baju kaos yang ia pakai, tepat dibagian ujung sebelah kanan.
Lalu Carrol mengeluarkan kamera saku dari tas kecil miliknya dan dengan sangat hati-hati ia pun meminta untuk berpose berdua dengan Justin. Sebenarnya Carrol takut jika Justin menolak dan menganggapnya banyak maunya. Tapi diluar dugaan Carrol, Justin justru meng-iyakan permintaannya itu dengan sangat bersahabat. “Okay, kita akan berpose berdua. Tapi setelah ini kau harus menolongku! Bagaimana?” pintanya menerapkan azas `simbiosis mutualisme` pada Carrol.
Carrol mengangguk cepat, “Apapun itu aku pasti akan menolongmu!” ucapnya yang sudah tidak sabar berfoto dengan Justin.
Hanya 3 kali jepret. Foto pertama Carrol berada ditengah, diapit oleh Justin dan Mom Pattie, lalu foto kedua Carrol tetap berada ditengah, hanya saja posisi Mom Pattie digantikan oleh Kenny, dan foto yang terakhir Carrol berpose berdua dengan Justin. Difoto itu Justin nampak merangkulnya dengan erat, sehingga tidak ada lagi jarak diantara wajah mereka. Pipi kanan Justin menempel dipipi kirinya. Zelena melihat itu, tapi dia bersikap biasa dan masa bodo. Carrol rasa Zelena adalah tipe pacar yang profesional (?). Dia menganggap apa yang dilakukan Justin itu hanyalah sebagai tuntutan profesi saja.
Carrol terlihat puas hari ini. Sangat-sangat puas!
“Jadi apa yang bisa aku bantu?” tanya Carrol dengan pandangan yang bertumpu pada satu titik, yaitu kamera saku. Ia sedang melihat-lihat hasil gambarnya tadi.
“Apakah kau bersedia untuk menjadi one less lonely girl ku malam ini?”
Justin mengucapkan dengan nada memohon.
Carrol yang mendengar itu tentu saja kaget bukan main.
Ternyata kejutan untuknya tidak hanya cukup sampai disini.
Setelah berhasil mendapatkan tanda tangan, berpose, bahkan memeluk Justin, kini Carrol berkesempatan untuk menjadi one less lonely girl nya New York!
Carrol merasa ini bagaikan mimpi, tentu saja ia langsung mengiyakannya tanpa berpikir panjang lagi.
Carrol kembali memeluk Justin seraya mengucapkan terima kasih padanya.
“So thank you very much Justin! Kau sangat membuatku senang malam ini!” pekiknya penuh napsu.
“Berterima kasihlah pada Ibu ku karena dia yang memilihmu untuk menjadi one less lonely girl ku malam ini.”
Carrol melepaskan pelukannya, lalu mendekati Mom Pattie. Kini ia kembali mengenakan kacamata hitamnya. Dan Carrol memang tidak salah lihat! Dia adalah Ibu-Ibu yang ditabraknya tadi. Carrol terus berterima kasih, namun Mom Pattie hanya mengatakan kalau Carrol memang pantas berdiri diatas panggung konser Justin Bieber yang megah itu.
Singkat cerita Justin pun membawa Carrol keatas panggung dan mengintruksikannya untuk segera duduk diatas kursi yang telah disediakan.
««
There's Gonna Be One Less Lonely Girl..
One Less Lonely Girl..
There's Gonna Be One Less Lonely Girl..
One Less Lonely Girl..
»»
Disaat Justin menyanyikan lagu `One Less Lonely Girl` para belibers semakin berteriak dengan histeris dan lebih kencang. Apalagi disaat Justin merayu Carrol dengan lagu itu.
Ia membelai lembut wajah Carrol dan menarik tangannya untuk menari bersamanya.
Menurut Carrol one less lonely girl Justin yang spesial hanyalah dirinya. Karena baru kali ini Justin mengajak OLLG nya untuk bernyanyi dan menari bersamanya. Tak tanggung-tanggung ia pun mengangkat Carrol, lalu menggendongnya berputar-putar bak kotak musik.
Semua yang melihat itu nampak iri dan banyak dari mereka yang mengamuk. Hanya Lenka yang tersenyum lebar melihat impian Carrol terwujud sudah. Dari kejauhan Carrol melihat Lenka menangis. Mengapa menangis? Carrol saja tersenyum bahagia mengapa Lenka malah menangis?
Diakhir lagu Justin memberikan Carrol sebuket bunga krisan dan mencium pipinya dengan lembut.
Carrol speechless, antara sadar dan tidak sadar. Tapi Justin bilang inilah kenyataannya.
Tidak ada yang aneh, hanya saja dari awal Carrol bertemu dengan Justin sampai dia mencium pipinya seperti itu, Carrol sama sekali tidak meneteskan air mata. Sangat berbeda dengan para belibers atau OLLG dari negara yang lain. Namun, walaupun tidak menangis, matanya nampak berkaca-kaca.
Really you will never forget this night!
Justin tetap melanjutkan konsernya, sementara Carrol diperbolehkan menunggu dibackstage bersama dengan Mom Pattie dan juga Zelena.
Carrol hanya bercakap-cakap dengan Mom Pattie tanpa menganggap keberadaan pacar dari idolanya itu, bagi Carrol mengajaknya ngobrol juga bukanlah hal yang penting!
Finally, setelah 1 ½ jam memuaskan hati para belibers, Justin pun mengakhiri konsernya.
Ia pulang menuju hotel dengan langkah yang tergesa-gesa.
“Justin tunggu aku! Aku masih ingin berbincang-bincang denganmu! Aku sangat mencintaimu Justin!” teriaknya tanpa ada rasa malu.
Carrol ingin menahannya namun Justin nampak tidak mengindahkan seruannya itu. Mungkin ia sangat kelelahan.
“Justin kau tega sekali! Aku kan beliber sejati.. Aku sayang padamu Justin! Justin listen to me please....!” pekiknya lagi, kali ini dengan nada yang parau.
Justin menghentikan langkahnya lalu berbalik kearah Carrol, “Maafkan aku shawty, aku buru-buru dan semoga kita bisa bertemu lagi dilain waktu..” tuturnya seraya memeluk Carrol cepat. Carrol sedikit tersenyum, tapi itu tidak lama. Karena setelah 3 detik Justin memeluk Carrol, ia langsung pergi meninggalkannya dengan menggandeng lengan Zelena.
Carrol sakit hati melihatnya. Namun bagaimana lagi? Zelena kan kekasihnya Justin! Ada hak apa ia melarangnya?
Mobil range rover yang dikemudikan oleh Kenny itu pun melaju meninggalkan area gedung Music Star.
Carrol masih diam terpaku disana. Hingga akhirnya beberapa wartawan menghampirinya dan berusaha mewawancarainya. Menanyakan bagaimana awal mulanya hingga Carrol terpilih menjadi One Less Lonely Girl nya New York? Dan bagaimana perasaannya ketika Justin memeluk dan mencium pipinya? Carrol tersenyum lantas menjawabnya dengan singkat, padat, dan jelas.
***
“Aku belum puas!” keluh Carrol ketika ia sudah sampai diapartemennya Lenka.
Wanita itu terus menyalami tangan Carrol untuk memberi ucapan selamat. Dimatanya Carrol adalah gadis yang sangat, sangat, dan sangaaaat beruntung!
Tapi menurut Carrol yang tadi itu hanyalah secuil dari impiannya. Carrol tetap berambisi untuk menjadi kekasih Justin.
“Apa yang kurang?”
“Aku tidak hanya mengaguminya Len, tapi aku juga mencintainya.. Aku sangat benci dan muak melihatnya bergandengan tangan dengan Zelena!” Carrol menghempaskan bokongnya dikursi ruang makan. Nafasnya semakin memburu disaat ia mengingat bayangan Zelena yang selalu tersenyum angkuh. Memamerkan kedekatannya dengan Justin Bieber.
“Jadi apa maumu sekarang?”
“Aku ingin melakukan pendekatan dengannya! Setidaknya dimulai dari teman..”
Lenka mengernyitkan dahi, sepertinya ia sangat ingin membantu Carrol untuk dekat dengan Justin. Tapi bagaimana caranya? Cukup lama Lenka ber-hardthink ria hingga akhirnya... `Tringggg!` ia teringat sesuatu. Lebih tepatnya lagi ia teringat dengan teman satu sekolahnya yang bernama Cedrella.
“What's wrong with Cedrella?” tanya Carrol ketika Lenka menyebutkan nama sahabatnya itu.
“Dia teman baikku disekolah, dan dia kekasihnya Adam Lambart..”
“Adam Lambart yang penyanyi itu?” sambar Carrol memotong ucapan Lenka.
“Yups, tidak salah lagi!”
“Lalu apa hubungannya dengan Justin?” tanyanya lagi, masih belum mengerti dengan arah pembicaraan Lenka.
Lenka tersenyum misterius sembari beranjak mendekati kulkas.
Mengeluarkan sebotol air dingin lalu menuangkannya kedalam gelas kaca yang tinggi.
“Akan ku jelaskan nanti. Sekarang lebih baik kau minum dulu air ini.”
Gelas kaca itu pun ditaruh Lenka dihadapan Carrol yang masih terlihat diam tak berkutik. “Tahukah kau? Wajahmu tampak menakutkan jika sedang bernafsu seperti itu..” lanjutnya sedikit menggoda Carrol. Carrol melengos, lantas menumpahkan seluruh isi air dingin itu kedalam mulutnya.
Semenjak malam konser Justin Bieber diadakan, Carrol mendadak sedikit terkenal.
Besok paginya foto-fotonya dengan Justin beredar di internet. Dan setiap berita infotaiment mengenai konser Justin Bieber pun selalu menayangkan sedikit cuplikan wawancaranya yang ditanyai tentang “One Less Lonely Girl”, si gadis beruntung dimalam tersebut.
Tidak ketinggalan followers ditwitter Carrol pun menanjak hanya dalam hitungan jam, yah sedikitnya 10.000 orang yang mem-follow twitternya.
Semua memberikan selamat, tapi tidak sedikit yang menghujat takdirnya itu.
Carrol tidak mau ambil pusing, dan membiarkan saja mereka berpendapat apapun tentangnya.
***
Hari ini Carrol nampak sibuk sekali.
Lenka mengajaknya kesebuah acara.
Ternyata ini ada hubungannya dengan ucapan Lenka tempo hari.
Adam Lambart! Yah kekasihnya Cedrella itu tengah mengadakan meet & greet di Kota New York, dan ia mengundang Justin Bieber sebagi top guest nya.
Carrol tentu saja tidak menolak. Diacaranya tidak akan ada beliber yang datang, kecuali dirinya dan Lenka.
Sebenarnya yang hadir diacara itu hanyalah orang-orang tertentu. Khusus untuk fans yang sudah kenal dekat dengan Adam Lambart saja, dan berhubung Cedrella adalah teman karibnya Lenka maka semuanya bisa diatur dengan semudah ini.
“Lenka aku risih memakai gaun ini! Apakah tidak ada gaun mu yang berlengan?” gerutu Carrol sembari memandangi pantulan dirinya didepan cermin.
Dengan gaun panjang tanpa lengan itu Carrol terlihat seksi sekali. Apalagi jika melihat belahan dadanya yang rendah. Gaun itu seolah-olah mencetak tubuhnya dengan begitu sempurna.
“Ada sih, tapi aku rasa kau lebih terlihat seksi jika mengenakan gaun itu. Bukankah Justin menyukai wanita yang bertubuh seksi? Katanya kau ingin menjadi kekasihnya Justin? Bagaimana sih kau ini!”
Carrol melengos dengan bibir yang mengerucut.
“Yah aku tau itu. Tapi menurutku seksi itu tidak harus memakai pakaian terbuka kan? Contohnya mataku hidungku, bibirku, kata orang-orang sih seksi.. Padahal mereka tidak memakai bikini ataupun kaos ketat!” cetus Carrol dengan PD-nya. Padahal kalimatnya itu terdengar gaje sekali ditelinga Lenka.
Lenka hanya tersenyum kecil. Kakinya bergerak menuju lemari gaunnya yang terbuat dari kayu jati.
Dikeluarkannya sehelai mini dress berwarna ungu muda yang sedikit berenda dibagian dada.
Ia menyuruh Carrol untuk mengenakannya dan ternyata mini dress itu sangat terlihat manis dan mungil ditubuh Carrol.
Setidaknya masih berlengan, yah walaupun itu pendek.
“Nah begini kan lebih bagus!” serunya sedikit puas.
Carrol dan Lenka pergi ke Hotel Rivendell`s dengan menumpangi mobil Chris.
Dilobby hotel semua sudah nampak berkumpul.
Ruangan itu telah disulap menjadi sebuah istana kecil, dengan dekorasi yang terlihat sangat indah dan megah.
Tamu yang diundang pun hanya sedikit. Sekitar 30-an orang termasuk Carrol, Lenka, Adam, Chris, Cedrella, dan juga Justin.
Walaupun semua pria yang hadir mengenakan tuxedo tapi itu tidak membuat Carrol kesusahan untuk mencari Justin.
Diantara pria yang hadir dia nampak mencolok dengan rambut mangkoknya.
“Tuh apa aku bilang? Kau mirip dengan Justin! Tapi sepertinya sekarang sudah tidak.. Karena Justin memangkas sedikit rambutnya Chris..” bisik Carrol pada Chris.
Chris mendengus agak kesal, “Peduli? Bagus lagi! Aku lebih senang melihatnya dengan rambut seperti itu..” balas Chris dengan nada bad mood. Dia memang tidak suka jika harus dibanding-bandingkan dengan pria lain.
“Hei kau apakan pacarku? Kenapa wajahnya mendadak kusut?” celetuk Lenka menghampiri Carrol dan juga Chris. Yang ditanya hanya terkekeh geli lalu bergumam dengan pelan. “Tidak, aku hanya menggodanya sedikit..”
Tidak lama setelah itu Adam dan Cedrella pun ikut bergabung bersama mereka.
Ternyata Adam Lambart sangat terlihat tampan jika dipandang dari jarak yang dekat. Tampak klop ketika dipasangkan dengan Cedrella yang amat cantik. Bisa dibilang mereka adalah pasangan serasi seperti Justin dan........? Carrol tentunya!
“Hei guys.. Ayo bergabung bersama kami! Nikmati meet & greet yang kuadakan kali ini..” ajak Adam ramah.
“Yah tak usah malu-malu..” tambah Cedrella mengumbarkan senyum manisnya. Kedua lesung dipipinya mengingatkan Carrol pada Khat! Hmm, apa kabarnya gadis itu yah?
Musik mengalun dengan indah, disaat Adam menghibur para tamu yang hadir dengan suara merdunya.
Carrol yang tidak begitu menyukai lagu-lagu dari Adam Lambart memilih untuk menyibukkan diri sendiri.
Sambil mengoyang-goyangkan kepala, jari telunjuknya pun mengetuk-ngetuk meja, yah seolah-olah ia menikmatinya. Padahal Carrol sedikit bosan dengan suasana seperti ini.
Tiba-tiba matanya menangkap sosok Justin yang tengah bersantai disebuah meja disudut ruangan, tanpa ditemani siapapun termasuk Zelena. Hemph! Kenapa Justin tidak mengajaknya? Biasanya wanita itu selalu menguntit dibelakang Justin! Pikirnya dalam hati.
“Hai Mr. Bieber?” sapa Carrol ramah.
Justin tersenyum lalu mengerutkan kening. Nampak berpikir keras ketika melihat wajah gadis yang ada didepannya. Berusaha meneliti, seperti-kenal-tapi-siapa-yah? Begitulah arti dari tatapan mata Justin.
Carrol tersenyum lantas terduduk dihadapan Justin.
“Aku yang tadi malam menjadi one less lonely girl dikonsermu..” ucap Carrol mengingatkan.
Justin menepuk pelan jidatnya, “Ahya, sorry I'm forget..”
“Never mind! Emmm.... Kau sendirian disini? Mana Zelena?”
“Yah, dia lagi sibuk hari ini.” jawab Justin seadanya.
Carrol ber-oh pelan. Dalam hati ia sangat senang sekali, itu artinya Carrol bisa memulai aksi pendekatannya pada Justin. Yah, semua harus dilakukan perlahan-lahan dimulai dari teman!
“Bolehkah aku mengenalmu?” tanya Carrol tiba-tiba. Justin sedikit confused dengan pertanyaannya itu, tapi sedetik kemudian dia pun mengangguk cepat.
“Yah, of course! Introduce, my name is Justin Drew Bieber. Pria terkeren, tertampan, dan terromantis diabad ini. Pria muda satu-satunya yang sanggup membuat hati para gadis cenat-cenut, cekat-cekot, dan kempat-kempot. Baik hati, ramah, sensitif, anak mami dan sayang dengan beliber! Errrrr.... Tapi bukankah kau sudah tahu itu yah?” cerocos Justin tanpa titik dan koma.
Carrol hanya tertawa kecil lalu meralat permintaannya itu dengan kalimat yang lebih jelas.
“Bukan begitu Justin. Aku sudah tau itu dari dulu. Anyway, Beliber mana sih yang tidak tahu kalau nama idola nya adalah Justin Drew Bieber? Sepertinya hanya beliber bodoh! Maksudku, kau belum tahu nama ku kan? Apakah kau tidak ingin menanyakannya?” jelasnya panjang lebar.
Justin mengangguk paham. Dia baru menyadari bahwa gadis dihadapannya ini sudah pernah dipeluk bahkan diciumnya, tetapi sampai sekarang dia belum tahu siapa namanya? Dengan senyum yang mengembang Justin pun menanyakan nama panjang Carrol. “What's your name?”
“My name is Carrol Bowling.. Aku jauh-jauh datang ke New York hanya untuk menyaksikan konsermu Justin! Aku sangat mengagumimu.. Padahal didesa Ibu ku sangat membutuhkanku dan kalau dia tahu aku ke New York seorang diri, dia pasti akan memarahiku. Tapi aku tak mau memikirkannya, karena semua ini aku lakukan hanya untukmu Justin. Aku fans beratmu!” Carrol menceritakan semuanya tanpa diminta. Justin mulai terenyuh mendengarkan cerita salah satu fansnya itu. Ditariknya kursi yang ia duduki untuk lebih mendekat kearah Carrol. Posisi mereka yang semula berhadap-hadapan sekarang menjadi saling bersisian.
“Memangnya kau menetap dimana?” tanya Justin lembut.
“Rumahku di Los Angeles tepatnya lagi didesa RainVill..”
“Wah, so far away ternyata! Aku belum pernah mendengarnya.. Someday bolehkah aku mengunjungi desamu itu? Dan kau harus menjadi guide-nya selama aku disana!”
Mata Carrol melebar. Ia tak menyangka Justin akan seantusias ini mendengarkan ceritanya. Tanpa basa-basi lagi Carrol pun menyanggupi permintaannya.
“Tentu saja Justin! Aku akan membawamu keliling RainVill dan aku pastikan kau tidak akan menyesal mengunjunginya..”
Carrol dan Justin sama-sama tersenyum lebar. Baru kali ini Carrol melihat Justin tersenyum lepas seperti ini! Ternyata senyumnya Justin akan terlihat lebih manis jika dipandang dari jarak sedekat ini.
Carrol terpana, terpukau, dan terkesima menatap makhluk ciptaan Tuhan yang ada dihadapannya sekarang.
Justin sendiri merasa aneh dengan sikap Carrol yang berbeda dari beliber kebanyakan. Carrol tampak lebih tenang dari mereka, walaupun terkadang ia juga bisa meledak-ledak.
“Ehm, tahukah kau? Setelah lama aku menantikannya, baru kali ini aku bisa berbicara normal dengan para fans ku..” gumam Justin lirih.
Carrol mendelik, kedua alisnya saling bertautan satu sama lain. Belum sempat ia menyahut, Justin lebih dulu melanjutkan kalimatnya.
“Selama ini mereka selalu berteriak, menjerit, memekik histeris bila sedang berhadapan denganku. Entahlah, aku juga heran. Sebenarnya mereka itu menganggapku apa? Mereka terlalu berlebihan dalam memujiku. But, aku menganggap mereka itu bukan memujiku, melainkan memujaku. Padahal aku lebih senang dipuji daripada dipuja. Apakah kau tahu? Menurutku dipuji dan dipuja itu memiliki 2 artian yang berbeda, dan masih menurutku lagi yang harusnya dipuja itu adalah Tuhan, tidak ada yang pantas kecuali Dia..”
Justin menghela napas sejenak dan Carrol masih setia mendengarkannya.
“Selain itu teriakkan mereka suka membuat telingaku sakit. Kalau sampai aku tuli mereka juga kan yang rugi?” keluhnya seraya meraih gelas kecil yang berisikan anggur merah dihadapannya lalu meneguknya sampai tak bersisa barang setetes.
“Justin mereka itu sangat menyayangimu. Seharusnya kau bersyukur disayangi seperti itu oleh ribuan, jutaan, bahkan miliaran wanita.. Why don't you glad?” sela Carrol berpendapat.
Justin tersenyum tipis. Diletakkannya gelas kosong itu kembali keatas meja, “Senang kok! Aku senang jika mendengar namaku diteriakkan oleh para fansku. Tapi aku akan lebih senang jika mereka berbicara denganku seperti berbicara dengan sesama manusia pada umumnya. Yah, seperti teman. Santai dan tidak ada teriakan!”
Carrol hanya mengangkat bahu sebagai respon untuk uneg-uneg yang masih dikeluarkan Justin.
“Dan satu lagi! Kenapa setiap bertatap muka denganku mereka menangis bak orang yang kesurupan? Bukankah seharusnya mereka senang? Kenapa malah menangis? Aneh!”
“Dasar bodoh! Kan aku sudah mengatakannya tadi, bahwa mereka itu mengagumi, menyayangi, bahkan mencintaimu Justin! Mungkin perasaan yang mereka miliki sudah sangat besar, oleh sebab itu mereka pun menangis..”
“Kau yang bodoh! Seharusnya kalau mereka benar-benar mengagumiku, mereka tahu dan mengerti dengan sifat-sifat yang kumiliki! Aku ini sensitif Carr, jika mereka menangis maka aku juga akan ikut menangis. Aku lebih senang melihat mereka tersenyum, tertawa bahagia melihatku. Aku berharap semoga suatu saat nanti aku bisa mengadakan konser akbar yang dihadiri oleh beliber diseluruh dunia tanpa adanya banjir air mata seperti konserku yang sudah-sudah..”
“Konsermu itu tiketnya sangat mahal! Memangnya kau pikir semua beliber itu adalah orang kaya apa? Tidak sedikit diantara mereka yang kurang mampu Justin. Mana sanggup mereka membeli tiket konsermu itu! Dasar bodoh..!” sungut Carrol dengan nada yang sewot. Setidaknya ia hanya ingin mengungkapkan rintihan kecil dari para beliber didunia yang kurang mampu dalam masalah finansial. Termasuk dirinya.
“Aku tidak akan memungut sepeser pun dari mereka, dan ini akan menjadi konser pertamaku yang gratis! Yah gratis Carry, tidak dipungut biaya sama sekali. Ini mimpiku, semoga suatu saat nanti aku bisa mewujudkannya..”
“Yah semoga saja. Tapi apa kau yakin? Kalau aku pribadi sih tidak yakin!” gumam Carrol pelan.
Ia masih saja berdebat dengan Justin, hingga akhirnya mereka sama-sama lelah dan terdiam.
Sementara itu diatas panggung mininya Adam masih setia mendendangkan lagu-lagunya yang selama ini sukses menembus pasaran musik didunia.
Carrol terus mengedarkan pandangan kesudut lobby, hingga dari jauh nampaklah Lenka yang tengah mengobrol santai dengan Cedrella.
Carrol tersenyum kecil melihatnya. Bersamaan dengan itu Justin pun kembali memecah keheningan, “Baru kau satu-satunya beliber yang tidak menangis ketika bertemu denganku.. Baru kau satu-satunya beliber yang tidak berteriak histeris saat mengobrol denganku.. Kau memang benar-benar beliber different!”
Carrol tersenyum kecut mendengarnya. Dalam hati ia menggeleng lemah. Apa yang dikatakan Justin tidak benar.
Sejujurnya Carrol tak ada bedanya dengan para belibers itu, mereka SAMA. Yaitu sama-sama berambisi untuk memiliki Justin sepenuhnya, seutuhnya.
Berharap Justin akan menjadi pendamping hidupnya kelak.
Dan satu kata untuk harapannya itu adalah impossible! Kalaupun iya kemungkinannya juga sangat kecil.
Ah, sudahlah. Biarkan Justin berpikiran seperti itu terhadapnya. Bukankah itu hal yang bagus? Setidaknya Carrol memiliki nilai plus dimata Justin! Yah, walaupun itu hanyalah diantara beliber.
“Justin, kapan hubunganmu dengan Zelena akan berakhir?”
Antara sadar dan tidak sadar Carrol bergumam dengan nada yang pelan. Sangat pelan, sehingga Justin pun hanya mendengarnya samar-samar.
“What? Apa kau bilang?” kaget Justin membulatkan matanya.
Carrol terperanjat, lalu buru-buru meralat ucapannya tadi, “Ah tidak. My intention is not so, maksudku... Emmm, hubunganmu dengan Zelena ternyata langgeng juga yah?”
Carrol tersenyum tipis, garis melengkung yang terkesan dipaksakan.
`Kapan-putusnya?-padahal-aku-sudah-menantikan-kabar-membahagiakan-itu` sambungnya dalam hati.
Raut wajah Justin berubah menjadi berseri-seri disaat Carrol memuji hubungannya dengan Zelena. Yah, begitulah idolanya, dia akan mendadak semangat jika disinggung masalah itu.
“You're right girl, kami berdua saling mencintai. Terutama aku, aku sangat mencintainya. Dan suatu saat nanti aku pasti akan melamarnya untuk menjadi.......”
“CUKUP..!!” Carrol meronta dalam hati. Rintihan yang tak bersuara namun begitu memilukan. Ia tidak sanggup untuk mendengarkan pengakuan Justin lebih lanjut. Dasar bodoh! Kenapa ia malah memuji hubungan Justin dengan Zelena?! Seharusnya ia tidak perlu mengatakan itu. Mengatakan sebuah kalimat yang justru membuatnya malah sakit hati sendiri.
Carrol pandangi siluet wajahnya yang terpancar jelas disebuah gelas kaca kosong yang ada dihadapannya. Kalau Carrol boleh Ge-Er, wajah yang dianugerahi Tuhan untuknya teramat indah. Cantik, lebih cantik dibandingkan Zelena. Tapi kenapa Justin malah...? Arrrrgggghhhhhh...... Sangking bencinya Carrol dengan makhluk yang bernama Zelena, gelas kaca itu pun ia cengkram dengan sangat kuat. Carrol melakukannya tanpa menyadari bahwa Justin memperhatikannya sejak tadi.
“Hei, kenapa kau tidak mendengarkan ceritaku? Are you okay?” tanya Justin cemas.
Carrol terperanjat kaget, dan dengan cepat melepaskan cengkramannya dari gelas yang tidak berdosa itu.
Masih dengan sedikit gugup Carrol pun menjawab, “I'm fine Biebs, hanya saja kepalaku mendadak migran. Aku ingin pulang sekarang..” ucapnya beralasan seraya meraih tas jinjing miliknya. Setelah itu Carrol pun melangkah pergi tanpa menunggu respon yang diberikan oleh Justin. Lagipula apa lagi yang mesti ditunggu? Toh Justin juga tidak akan mengantarkannya pulang.
Huh...! Carrol menghembuskan napas dengan kasar disaat menengok ke belakang. Rupanya Justin tidak mengindahkan pamitannya tadi. Terbukti bukannya mengejarnya eh pria itu malah asyik mencomot pie blueberry yang dihidangkan diatas meja.
Selangkah...
Dua langkah...
Tiga langkah...
Barulah Justin meneriakkan nama Carrol dengan lantang.
“Hei Carry! Tunggu aku!”
Refleks Carrol pun menghentikan langkah kakinya tanpa menoleh ke belakang.
Sampai bunyi derap sepatu itu semakin mendekat barulah Carrol membalikkan badannya.
“What's up Biebs?” tanya Carrol ketika Justin sudah ada dihadapannya.
“Mau aku antar?”
Carrol menggeleng. Bukan, bukannya tidak mau, tapi Carrol keburu bad mood mendengar ucapan Justin yang menurutnya adalah sebuah tawaran dan bukanlah ajakan.
Bagaimanapun, Carrol lebih senang jika Justin mengajaknya bukan menawarkannya tumpangan.
“Terima kasih, tak perlu repot-repot Justin! Aku akan pulang bersama temanku..” tolak Carrol halus, telunjuknya mengacung kearah Lenka yang masih asyik mengobrol dengan Cedrella.
Justin mengangguk paham. Mungkin Carrol ingin cepat-cepat pulang sementara dia mengemudikan mobil dengan sangat pelan.
Untuk yang kesekian kalinya keheningan menyelimuti mereka berdua.
Entah mengapa saat ini Carrol enggan beranjak dari hadapan Justin, begitu juga dengan idolanya itu. Dia masih setia berdiri didepan Carrol dengan senyum yang mengembang.
“Tidak jadi pulang?” tanya Justin mengagetkan Carrol.
Carrol melemparkan sepotong senyum, “Kita berteman kan Justin?” ucapnya tanpa menghiraukan pertanyaan dari Justin.
Justin mendelik, kedua alisnya saling bertautan satu sama lain. Pertanyaan itu terdengar aneh ditelinganya, tapi toh akhirnya dia mengangguk dengan pasti.
“Tentu saja Carr, our friends forever..”
“Kalau begitu apakah ada nomermu yang bisa aku hubungi?”
“Bagaimana kalau aku saja yang menghubungimu? Berapa nomer teleponmu?”
Justin mengeluarkan ponsel pribadi miliknya lalu menyalin sejumlah angka yang tengah Carrol sebutkan.
Setelah selesai Justin pun kembali menyimpan ponselnya itu kedalam saku celananya.
“Tenang saja, aku pasti menghubungimu nanti..” ucapnya sedikit berjanji.
Sontak Carrol pun memeluk Justin dengan begitu erat.
“Aku mencintaimu Justin..” bisiknya dalam hati. Pengakuan itu hanya Tuhan dan Carrol yang bisa mendengarnya. Justin? Entahlah. Seharusnya jika dia pria yang peka, dia bisa mendengar itu dari degup jantung Carrol yang berdetak dengan kencang.
Bersamaan dengan itu, setetes air bening pun meleleh dengan mulusnya dipipi Carrol.
Tidak ada yang mengharukan, hanya saja ia ingin menangis saat ini.
Sebelum Justin melihatnya, dengan cepat Carrol seka air mata itu. Air mata kepedihan yang menggambarkan isi hati Carrol yang sebenarnya kepada Justin.
Setelah puas membenamkan wajahnya didada Justin yang bidang, Carrol pun melepaskannya dengan lembut. “Eh maafkan aku.. Aku hanya takut jika kita tidak akan bertemu lagi setelah ini. Maafkan aku Justin, aku tidak bermaksud untuk-------”
“Never mind, pelukan yang kau berikan bukanlah suatu masalah untukku. Kita kan teman..”
Lagi-lagi Carrol menyunggingkan senyuman kecut.
Kata-kata `Teman` yang diucapkan oleh Justin bagaikan pedang tajam yang baru diasah.
Hanya 5 huruf atau 1 kata, dan jika Justin yang mengucapkannya pada Carrol akan terasa sakit dan pedih ketika didengar.
Mengharap kasih yang tak sampai itulah Carrol. Berharap lebih tetapi Justin hanya menganggapnya sebagai teman.
“Nice to meet you Justin..” pamit Carrol melenggang santai keluar dari area lobby hotel disusul oleh Lenka yang memasang tampang stupid karena melihat tingkah aneh sahabat barunya itu hari ini.
<3 Merely a Dream <3
(Part.3)
Memberi pertolongan itu tidak berdampak merugikan..
Karena biasanya sedikit yang harus diikhlaskan, namun setelah itu akan ada banyak kebahagian yang bisa didapatkan..
Percayalah, kebahagiaan itu datangnya tidak terduga dan jumlahnya pun tidak terhingga..
***
Singkat kata, selama di New York Carrol menghabiskan waktunya hanya untuk berhangout ria bersama Lenka. Beruntung Lenka mau memboloskan diri dari sekolahnya demi menemani Carrol berlibur. Berbagai tempat wisata di New York mereka kunjungi. Dari yang terkenal sampai yang terpencil, dari yang menarik sampai yang biasa-biasa saja. Semua mereka kunjungi dalam waktu 3 hari berturut-turut.
Hingga akhirnya sehari sebelum diadakannya konser Justin, Lenka menghampiri Carrol dengan membawa sebuah kabar gembira.
Sampai-sampai Carrol yang tengah merebus mie instan didapur terperanjat kaget dibuatnya.
“Tommorow night you should go with me dear!”
“For what?”
“Hei! Bukankah kau bilang kau ingin bertemu Justin?!”
“Tapi kan aku tidak punya-----”
“Lihat ini!”
Lenka mengeluarkan sesuatu dari belakang punggungnya.
Nampaklah dua lembar tiket konser Justin Bieber yang menari-nari didepan wajah Carrol.
Carrol pun speechless melihatnya, “What is it?” serunya tertahan.
“Ini tiket Carry! Kita berdua akan menonton konser Justin Bieber besok..” jawab Lenka dengan senyum yang mengembang.
Carrol ikut tersenyum, namun sedetik setelahnya senyumnya itu pun lenyap seketika. “Aku kan sudah bilang, kau tidak perlu repot-repot Len. Harga tiket itu kan mahal! Tidak menonton konsernya juga tidak akan membuatku mati kok...” gerutunya tidak suka. Carrol memang enggan jika harus merepotkan orang seperti ini.
Didepannya Lenka menggidikkan bahunya dengan pelan. Ia merasa sama sekali tidak direpotkan oleh Carrol.
“Tiket ini sudah aku beli sejak satu bulan yang lalu. Kebetulan aku juga beliber dan rencananya aku akan pergi bersama adik sepupuku. Tapi karena dia mendadak masuk rumah sakit, yah dia tidak bisa ikut denganku..” jelas Lenka serinci-rincinya. Carrol masih diam bergeming didepan meja pantry.
“Sayang kan kalau tiketnya tidak dimanfaatkan? Lebih baik aku berikan kepada sesama beliber sejati!” sambung Lenka terus merayu Carrol.
“Tidak. I will not go away with you!” Carrol tetap keukeuh dengan pendiriannya itu sehingga membuat Lenka mendecakkan lidahnya dengan kesal. “Ck! Apakah kau tidak pernah bermimpi untuk menjadi one less lonely girl dikonsernya Justin?”
Akhirnya rayuan Lenka yang terakhir sukses meluluhkan hati Carrol. Beliber mana yang tidak pernah bermimpi untuk menjadi OLLG di konsernya Justin? Carrol pernah bahkan sering memimpikan itu!
Keesokan harinya....
Tepat pukul 06:30 pm Carrol tengah bersiap-siap didalam kamarnya.
Rok ungu selutut bermotif bunga-bunga kecil sangat matching disaat Carrol memadukannya dengan kaos ungu berlengan pendek. Sebagai pemanis diluarnya pun ia lapisi dengan blazer berwarna putih tulang.
Carrol memandangi dirinya didepan cermin besar yang ada dikamar itu.
Kalau Carrol boleh narsis, malam ini ia terlihat sangat cantik dan manis. Apalagi rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah dengan pita ungu kecil sebagai hiasan dibagian pinggir. Carrol tampak seperti.....? Barbie!
“Kau sangat cantik! Pasti kau sangat berharap menjadi OLLG nya Justin malam ini..” bisik Lenka yang tau-tau sudah ada dibelakang Carrol. Ia hanya membalasnya dengan sepotong senyum. Setelah itu mereka langsung pergi menuju tempat diadakannya konser.
Disepanjang jalan menuju gedung Music Star, jalanan sangat terasa padat dan macet.
Katwill Street, jalanan utama menuju Music Star berubah menjadi lautan manusia berbaju ungu.
Semua nampak berdesak-desakkan ingin lebih dulu sampai digedung tersebut.
Sangking padatnya jalanan pun macet total. Carrol dan Lenka memutuskan untuk berjalan kaki melewati jalan pintas yang berupa sebuah gang kecil.
Kecil dan kumuh! Demi Justin, Carrol pun rela melakukannya.
Setibanya digedung Music Star matanya pun kembali melotot.
Carrol menghembuskan nafas dengan kasar, karena ternyata gedung Music Star tidak ada bedanya dengan Katwill Street! Yaitu sama-sama dibanjiri oleh manusia berbaju ungu. Kalau harus antri dan menunggu, tentu Carrol akan kebagian tempat duduk yang paling belakang. But, what can make? Namanya juga peraturan.
Tiba-tiba Lenka menarik pergelangan tangan Carrol menuju ke belakang gedung Music Star. Tanpa Carrol dan orang lain ketahui, ternyata dibelakang ada 1 lagi pintu untuk masuk kedalam gedung. Biasanya sih dijaga ketat oleh tim dari promotor yang mengundang Justin, tapi entah kebetulan atau disengaja, pintunya tidak dijaga dan terbuka dengan lebar.
“Lenka, aku takut. Apa tidak bahaya kalau kita masuk lewat sini?” tanya Carrol ragu-ragu.
Sebenarnya Lenka juga merasakan hal yang sama dengannya, namun wanita bermata sipit itu memberanikan dirinya dengan satu kalimat yang berbunyi, `All will be fine`.
“Kau jangan berisik, ketahuan beliber yang lain bisa mati kita! Listen to me please, semua akan baik-baik saja. Ayolah cepat! Aku bersusah payah untuk mendapatkan tiket ini, dan aku tidak akan rela jika mendapatkan tempat duduk dibelakang..” cerocos Lenka meletup-letup.
“Okay, aku turuti kemauanmu kali ini..”
Akhirnya Carrol pun pasrah dan membiarkan Lenka menyeretnya masuk melalui pintu belakang.
Tapi karena ada insiden kecil, pegangannya pun terlepas.
Sontak saja Carrol panik sambil berusaha mencari-cari Lenka.
Carrol mengedarkan pandangannya keseluruh sudut ruangan, tetapi Lenka tidak diketemukan. Yang ada ia malah menabrak keras seorang wanita paruh baya.
`Brukkkkkkk.....!`
“I'm sorry. Aku tidak sengaja aunt. Aku buru-buru karena ingin cepat-cepat masuk kedalam! Aku terlalu bersemangat dan maafkan aku.”
Tanpa melepas kacamata hitamnya, wanita itu mengangguk disertai seulas senyuman yang manis. Setelah tau dia tidak marah Carrol pun kembali melanjutkan langkahnya. Baru 3 langkah Carrol menjauh dari wanita itu, ia pun kembali berbalik karena tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Raut wajahnya seolah-olah mengatakan seperti-kenal-tapi-siapa-yah?
“Apa dia tadi Mom Pattie?” gumam Carrol dalam hati. Bersamaan dengan itu seseorang memanggil namanya dengan cukup keras.
“Hei Carry!”
Carrol menoleh, ternyata itu Lenka. Dia menyuruh Carrol untuk segera masuk dan duduk disebelahnya. Kebetulan sekali 2 kursi dibagian depan masih kosong dan mungkin itu rezeki mereka.
“Ah sudahlah, mungkin itu hanya penglihatanku saja!” gumam Carrol lagi.
Konser berlangsung dengan sangat meriah. Justin membuka konsernya dengan lagu yang berjudul `Baby`. Penampilannya sangat energik dan memukau, sehingga sukses membuat para penonton menjerit dengan sangat histeris.
Ditengah-tengah konser, seorang pria asing menghampiri Carrol dan mengajaknya untuk ikut dengannya.
Carrol sedikit bingung, namun karena ia mulai memaksa dan bilang kalau ini penting, akhirnya Carrol pun menurut.
Setelah pamit sebentar dengan Lenka, Carrol mengekori pria asing itu dibelakang.
Ternyata ia diajak ke belakang panggung. Disana Carrol bertemu dengan Justin, Kenny, Mom Pattie, dan........ Zelena? Mengapa mesti ada dia sih? Sungutnya dalam hati tentunya.
Tapi hadirnya Zelena itu tidak mengurungkan niat Carrol untuk memeluk Justin dengan erat.
“Justin! Ka-ka-kau, kau Justin Bieber kan? Iya kan?! Bilang kalau ini bukan mimpi! Justin aku sangat mencintaimu Justin! Aku begitu mengagumimu. Oh my God, aku tidak menyangka kalau aku bisa bertemu bahkan memelukmu seperti ini! Oh ya ampun...!” jerit Carrol tak karuan.
Justin membalas pelukannya dengan begitu hangat, dan itu membuat jantung Carrol berdebar tak beraturan.
“Thanks, tanpamu dan belibers juga aku bukanlah siapa-siapa shawty!” ucapnya setelah melonggarkan pelukan Carrol.
Kemudian Carrol juga memeluk Kenny, Mom Pattie, tapi tanpa Zelena. Carrol hanya melemparkan senyuman tipis kearahnya.
“Aku boleh minta tanda tanganmu?” tanya Carrol pada Justin. Pria itu mengangguk mantap, “Of course!”
Dengan semangat 45 Carrol pun meminta Justin menanda tangani baju kaos yang ia pakai, tepat dibagian ujung sebelah kanan.
Lalu Carrol mengeluarkan kamera saku dari tas kecil miliknya dan dengan sangat hati-hati ia pun meminta untuk berpose berdua dengan Justin. Sebenarnya Carrol takut jika Justin menolak dan menganggapnya banyak maunya. Tapi diluar dugaan Carrol, Justin justru meng-iyakan permintaannya itu dengan sangat bersahabat. “Okay, kita akan berpose berdua. Tapi setelah ini kau harus menolongku! Bagaimana?” pintanya menerapkan azas `simbiosis mutualisme` pada Carrol.
Carrol mengangguk cepat, “Apapun itu aku pasti akan menolongmu!” ucapnya yang sudah tidak sabar berfoto dengan Justin.
Hanya 3 kali jepret. Foto pertama Carrol berada ditengah, diapit oleh Justin dan Mom Pattie, lalu foto kedua Carrol tetap berada ditengah, hanya saja posisi Mom Pattie digantikan oleh Kenny, dan foto yang terakhir Carrol berpose berdua dengan Justin. Difoto itu Justin nampak merangkulnya dengan erat, sehingga tidak ada lagi jarak diantara wajah mereka. Pipi kanan Justin menempel dipipi kirinya. Zelena melihat itu, tapi dia bersikap biasa dan masa bodo. Carrol rasa Zelena adalah tipe pacar yang profesional (?). Dia menganggap apa yang dilakukan Justin itu hanyalah sebagai tuntutan profesi saja.
Carrol terlihat puas hari ini. Sangat-sangat puas!
“Jadi apa yang bisa aku bantu?” tanya Carrol dengan pandangan yang bertumpu pada satu titik, yaitu kamera saku. Ia sedang melihat-lihat hasil gambarnya tadi.
“Apakah kau bersedia untuk menjadi one less lonely girl ku malam ini?”
Justin mengucapkan dengan nada memohon.
Carrol yang mendengar itu tentu saja kaget bukan main.
Ternyata kejutan untuknya tidak hanya cukup sampai disini.
Setelah berhasil mendapatkan tanda tangan, berpose, bahkan memeluk Justin, kini Carrol berkesempatan untuk menjadi one less lonely girl nya New York!
Carrol merasa ini bagaikan mimpi, tentu saja ia langsung mengiyakannya tanpa berpikir panjang lagi.
Carrol kembali memeluk Justin seraya mengucapkan terima kasih padanya.
“So thank you very much Justin! Kau sangat membuatku senang malam ini!” pekiknya penuh napsu.
“Berterima kasihlah pada Ibu ku karena dia yang memilihmu untuk menjadi one less lonely girl ku malam ini.”
Carrol melepaskan pelukannya, lalu mendekati Mom Pattie. Kini ia kembali mengenakan kacamata hitamnya. Dan Carrol memang tidak salah lihat! Dia adalah Ibu-Ibu yang ditabraknya tadi. Carrol terus berterima kasih, namun Mom Pattie hanya mengatakan kalau Carrol memang pantas berdiri diatas panggung konser Justin Bieber yang megah itu.
Singkat cerita Justin pun membawa Carrol keatas panggung dan mengintruksikannya untuk segera duduk diatas kursi yang telah disediakan.
««
There's Gonna Be One Less Lonely Girl..
One Less Lonely Girl..
There's Gonna Be One Less Lonely Girl..
One Less Lonely Girl..
»»
Disaat Justin menyanyikan lagu `One Less Lonely Girl` para belibers semakin berteriak dengan histeris dan lebih kencang. Apalagi disaat Justin merayu Carrol dengan lagu itu.
Ia membelai lembut wajah Carrol dan menarik tangannya untuk menari bersamanya.
Menurut Carrol one less lonely girl Justin yang spesial hanyalah dirinya. Karena baru kali ini Justin mengajak OLLG nya untuk bernyanyi dan menari bersamanya. Tak tanggung-tanggung ia pun mengangkat Carrol, lalu menggendongnya berputar-putar bak kotak musik.
Semua yang melihat itu nampak iri dan banyak dari mereka yang mengamuk. Hanya Lenka yang tersenyum lebar melihat impian Carrol terwujud sudah. Dari kejauhan Carrol melihat Lenka menangis. Mengapa menangis? Carrol saja tersenyum bahagia mengapa Lenka malah menangis?
Diakhir lagu Justin memberikan Carrol sebuket bunga krisan dan mencium pipinya dengan lembut.
Carrol speechless, antara sadar dan tidak sadar. Tapi Justin bilang inilah kenyataannya.
Tidak ada yang aneh, hanya saja dari awal Carrol bertemu dengan Justin sampai dia mencium pipinya seperti itu, Carrol sama sekali tidak meneteskan air mata. Sangat berbeda dengan para belibers atau OLLG dari negara yang lain. Namun, walaupun tidak menangis, matanya nampak berkaca-kaca.
Really you will never forget this night!
Justin tetap melanjutkan konsernya, sementara Carrol diperbolehkan menunggu dibackstage bersama dengan Mom Pattie dan juga Zelena.
Carrol hanya bercakap-cakap dengan Mom Pattie tanpa menganggap keberadaan pacar dari idolanya itu, bagi Carrol mengajaknya ngobrol juga bukanlah hal yang penting!
Finally, setelah 1 ½ jam memuaskan hati para belibers, Justin pun mengakhiri konsernya.
Ia pulang menuju hotel dengan langkah yang tergesa-gesa.
“Justin tunggu aku! Aku masih ingin berbincang-bincang denganmu! Aku sangat mencintaimu Justin!” teriaknya tanpa ada rasa malu.
Carrol ingin menahannya namun Justin nampak tidak mengindahkan seruannya itu. Mungkin ia sangat kelelahan.
“Justin kau tega sekali! Aku kan beliber sejati.. Aku sayang padamu Justin! Justin listen to me please....!” pekiknya lagi, kali ini dengan nada yang parau.
Justin menghentikan langkahnya lalu berbalik kearah Carrol, “Maafkan aku shawty, aku buru-buru dan semoga kita bisa bertemu lagi dilain waktu..” tuturnya seraya memeluk Carrol cepat. Carrol sedikit tersenyum, tapi itu tidak lama. Karena setelah 3 detik Justin memeluk Carrol, ia langsung pergi meninggalkannya dengan menggandeng lengan Zelena.
Carrol sakit hati melihatnya. Namun bagaimana lagi? Zelena kan kekasihnya Justin! Ada hak apa ia melarangnya?
Mobil range rover yang dikemudikan oleh Kenny itu pun melaju meninggalkan area gedung Music Star.
Carrol masih diam terpaku disana. Hingga akhirnya beberapa wartawan menghampirinya dan berusaha mewawancarainya. Menanyakan bagaimana awal mulanya hingga Carrol terpilih menjadi One Less Lonely Girl nya New York? Dan bagaimana perasaannya ketika Justin memeluk dan mencium pipinya? Carrol tersenyum lantas menjawabnya dengan singkat, padat, dan jelas.
***
“Aku belum puas!” keluh Carrol ketika ia sudah sampai diapartemennya Lenka.
Wanita itu terus menyalami tangan Carrol untuk memberi ucapan selamat. Dimatanya Carrol adalah gadis yang sangat, sangat, dan sangaaaat beruntung!
Tapi menurut Carrol yang tadi itu hanyalah secuil dari impiannya. Carrol tetap berambisi untuk menjadi kekasih Justin.
“Apa yang kurang?”
“Aku tidak hanya mengaguminya Len, tapi aku juga mencintainya.. Aku sangat benci dan muak melihatnya bergandengan tangan dengan Zelena!” Carrol menghempaskan bokongnya dikursi ruang makan. Nafasnya semakin memburu disaat ia mengingat bayangan Zelena yang selalu tersenyum angkuh. Memamerkan kedekatannya dengan Justin Bieber.
“Jadi apa maumu sekarang?”
“Aku ingin melakukan pendekatan dengannya! Setidaknya dimulai dari teman..”
Lenka mengernyitkan dahi, sepertinya ia sangat ingin membantu Carrol untuk dekat dengan Justin. Tapi bagaimana caranya? Cukup lama Lenka ber-hardthink ria hingga akhirnya... `Tringggg!` ia teringat sesuatu. Lebih tepatnya lagi ia teringat dengan teman satu sekolahnya yang bernama Cedrella.
“What's wrong with Cedrella?” tanya Carrol ketika Lenka menyebutkan nama sahabatnya itu.
“Dia teman baikku disekolah, dan dia kekasihnya Adam Lambart..”
“Adam Lambart yang penyanyi itu?” sambar Carrol memotong ucapan Lenka.
“Yups, tidak salah lagi!”
“Lalu apa hubungannya dengan Justin?” tanyanya lagi, masih belum mengerti dengan arah pembicaraan Lenka.
Lenka tersenyum misterius sembari beranjak mendekati kulkas.
Mengeluarkan sebotol air dingin lalu menuangkannya kedalam gelas kaca yang tinggi.
“Akan ku jelaskan nanti. Sekarang lebih baik kau minum dulu air ini.”
Gelas kaca itu pun ditaruh Lenka dihadapan Carrol yang masih terlihat diam tak berkutik. “Tahukah kau? Wajahmu tampak menakutkan jika sedang bernafsu seperti itu..” lanjutnya sedikit menggoda Carrol. Carrol melengos, lantas menumpahkan seluruh isi air dingin itu kedalam mulutnya.
Semenjak malam konser Justin Bieber diadakan, Carrol mendadak sedikit terkenal.
Besok paginya foto-fotonya dengan Justin beredar di internet. Dan setiap berita infotaiment mengenai konser Justin Bieber pun selalu menayangkan sedikit cuplikan wawancaranya yang ditanyai tentang “One Less Lonely Girl”, si gadis beruntung dimalam tersebut.
Tidak ketinggalan followers ditwitter Carrol pun menanjak hanya dalam hitungan jam, yah sedikitnya 10.000 orang yang mem-follow twitternya.
Semua memberikan selamat, tapi tidak sedikit yang menghujat takdirnya itu.
Carrol tidak mau ambil pusing, dan membiarkan saja mereka berpendapat apapun tentangnya.
***
Hari ini Carrol nampak sibuk sekali.
Lenka mengajaknya kesebuah acara.
Ternyata ini ada hubungannya dengan ucapan Lenka tempo hari.
Adam Lambart! Yah kekasihnya Cedrella itu tengah mengadakan meet & greet di Kota New York, dan ia mengundang Justin Bieber sebagi top guest nya.
Carrol tentu saja tidak menolak. Diacaranya tidak akan ada beliber yang datang, kecuali dirinya dan Lenka.
Sebenarnya yang hadir diacara itu hanyalah orang-orang tertentu. Khusus untuk fans yang sudah kenal dekat dengan Adam Lambart saja, dan berhubung Cedrella adalah teman karibnya Lenka maka semuanya bisa diatur dengan semudah ini.
“Lenka aku risih memakai gaun ini! Apakah tidak ada gaun mu yang berlengan?” gerutu Carrol sembari memandangi pantulan dirinya didepan cermin.
Dengan gaun panjang tanpa lengan itu Carrol terlihat seksi sekali. Apalagi jika melihat belahan dadanya yang rendah. Gaun itu seolah-olah mencetak tubuhnya dengan begitu sempurna.
“Ada sih, tapi aku rasa kau lebih terlihat seksi jika mengenakan gaun itu. Bukankah Justin menyukai wanita yang bertubuh seksi? Katanya kau ingin menjadi kekasihnya Justin? Bagaimana sih kau ini!”
Carrol melengos dengan bibir yang mengerucut.
“Yah aku tau itu. Tapi menurutku seksi itu tidak harus memakai pakaian terbuka kan? Contohnya mataku hidungku, bibirku, kata orang-orang sih seksi.. Padahal mereka tidak memakai bikini ataupun kaos ketat!” cetus Carrol dengan PD-nya. Padahal kalimatnya itu terdengar gaje sekali ditelinga Lenka.
Lenka hanya tersenyum kecil. Kakinya bergerak menuju lemari gaunnya yang terbuat dari kayu jati.
Dikeluarkannya sehelai mini dress berwarna ungu muda yang sedikit berenda dibagian dada.
Ia menyuruh Carrol untuk mengenakannya dan ternyata mini dress itu sangat terlihat manis dan mungil ditubuh Carrol.
Setidaknya masih berlengan, yah walaupun itu pendek.
“Nah begini kan lebih bagus!” serunya sedikit puas.
Carrol dan Lenka pergi ke Hotel Rivendell`s dengan menumpangi mobil Chris.
Dilobby hotel semua sudah nampak berkumpul.
Ruangan itu telah disulap menjadi sebuah istana kecil, dengan dekorasi yang terlihat sangat indah dan megah.
Tamu yang diundang pun hanya sedikit. Sekitar 30-an orang termasuk Carrol, Lenka, Adam, Chris, Cedrella, dan juga Justin.
Walaupun semua pria yang hadir mengenakan tuxedo tapi itu tidak membuat Carrol kesusahan untuk mencari Justin.
Diantara pria yang hadir dia nampak mencolok dengan rambut mangkoknya.
“Tuh apa aku bilang? Kau mirip dengan Justin! Tapi sepertinya sekarang sudah tidak.. Karena Justin memangkas sedikit rambutnya Chris..” bisik Carrol pada Chris.
Chris mendengus agak kesal, “Peduli? Bagus lagi! Aku lebih senang melihatnya dengan rambut seperti itu..” balas Chris dengan nada bad mood. Dia memang tidak suka jika harus dibanding-bandingkan dengan pria lain.
“Hei kau apakan pacarku? Kenapa wajahnya mendadak kusut?” celetuk Lenka menghampiri Carrol dan juga Chris. Yang ditanya hanya terkekeh geli lalu bergumam dengan pelan. “Tidak, aku hanya menggodanya sedikit..”
Tidak lama setelah itu Adam dan Cedrella pun ikut bergabung bersama mereka.
Ternyata Adam Lambart sangat terlihat tampan jika dipandang dari jarak yang dekat. Tampak klop ketika dipasangkan dengan Cedrella yang amat cantik. Bisa dibilang mereka adalah pasangan serasi seperti Justin dan........? Carrol tentunya!
“Hei guys.. Ayo bergabung bersama kami! Nikmati meet & greet yang kuadakan kali ini..” ajak Adam ramah.
“Yah tak usah malu-malu..” tambah Cedrella mengumbarkan senyum manisnya. Kedua lesung dipipinya mengingatkan Carrol pada Khat! Hmm, apa kabarnya gadis itu yah?
Musik mengalun dengan indah, disaat Adam menghibur para tamu yang hadir dengan suara merdunya.
Carrol yang tidak begitu menyukai lagu-lagu dari Adam Lambart memilih untuk menyibukkan diri sendiri.
Sambil mengoyang-goyangkan kepala, jari telunjuknya pun mengetuk-ngetuk meja, yah seolah-olah ia menikmatinya. Padahal Carrol sedikit bosan dengan suasana seperti ini.
Tiba-tiba matanya menangkap sosok Justin yang tengah bersantai disebuah meja disudut ruangan, tanpa ditemani siapapun termasuk Zelena. Hemph! Kenapa Justin tidak mengajaknya? Biasanya wanita itu selalu menguntit dibelakang Justin! Pikirnya dalam hati.
“Hai Mr. Bieber?” sapa Carrol ramah.
Justin tersenyum lalu mengerutkan kening. Nampak berpikir keras ketika melihat wajah gadis yang ada didepannya. Berusaha meneliti, seperti-kenal-tapi-siapa-yah? Begitulah arti dari tatapan mata Justin.
Carrol tersenyum lantas terduduk dihadapan Justin.
“Aku yang tadi malam menjadi one less lonely girl dikonsermu..” ucap Carrol mengingatkan.
Justin menepuk pelan jidatnya, “Ahya, sorry I'm forget..”
“Never mind! Emmm.... Kau sendirian disini? Mana Zelena?”
“Yah, dia lagi sibuk hari ini.” jawab Justin seadanya.
Carrol ber-oh pelan. Dalam hati ia sangat senang sekali, itu artinya Carrol bisa memulai aksi pendekatannya pada Justin. Yah, semua harus dilakukan perlahan-lahan dimulai dari teman!
“Bolehkah aku mengenalmu?” tanya Carrol tiba-tiba. Justin sedikit confused dengan pertanyaannya itu, tapi sedetik kemudian dia pun mengangguk cepat.
“Yah, of course! Introduce, my name is Justin Drew Bieber. Pria terkeren, tertampan, dan terromantis diabad ini. Pria muda satu-satunya yang sanggup membuat hati para gadis cenat-cenut, cekat-cekot, dan kempat-kempot. Baik hati, ramah, sensitif, anak mami dan sayang dengan beliber! Errrrr.... Tapi bukankah kau sudah tahu itu yah?” cerocos Justin tanpa titik dan koma.
Carrol hanya tertawa kecil lalu meralat permintaannya itu dengan kalimat yang lebih jelas.
“Bukan begitu Justin. Aku sudah tau itu dari dulu. Anyway, Beliber mana sih yang tidak tahu kalau nama idola nya adalah Justin Drew Bieber? Sepertinya hanya beliber bodoh! Maksudku, kau belum tahu nama ku kan? Apakah kau tidak ingin menanyakannya?” jelasnya panjang lebar.
Justin mengangguk paham. Dia baru menyadari bahwa gadis dihadapannya ini sudah pernah dipeluk bahkan diciumnya, tetapi sampai sekarang dia belum tahu siapa namanya? Dengan senyum yang mengembang Justin pun menanyakan nama panjang Carrol. “What's your name?”
“My name is Carrol Bowling.. Aku jauh-jauh datang ke New York hanya untuk menyaksikan konsermu Justin! Aku sangat mengagumimu.. Padahal didesa Ibu ku sangat membutuhkanku dan kalau dia tahu aku ke New York seorang diri, dia pasti akan memarahiku. Tapi aku tak mau memikirkannya, karena semua ini aku lakukan hanya untukmu Justin. Aku fans beratmu!” Carrol menceritakan semuanya tanpa diminta. Justin mulai terenyuh mendengarkan cerita salah satu fansnya itu. Ditariknya kursi yang ia duduki untuk lebih mendekat kearah Carrol. Posisi mereka yang semula berhadap-hadapan sekarang menjadi saling bersisian.
“Memangnya kau menetap dimana?” tanya Justin lembut.
“Rumahku di Los Angeles tepatnya lagi didesa RainVill..”
“Wah, so far away ternyata! Aku belum pernah mendengarnya.. Someday bolehkah aku mengunjungi desamu itu? Dan kau harus menjadi guide-nya selama aku disana!”
Mata Carrol melebar. Ia tak menyangka Justin akan seantusias ini mendengarkan ceritanya. Tanpa basa-basi lagi Carrol pun menyanggupi permintaannya.
“Tentu saja Justin! Aku akan membawamu keliling RainVill dan aku pastikan kau tidak akan menyesal mengunjunginya..”
Carrol dan Justin sama-sama tersenyum lebar. Baru kali ini Carrol melihat Justin tersenyum lepas seperti ini! Ternyata senyumnya Justin akan terlihat lebih manis jika dipandang dari jarak sedekat ini.
Carrol terpana, terpukau, dan terkesima menatap makhluk ciptaan Tuhan yang ada dihadapannya sekarang.
Justin sendiri merasa aneh dengan sikap Carrol yang berbeda dari beliber kebanyakan. Carrol tampak lebih tenang dari mereka, walaupun terkadang ia juga bisa meledak-ledak.
“Ehm, tahukah kau? Setelah lama aku menantikannya, baru kali ini aku bisa berbicara normal dengan para fans ku..” gumam Justin lirih.
Carrol mendelik, kedua alisnya saling bertautan satu sama lain. Belum sempat ia menyahut, Justin lebih dulu melanjutkan kalimatnya.
“Selama ini mereka selalu berteriak, menjerit, memekik histeris bila sedang berhadapan denganku. Entahlah, aku juga heran. Sebenarnya mereka itu menganggapku apa? Mereka terlalu berlebihan dalam memujiku. But, aku menganggap mereka itu bukan memujiku, melainkan memujaku. Padahal aku lebih senang dipuji daripada dipuja. Apakah kau tahu? Menurutku dipuji dan dipuja itu memiliki 2 artian yang berbeda, dan masih menurutku lagi yang harusnya dipuja itu adalah Tuhan, tidak ada yang pantas kecuali Dia..”
Justin menghela napas sejenak dan Carrol masih setia mendengarkannya.
“Selain itu teriakkan mereka suka membuat telingaku sakit. Kalau sampai aku tuli mereka juga kan yang rugi?” keluhnya seraya meraih gelas kecil yang berisikan anggur merah dihadapannya lalu meneguknya sampai tak bersisa barang setetes.
“Justin mereka itu sangat menyayangimu. Seharusnya kau bersyukur disayangi seperti itu oleh ribuan, jutaan, bahkan miliaran wanita.. Why don't you glad?” sela Carrol berpendapat.
Justin tersenyum tipis. Diletakkannya gelas kosong itu kembali keatas meja, “Senang kok! Aku senang jika mendengar namaku diteriakkan oleh para fansku. Tapi aku akan lebih senang jika mereka berbicara denganku seperti berbicara dengan sesama manusia pada umumnya. Yah, seperti teman. Santai dan tidak ada teriakan!”
Carrol hanya mengangkat bahu sebagai respon untuk uneg-uneg yang masih dikeluarkan Justin.
“Dan satu lagi! Kenapa setiap bertatap muka denganku mereka menangis bak orang yang kesurupan? Bukankah seharusnya mereka senang? Kenapa malah menangis? Aneh!”
“Dasar bodoh! Kan aku sudah mengatakannya tadi, bahwa mereka itu mengagumi, menyayangi, bahkan mencintaimu Justin! Mungkin perasaan yang mereka miliki sudah sangat besar, oleh sebab itu mereka pun menangis..”
“Kau yang bodoh! Seharusnya kalau mereka benar-benar mengagumiku, mereka tahu dan mengerti dengan sifat-sifat yang kumiliki! Aku ini sensitif Carr, jika mereka menangis maka aku juga akan ikut menangis. Aku lebih senang melihat mereka tersenyum, tertawa bahagia melihatku. Aku berharap semoga suatu saat nanti aku bisa mengadakan konser akbar yang dihadiri oleh beliber diseluruh dunia tanpa adanya banjir air mata seperti konserku yang sudah-sudah..”
“Konsermu itu tiketnya sangat mahal! Memangnya kau pikir semua beliber itu adalah orang kaya apa? Tidak sedikit diantara mereka yang kurang mampu Justin. Mana sanggup mereka membeli tiket konsermu itu! Dasar bodoh..!” sungut Carrol dengan nada yang sewot. Setidaknya ia hanya ingin mengungkapkan rintihan kecil dari para beliber didunia yang kurang mampu dalam masalah finansial. Termasuk dirinya.
“Aku tidak akan memungut sepeser pun dari mereka, dan ini akan menjadi konser pertamaku yang gratis! Yah gratis Carry, tidak dipungut biaya sama sekali. Ini mimpiku, semoga suatu saat nanti aku bisa mewujudkannya..”
“Yah semoga saja. Tapi apa kau yakin? Kalau aku pribadi sih tidak yakin!” gumam Carrol pelan.
Ia masih saja berdebat dengan Justin, hingga akhirnya mereka sama-sama lelah dan terdiam.
Sementara itu diatas panggung mininya Adam masih setia mendendangkan lagu-lagunya yang selama ini sukses menembus pasaran musik didunia.
Carrol terus mengedarkan pandangan kesudut lobby, hingga dari jauh nampaklah Lenka yang tengah mengobrol santai dengan Cedrella.
Carrol tersenyum kecil melihatnya. Bersamaan dengan itu Justin pun kembali memecah keheningan, “Baru kau satu-satunya beliber yang tidak menangis ketika bertemu denganku.. Baru kau satu-satunya beliber yang tidak berteriak histeris saat mengobrol denganku.. Kau memang benar-benar beliber different!”
Carrol tersenyum kecut mendengarnya. Dalam hati ia menggeleng lemah. Apa yang dikatakan Justin tidak benar.
Sejujurnya Carrol tak ada bedanya dengan para belibers itu, mereka SAMA. Yaitu sama-sama berambisi untuk memiliki Justin sepenuhnya, seutuhnya.
Berharap Justin akan menjadi pendamping hidupnya kelak.
Dan satu kata untuk harapannya itu adalah impossible! Kalaupun iya kemungkinannya juga sangat kecil.
Ah, sudahlah. Biarkan Justin berpikiran seperti itu terhadapnya. Bukankah itu hal yang bagus? Setidaknya Carrol memiliki nilai plus dimata Justin! Yah, walaupun itu hanyalah diantara beliber.
“Justin, kapan hubunganmu dengan Zelena akan berakhir?”
Antara sadar dan tidak sadar Carrol bergumam dengan nada yang pelan. Sangat pelan, sehingga Justin pun hanya mendengarnya samar-samar.
“What? Apa kau bilang?” kaget Justin membulatkan matanya.
Carrol terperanjat, lalu buru-buru meralat ucapannya tadi, “Ah tidak. My intention is not so, maksudku... Emmm, hubunganmu dengan Zelena ternyata langgeng juga yah?”
Carrol tersenyum tipis, garis melengkung yang terkesan dipaksakan.
`Kapan-putusnya?-padahal-aku-sudah-menantikan-kabar-membahagiakan-itu` sambungnya dalam hati.
Raut wajah Justin berubah menjadi berseri-seri disaat Carrol memuji hubungannya dengan Zelena. Yah, begitulah idolanya, dia akan mendadak semangat jika disinggung masalah itu.
“You're right girl, kami berdua saling mencintai. Terutama aku, aku sangat mencintainya. Dan suatu saat nanti aku pasti akan melamarnya untuk menjadi.......”
“CUKUP..!!” Carrol meronta dalam hati. Rintihan yang tak bersuara namun begitu memilukan. Ia tidak sanggup untuk mendengarkan pengakuan Justin lebih lanjut. Dasar bodoh! Kenapa ia malah memuji hubungan Justin dengan Zelena?! Seharusnya ia tidak perlu mengatakan itu. Mengatakan sebuah kalimat yang justru membuatnya malah sakit hati sendiri.
Carrol pandangi siluet wajahnya yang terpancar jelas disebuah gelas kaca kosong yang ada dihadapannya. Kalau Carrol boleh Ge-Er, wajah yang dianugerahi Tuhan untuknya teramat indah. Cantik, lebih cantik dibandingkan Zelena. Tapi kenapa Justin malah...? Arrrrgggghhhhhh...... Sangking bencinya Carrol dengan makhluk yang bernama Zelena, gelas kaca itu pun ia cengkram dengan sangat kuat. Carrol melakukannya tanpa menyadari bahwa Justin memperhatikannya sejak tadi.
“Hei, kenapa kau tidak mendengarkan ceritaku? Are you okay?” tanya Justin cemas.
Carrol terperanjat kaget, dan dengan cepat melepaskan cengkramannya dari gelas yang tidak berdosa itu.
Masih dengan sedikit gugup Carrol pun menjawab, “I'm fine Biebs, hanya saja kepalaku mendadak migran. Aku ingin pulang sekarang..” ucapnya beralasan seraya meraih tas jinjing miliknya. Setelah itu Carrol pun melangkah pergi tanpa menunggu respon yang diberikan oleh Justin. Lagipula apa lagi yang mesti ditunggu? Toh Justin juga tidak akan mengantarkannya pulang.
Huh...! Carrol menghembuskan napas dengan kasar disaat menengok ke belakang. Rupanya Justin tidak mengindahkan pamitannya tadi. Terbukti bukannya mengejarnya eh pria itu malah asyik mencomot pie blueberry yang dihidangkan diatas meja.
Selangkah...
Dua langkah...
Tiga langkah...
Barulah Justin meneriakkan nama Carrol dengan lantang.
“Hei Carry! Tunggu aku!”
Refleks Carrol pun menghentikan langkah kakinya tanpa menoleh ke belakang.
Sampai bunyi derap sepatu itu semakin mendekat barulah Carrol membalikkan badannya.
“What's up Biebs?” tanya Carrol ketika Justin sudah ada dihadapannya.
“Mau aku antar?”
Carrol menggeleng. Bukan, bukannya tidak mau, tapi Carrol keburu bad mood mendengar ucapan Justin yang menurutnya adalah sebuah tawaran dan bukanlah ajakan.
Bagaimanapun, Carrol lebih senang jika Justin mengajaknya bukan menawarkannya tumpangan.
“Terima kasih, tak perlu repot-repot Justin! Aku akan pulang bersama temanku..” tolak Carrol halus, telunjuknya mengacung kearah Lenka yang masih asyik mengobrol dengan Cedrella.
Justin mengangguk paham. Mungkin Carrol ingin cepat-cepat pulang sementara dia mengemudikan mobil dengan sangat pelan.
Untuk yang kesekian kalinya keheningan menyelimuti mereka berdua.
Entah mengapa saat ini Carrol enggan beranjak dari hadapan Justin, begitu juga dengan idolanya itu. Dia masih setia berdiri didepan Carrol dengan senyum yang mengembang.
“Tidak jadi pulang?” tanya Justin mengagetkan Carrol.
Carrol melemparkan sepotong senyum, “Kita berteman kan Justin?” ucapnya tanpa menghiraukan pertanyaan dari Justin.
Justin mendelik, kedua alisnya saling bertautan satu sama lain. Pertanyaan itu terdengar aneh ditelinganya, tapi toh akhirnya dia mengangguk dengan pasti.
“Tentu saja Carr, our friends forever..”
“Kalau begitu apakah ada nomermu yang bisa aku hubungi?”
“Bagaimana kalau aku saja yang menghubungimu? Berapa nomer teleponmu?”
Justin mengeluarkan ponsel pribadi miliknya lalu menyalin sejumlah angka yang tengah Carrol sebutkan.
Setelah selesai Justin pun kembali menyimpan ponselnya itu kedalam saku celananya.
“Tenang saja, aku pasti menghubungimu nanti..” ucapnya sedikit berjanji.
Sontak Carrol pun memeluk Justin dengan begitu erat.
“Aku mencintaimu Justin..” bisiknya dalam hati. Pengakuan itu hanya Tuhan dan Carrol yang bisa mendengarnya. Justin? Entahlah. Seharusnya jika dia pria yang peka, dia bisa mendengar itu dari degup jantung Carrol yang berdetak dengan kencang.
Bersamaan dengan itu, setetes air bening pun meleleh dengan mulusnya dipipi Carrol.
Tidak ada yang mengharukan, hanya saja ia ingin menangis saat ini.
Sebelum Justin melihatnya, dengan cepat Carrol seka air mata itu. Air mata kepedihan yang menggambarkan isi hati Carrol yang sebenarnya kepada Justin.
Setelah puas membenamkan wajahnya didada Justin yang bidang, Carrol pun melepaskannya dengan lembut. “Eh maafkan aku.. Aku hanya takut jika kita tidak akan bertemu lagi setelah ini. Maafkan aku Justin, aku tidak bermaksud untuk-------”
“Never mind, pelukan yang kau berikan bukanlah suatu masalah untukku. Kita kan teman..”
Lagi-lagi Carrol menyunggingkan senyuman kecut.
Kata-kata `Teman` yang diucapkan oleh Justin bagaikan pedang tajam yang baru diasah.
Hanya 5 huruf atau 1 kata, dan jika Justin yang mengucapkannya pada Carrol akan terasa sakit dan pedih ketika didengar.
Mengharap kasih yang tak sampai itulah Carrol. Berharap lebih tetapi Justin hanya menganggapnya sebagai teman.
“Nice to meet you Justin..” pamit Carrol melenggang santai keluar dari area lobby hotel disusul oleh Lenka yang memasang tampang stupid karena melihat tingkah aneh sahabat barunya itu hari ini.
Langganan:
Postingan (Atom)