_Did You Know? Ini Isi <3 Ku_
Ini ceritaku. Cerita yang
kupersembahkan untukmu.
Bukan dia atau mereka, tetapi kamu.
Karena hanya kamulah sumber
inspirasiku.
With Love,
^Clara Millane^
***
Ketika aku benar-benar mencintai
seseorang, maka aku akan malu untuk mengungkapkannya.
Dan disaat malu itu menguasai
perasaanku, maka aku lebih memilih untuk menyembunyikan cinta itu.
Menyimpan dan menjaganya seorang diri
tanpa harus orang lain ketahui.
.........
Secret admirer? Hoh! Entah sampai kapan
aku harus menjadi pengagum rahasiamu. Terhitung sudah 4 tahun aku menjadi
penguntit yang selalu ingin tahu kegiatanmu. Ingin tahu kebiasaanmu setiap
hari, selalu ingin menjadi orang pertama yang tahu info ter-update tentang
dirimu. Yah, aku bagaikan paparazzi, dan kau adalah artisnya.
Ah, sebenarnya bukan begitu! Yang benar
aku mencintaimu tetapi aku malu untuk mengungkapkannya. Oleh sebab itu, aku
hanya menjadi pengagum rahasiamu. Gadis pengecut yang hanya bisa memujamu
dibelakang. Salahkah aku? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Karena ku rasa tak
sedikit gadis pemalu yang memilih untuk mengambil langkah yang sama denganku.
Yah, penguntit!
Hingga hari ini, menjadi screet
admirer-mu pun masih kulakukan.
Disaat kau tengah bersenda-gurau
disamping kelas bersama teman-temanmu, aku bersender di salah satu tembok.
Sengaja bersembunyi agar kau tak melihatku.
Samar-samar kudengar percakapan yang
terjadi di antara kau dan teman-temanmu.
“Jadi
sekarang kamu jomblo nih Ka?”
“Ya
gitu deh!”
“Bukannya
kamu sama Dea lagi PDKT yah? Kenapa nggak jadian ama dia aja?”
“Apaan
sih?!”
Kamu langsung mengelak, membuat
teman-temanmu seketika menyatu dalam tawa.
“Dea?” Dalam hati aku pun bertanya-tanya.
Mencoba menerka-nerka seperti apa wajah perempuan yang bernama Dea itu? Apakah
parasnya lebih cantik dariku? Sejenak aku merasa was-was. Harus menunggu berapa
Dea lagi agar aku bisa memilikimu?
“Udahlah
Ka, jujur aja. Kita denger si Dea suka tuh sama kamu!”
“Ck!
Dibilangin enggak juga. Lagian siapa sih yang mau sama cowok kayak aku? Jelek
gini kok! Nggak ada cakep-cakepnya.”
Lagi-lagi kamu mencoba untuk menepis
godaan dari teman-temanmu. Ingin rasanya aku berteriak, buka mata, telinga,
hati dan pikiranmu, coba peka sedikit saja kamu pasti tahu kalau disini ada aku
yang selalu mencintaimu.
Namun, rasanya sulit. Gadis pemalu
sepertiku mustahil untuk mengungkapkan itu. Gadis pemalu sepertiku lebih
memilih untuk tersiksa menahan cinta, daripada tersiksa menanggung malu. Karena
yang aku tahu, gadis pemalu sepertiku selalu merasa bahwa cintanya pasti akan
bertepuk sebelah tangan. Ia tidak mempunyai keoptimisan dalam masalah perasaan.
Yah, gadis pemalu itulah aku.
***
Dan ketika cinta mulai membuka hati,
memberi kesempatan padaku untuk masuk dan menelusuri, niatku malah terhalang
oleh gengsi.
Gengsi rasanya jika bibir ini harus
tersenyum padamu.
Gengsi rasanya jika mata ini harus
menatap matamu.
Gengsi rasanya jika mulut ini harus
mengajak bicara dirimu.
..........
Azka, nama yang sederhana sesederhana
orangnya. Kamu bukanlah makhluk terindah yang diciptakan oleh Tuhan dan kamu
juga bukan makhluk terbaik yang ada dimuka bumi ini. Kamu hanya pemuda biasa,
just ordinary man.
Kamu bukanlah ketua osis yang disegani
para murid.
Kamu juga bukan kapten basket yang
dielu-elukan para gadis.
Dan bukan pula bintang sekolah yang
selalu dipuja-puja banyak hawa. Justru kamu tergolong pemuda yang kuper, kurang
terkenal. Dan mungkin, didunia ini hanya aku gadis yang menaruh perasaan lebih
terhadapmu. Bukan rasa suka biasa, melainkan cinta.
Apakah kau tahu? 4 tahun memendam
perasaan dilubuk hati yang terdalam itu bukanlah perkara yang mudah.
Apakah kau bisa merasakan, betapa
perihnya hatiku yang tersayat ketika melihat kau dekat dengan yang lain? Dalam
diam ingin rasanya kukatakan bahwa disini ada aku yang cemburu melihatnya.
Namun, aku tidak punya hak untuk berkata seperti itu. Karena kenyataan
menyadarkanku bahwa aku bukanlah milikmu.
Dan apakah kau tahu bagaimana rasanya
membohongi perasaan? Membohongi hatimu yang jelas-jelas selalu berkata jujur
dan apa adanya? Sakit, itulah yang kurasakan.
Disaat banyak orang mencoba untuk
menebak, menerka-nerka isi hatiku, lalu dengan angkuhnya aku malah berkata “Tidak!”. Menepis kenyataan cinta yang secara
terang-terangan telah membingkai indah dinding dihatiku.
“Kalau
nggak salah nebak nih ya, aku lihat kamu suka merhatiin Azka yah Ra? Kamu
naksir?”
teguran halus Syafa teman satu mejaku berhasil membuatku dengan segera menoleh
kearahnya. Tegurannya seakan menyentilku agar tidak lagi menatapmu dalam durasi
yang lama. Yah, tentunya itu harus kulakukan jika aku tidak ingin rahasia
hatiku terbongkar.
“Eh,
enggak kok! Aku lagi mandangin kupu-kupu yang terbang. Kebetulan aja terbangnya
didekat Azka.”
sangkalku
dengan nada yang setenang mungkin. Aku tidak ingin terlihat gugup! Kalau aku
gugup, yang ada Syafa akan semakin curiga padaku.
“Ah
masa sih? Yang bener? Bilang iya juga nggak apa-apa kok, Ra.” goda Syafa menjawil daguku. Lalu,
dengan cepat aku menepis tangannya. “Dih,
apa banget deh Fa?!”
seruku seraya berlalu pergi.
Hah! Aku tidak suka digoda-goda seperti
itu. Bukannya apa sih, tapi seisi sekolahan mengenalku sebagai wanita yang
jarang atau bahkan tidak pernah terlihat akrab dengan lelaki. Coba kau pikir,
mengakrabkan diri saja susah apalagi menaruh rasa suka! Iya kan? Dan aku tidak
ingin imageku hancur hanya karena Syafa mengetahui prihal aku yang menyukaimu.
Tidak! Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Namun sialnya, ketika aku ingin keluar
dari kelas, aku justru berpapasan denganmu. Ah, bukan! Bukan sekedar berpapasan
tapi kau juga menabrak bahuku. Cukup keras, sampai-sampai untuk menopang
tubuhku, aku harus berpegangan erat dengan bingkai pintu.
“Eh,
maaf Ra maaf.”
katamu panik.
“Oh
iya, nggak apa-apa kok.”
jawabku pelan dengan wajah menunduk. Aku tidak ingin menatap matamu, karena aku
takut kau bisa membaca apa yang selama ini tertulis dihatiku.
“Beneran
nggak apa-apa nih?”
tanyamu lagi, kali ini kau mengatakannya sambil memegang pergelangan tanganku.
Kontan aku pun mendongak, tatapan kita bertemu secara tak sengaja. Sebuah
tatapan yang mengakibatkan jantungku memompa lebih cepat! Eunggg~ tak hanya
itu, bahkan tatapan tersebut juga membuat hatiku berdesir hebat.
Aku gugup, tapi tak dapat kupungkiri
hatiku juga.........senang? Of course!
Senang rasanya bila aku bisa menatapmu
dari jarak sedekat ini.
Senang rasanya bila tangan ini dapat
menyentuhmu.
Senang rasanya bila aku bisa
menampakkan diri didepanmu tanpa harus bersembunyi. Yah, rasanya begitu
menggelitik.
Lalu, disaat seisi kelas meneriakkan
kata “ciee-ciee” untuk kita berdua aku pun tersadar.
“Apaan
sih?!”
seruku seraya melepaskan peganganmu dari tanganku dengan cepat. Buru-buru aku
membuang muka lalu melangkah pergi, meninggalkan kelas yang ramai menyoraki
kita berdua.
“Dia
aneh ya,”
Dan samar-samar aku juga bisa mendengar kamu yang mengucapkan kata itu.
Hei! Aku sudah bilang kan?! Aku tidak
suka dijadikan bahan ledekan! Aku tidak suka mendengar kata “Cieee-Cieee” atau apapun itu yang sama jenisnya.
Aku, aku, aku.......malu?
Tiba disalah satu lorong, ku hentikan
langkah kakiku. Tahukah kamu? Diam-diam aku tersenyum, mengingat apa yang baru
saja terjadi diantara kita berdua. Berada didekatmu rasanya bagai mimpi, mimpi
yang takkan pernah bisa kulupakan.
***
Lalu, ketika cinta perlahan-lahan pergi
dengan pilihannya, aku pun terdiam.
Bibir ini kelu,
Lidah ini beku,
Menangis pun rasanya aku tak mampu.
Aku menyesal, sungguh! Amat sangat
menyesal.
............
Setelah peristiwa ‘indah’ itu terjadi, aku pikir itu adalah awal
dari berkembangnya perasaan, tapi ternyata justru itu adalah saat dimana aku
harus memusnahkan rasa yang pernah ada.
Kau sudah bersama dengannya? Well, jika
benar adanya, mau tidak mau aku pun harus mengubur hidup-hidup cinta yang belum
sempat terwujud dalam sebuah ikatan ini.
Awalnya aku pikir berita itu hoax,
hanya sekedar gosip sampah yang unquality. Tapi kenyataan berkata lain! Dia
bilang, hatimu memang telah dicuri seorang dewi.
“Doi
main gitar dipandangin, doi main bakset ditontonin. Cieeeee~ yang tiap hari
tiap menit tiap detik merhatiin Azka!”
Sejenak aku menghirup udara bebas, lalu
melepaskannya dengan berat. Aku memang senang menyaksikan pertandingan basket,
dan aku juga suka mendengar bunyi petikan gitar! Apa itu salah? Apa itu dosa?
Ini semua hanya kebetulan. Yah, kebetulan saja apa yang kuinginkan semuanya ada
di kamu. Kuakui, kau adalah tipe kekasih idamanku.
“Udah
ya Fa, cukup. Aku minta mulai dari sekarang kamu berhenti deh godain aku.” jawabku, kalem. Sengaja, karena
kulihat suasana disekitar lapangan basket, siang ini lumayan ramai. Aku tidak
ingin menjadi pusat perhatian hanya karena aku yang tidak suka mendengar kata “Cie-Cie” keluar dari mulut sahabatku itu.
Dari ujung mataku, kulihat Syafa yang
terkekeh ringan. Entah apa maksudnya, yang jelas ekspresinya benar-benar
membuatku muak!
“Ahahahaaa~
selaw aje, Ra. Janji deh ini untuk yang terakhir kalinya aku godain kamu ama
Azka. Besok nggak lagi-lagi deh, swear!” ucapnya sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya
membentuk huruf ‘V’.
Terbengong-bengong aku menoleh ke
arahnya. Tumben nih anak satu bisa dikasih tahu!
“Kamu
tahu nggak Ra? Doi kan udah resmi jadian ama Dea, maka dari itu aku nggak mau
lagi ngeledekin kamu. Nggak percaya? Coba deh kamu lihat tuh!” Syafa menunjuk ke tengah-tengah
lapangan. Kuikuti arah telunjuknya, dan nampaklah sosokmu yang tengah menenggak
sebotol air mineral. Disisimu, aku lihat sosok Dea yang dengan penuh
perhatiannya menyeka bulir-bulir keringat didahimu. So sweet!
Tanpa sadar, ku cengkram kuat tepian
bangku kayu yang kududuki.
Rasanya lumayan sakit, sih. Bohong jika
aku bilang tidak! Kuakui aku cemburu. Tapi, lagi-lagi rasa gengsi berhasil
menutupi itu semua.
Sambil tersenyum miring aku pun
berujar, “Who cares? Justru bagus lagi!” ucapku, cuek. Sungguh, tanggapan yang kuberikan
sangat kontras perbedaannya jika dibandingkan dengan keadaan hatiku saat ini.
Diluar aku memang terlihat masa bodo,
bersikap seakan-akan ini bukanlah urusanku. Namun didalam, berita ini bagaikan
gempa! Gempa yang menggguncang hatiku hingga nyaris membuatnya hancur
berkeping-keping.
Kupandangi lagi dirimu dengan dirinya,
dan sesaat aku pun termangu. Jadi, Dea yang teman-temanmu maksud kemarin, Dea
yang anak kelas sebelah itu? Hoh! Ternyata, sang dewi tidak seistimewa yang aku
pikir.
Dia tidak lebih cantik dariku,
Dia tidak lebih baik dariku,
Dan dia juga tidak lebih membanggakan
dariku!
Oh, okay, aku lupa. Ada satu hal yang
membuatku iri padanya, yakni dalam masalah percintaan dia jauh lebih BERUNTUNG
daripada aku. Yeah, just it! Dia beruntung bisa memilikimu. Sedangkan aku?
Untuk yang kesekian kalinya aku harus rela bersabar didalam penyesalan.
Memberikan pertambahan waktu bagi hatiku untuk bersembunyi lebih lama lagi,
yang itu artinya aku mesti bersikap seakan-akan tidak pernah merasakan cinta. Benar-benar
gadis yang malang!
***
Sayangnya cinta itu tak dapat sirna,
walaupun ku tahu kini kau telah bersamanya.
Aku tersiksa, jiwa ini merana.
Akan tetapi aku masih malu untuk
mengakuinya.
Disaat itulah hati kecilku berbisik,
jika lisan tak mampu mengatakan, maka tulisanlah yang mengungkapkan.
...........
Finally, ketika kau telah berdua
dengannya, haruskah aku membunuh perasaanku dengan cara membencimu? Aku rasa
tidak!
Aku mencintaimu secara diam-diam, dan
aku juga akan melupakanmu dengan cara yang sama.
Apakah aku sanggup? Entahlah, aku juga
tidak tahu. Aku hanya mengikuti apa kata hatiku, dan hatiku bilang jalani saja
hidup ini seperti biasa. Bagaimana kedepannya, biarkan waktu yang menjawabnya
nanti.
Kini,
setahun sudah berlalu dan cinta itu masih terasa. Hoh! Sebenarnya aku
lelah. Sampai kapan aku harus menjadi seorang gadis yang pengecut? Bahkan
terkadang aku menyesal, kenapa aku ditakdirkan mempunyai hati yang terlampau
setia? Hati ini tidak mau berpaling, sekalipun untuk seorang arjuna yang jauh
lebih indah.
Do you know dear? Selama ini
pintu-pintu yang lain terbuka lebar untukku, namun aku malah terpaku disatu
pintu yang tertutup rapat, tanpa memberikan sedikit celah agar aku bisa masuk
kedalamnya. Apa kau mengerti maksudku? Pintu itu adalah hatimu. Bukan mereka
yang aku inginkan, tetapi kamu!
Dalam hati aku berontak.
Dalam sunyi aku berteriak.
Ku tatap selembar kertas putih yang
tergeletak pasrah diatas meja, lengkap dengan sebentuk bolpoin dengan tintanya
yang merah menyala. Perlahan tanganku pun terulur maju, bergerak untuk
mengambilnya.
Kucoba untuk menuliskan isi hati yang
selama ini tidak mampu kuungkapkan, dan ternyata hasilnya sangat memuaskan.
Hatiku jauh lebih tenang, dan dadaku pun terasa lebih lapang.
Diatas kertas itu kutuliskan sedikit
coretan untuk kamu, yang isinya :
Boy.....
Jika kau ingin aku jujur, sekarang juga
aku akan memberitahumu.
Mengungkap habis rahasia terbesarku.
Yang akan berbicara mengenai gengsi,
cinta terpendam, atau malah keangkuhan hati yang enggan untuk mengaku.
Boy.....
Semua orang juga tahu kalau aku adalah
seorang wanita yang naif atau --mungkin-- munafik dalam masalah cinta.
Semua orang juga tahu kalau aku adalah
wanita yang sulit untuk mengatakan "I love You" jika sudah jatuh
cinta.
Bahkan sebagian dari mereka men-judge
bahwa aku wanita abnormal yang tidak butuh akan yang namanya cinta.
Benarkah itu? It's NOT TRUE boy!
Aku dapat mencintai tetapi dengan cara
yang berbeda.
Aku akan mengekspresikan cinta itu
dengan caraku sendiri, tidak seperti mereka.
Boy.....
Diam bukan berarti tidak suka.
Bergeming bukan berarti tidak cinta.
Dan membisu bukan berarti aku tak punya
rasa.
Andai kau bisa merasakan itu, aku
mencintaimu lebih dari yang bulan dan bintang ketahui.
Tulus tanpa pamrih, karena meski tak
terlihat dan meski tak terjamah olehmu, aku akan tetap menyayangimu setulus
hati.
Boy.....
Aku ingin suatu saat nanti engkau
melihatku.
Aku ingin engkau sadar bahwa disini ada
aku yang selalu memperhatikanmu.
Entah sampai kapan aku harus menunggu?
Semua tergantung pada kehendak Tuhan dan kepekaan hatimu.
For my sweetheart,
^Azka^
Kembali kuletakkan bolpoin itu diatas
meja. Sementara kertasnya kulipat-lipat, hingga akhirnya membentuk sebuah
pesawat terbang.
Diluar angin bertiup dengan kencang,
sebelum hujan turun, cepat-cepat kuhampiri jendela kamarku dengan membawa serta
kertas yang berisi coretan untukmu tadi.
Perlahan-lahan kubuka jendelanya, lalu
dalam hitungan ketiga kuterbangkan kertasnya.
Untunglah kamarku terletak dilantai
dua, sehingga dapat sedikit membantuku untuk menerbangkan kertas itu dengan
mudah.
Setelah kertasnya hilang terbawa angin,
aku pun memejamkan mata.
Dalam hati aku berdoa, semoga saja
angin menyampaikan rasa ini untukmu. Well, kalau memang kau tercipta bukan
untukku, aku harap secepatnya rasa ini akan lenyap seperti angin yang dengan
mudahnya membawa pergi kertas itu.
Tenang saja, aku tak akan memaksamu
untuk menyambut rasa ini. Karena yang kutahu, cinta yang sesungguhnya itu lahir
dari hati, dan hadirnya atas kemauan bukan keterpaksaan.
Tanah Grogot, 12 November 2011